Krisis Mental Health Melanda Keluarga

Krisis Mental Health

Krisis mental health juga bisa dicegah dan diatasi dengan sinergi peran anggota keluarga, masyarakat, dan negara.

Oleh. Irma Sari Rahayu
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Krisis mental health saat ini tengah menggejala, tak terkecuali menerpa keluarga Indonesia. Kasus bunuh diri sekeluarga dari apartemen di Penjaringan Jakarta Utara menambah deretan peristiwa bunuh diri di negeri ini.

Satu keluarga terdiri dari ayah, ibu, dan kedua anaknya berinisial EA (50), AEL (52), JWA (13) dan JL (15) diduga bunuh diri dengan melompat dari lantai 21 Apartemen Teluk Intan Topas Tower Penjaringan Jakarta Utara. Mirisnya, sebelum kejadian tersebut terjadi, sang ayah sempat mencium kening keluarganya seakan sebagai tanda perpisahan. Hal ini nampak dari rekaman CCTV apartemen (Tempo.co, 9-3-2024).

Penghuni apartemen mengakui kejadian ini bukan yang pertama kali terjadi. Setidaknya pernah terjadi tiga kejadian bunuh diri di apartemen tersebut. Hanya saja dilakukan oleh perorangan. Kasus bunuh diri sekeluarga di Apartemen Teluk Intan baru terjadi saat ini (CNNindonesia.com, 13-3-2024).

Penyebab Krisis Mental Health pada Keluarga

Kasus bunuh diri yang dilakukan oleh keluarga di Jakarta Utara ini memang bukan yang pertama terjadi. Sebelumnya, pada bulan Desember 2023, satu keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan seorang anak, ditemukan tewas. Warga Dusun Boro Desa Saptorenggo Kabupaten Malang Jawa Timur diduga bunuh diri dengan meminum racun serangga. Rentetan kasus ini tentu menyisakan tanya, apa masalah yang membelit keluarga Indonesia sehingga mudah sekali mengambil jalan pintas dengan cara mengakhiri hidup?

Dari berbagai kasus bunuh diri yang menimpa individu atau keluarga, faktor penyebab yang dominan adalah tekanan ekonomi. Kehidupan di zaman serba kapitalistik ini terasa begitu mencekik. Mulai dari kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar hingga terjebak gaya hidup hedonis yang tak mengukur kemampuan diri. Jeratan utang makin menambah pelik kondisi.

Sikap masyarakat saat ini  cenderung acuh, tidak peduli, tidak peka, dan individualis. Ikatan antarmasyarakat pun semakin merenggang. Psikolog dari Universitas Indonesia Dicky Paluppesy menilai, akibat renggangnya ikatan antarmasyarakat menjadikan mereka tidak terlalu aware dan timbul ketidakpercayaan satu sama lain.

Pun sikap keluarga besar. Keluarga yang sepatutnya menjadi penolong saat keluarga lain membutuhkan bantuan finansial maupun sosial,  seiring perubahan zaman, antarkeluarga pun menjadi berjarak. Mereka lebih mementingkan urusan hidup masing-masing. Alhasil,  keluarga yang membutuhkan bantuan ini pun terpaksa harus bisa menyelesaikan masalahnya sendiri.

Kriminolog Universitas Indonesia Adrianus Meliala menyatakan, keluarga besar seyogianya menjadi safety net atau jaring penyelamat bagi keluarga yang lain. Ketika fungsi ini tak berjalan dan tak ada jalan keluar, keputusan bunuh diri bersama-sama dianggap sebagai jalan keluar terbaik. Adrianus menyebut kematian akibat bunuh diri ini sebagai desperate death atau kematian putus asa.

Akar Masalah Krisis Mental Health

Maraknya kasus bunuh diri di tanah air tentu makin mengkhawatirkan. Negeri yang masyarakatnya dianggap religius karena mayoritas penduduknya muslim, nyatanya tak mampu mencegah tindak bunuh diri. Sebuah penelitian berjudul “Profil Statistik Bunuh Diri Pertama di Indonesia” ditemukan bahwa negeri ini memiliki tingkat bunuh diri tidak tercatat tertinggi di dunia, yaitu 859,20%. Penelitian itu pula mengungkap bahwa angka percobaan bunuh diri justru 30 kali lebih besar dari bunuh diri yang berakhir dengan kematian. Artinya, tingkat depresi masyarakat sudah sedemikian kritis.

Kesulitan ekonomi, sifat individualis dan pengabaian keluarga sebenarnya bukanlah penyebab yang sesungguhnya, tetapi sejatinya hanyalah akibat. Penyebab sebenarnya adalah diterapkannya sistem kapitalisme yang membawa kesengsaraan. Sistem ekonomi yang diterapkan membuat masyarakat kian sulit mengakses kebutuhan pokok karena harganya yang mahal. Sementara kebutuhan perut tak dapat ditunda lagi, akhirnya stres pun datang.

Kehidupan sekuler makin menjauhkan keluarga dari agamanya menjadikan masyarakat bermental rapuh, tak tahan menghadapi penderitaan, dan tak sabar dalam menghadapi kesulitan dan tantangan. Keyakinan bahwa Allah Swt. Maha Penolong, Maha Pemberi rezeki juga makin menipis.

Sistem ini pula makin menjauhkan fitrah manusia yang memiliki rasa kasih sayang. Fokus dalam menghidupi diri sendiri mengakibatkan sifat individualis. Maka wajarlah jika masyarakat  saat ini mengalami krisis mental health sedemikian parah.

Krisis Mental Health, Takdir, dan Tawakal

Islam adalah agama paripurna yang mampu menjadi problem solver melalui berbagai syariat yang diturunkan oleh Allah Swt. Untuk level individu Allah Swt. telah mengingatkan bahwa segala sesuatu yang menimpa manusia adalah atas izin Allah Swt. Allah Swt. berfirman dalam surah At- Taghabun ayat 11: “Tidak sesuatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah, dan barang siapa yang beriman kepada Allah niscaya Allah akan memberi petunjuk kepada hatinya.”

Kita pun dilarang memiliki perasaan putus asa dari rahmat-Nya dan yakin bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Allah Swt. berfirman:”Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Az-Zumar: 53).

“Maka sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Al-Insyirah: 5-6).

Berbekal keyakinan tersebut, Allah meminta manusia untuk melakukan ikhtiar terbaik untuk menyelesaikan permasalahannya.  Sebagai makhluk yang lemah, tak boleh lupa untuk menyertakan doa meminta kemudahan atas kesulitan yang mengimpit. Di sinilah peran kepala keluarga untuk membimbing dan menguatkan anggota keluarga akan konsep tawakal.

Krisis mental health juga bisa dicegah dan diatasi dengan sinergi peran masyarakat dan negara. Masyarakat tak boleh diam dan tak peduli melihat saudaranya yang membutuhkan bantuan. Selain dorongan nilai kemanusiaan, meringankan kesulitan orang lain juga wujud nilai ruhiah sebagai aplikasi hukum syarak. Demikian juga negara. Penjagaan dan riayah negara adalah melalui penerapan sistem ekonomi Islam yang akan menyejahterakan. Mekanisme lainnya, negara akan mendorong  bahkan memaksa keluarga yang mampu untuk menolong anggota keluarganya yang membutuhkan.

Khatimah

Berbagai problem  yang terasa menyulitkan sejatinya adalah karena dicampakkannya aturan kehidupan yang sahih yang berasal dari Zat Yang Maha Bersih. Maka, mengembalikan manusia kepada fitrahnya yaitu hanya berhukum kepada Allah adalah hal yang urgen dan tak dapat ditawar lagi.

Wallahua’lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Irma Sari rahayu Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Kerusakan Moral Generasi Akibat Buruknya Sistem Pendidikan
Next
Antara Dakwah dan Publik Speaking
3 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Firda Umayah
Firda Umayah
7 months ago

Ketika seseorang buntu tidak mendapatkan solusi ditambah dengan lemahnya iman mengakhiri hidup kerap dilakukan. Astagfirullah.

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
7 months ago

Barakallah, sejatinya segala masalah bersumber dari jauhnya manusia dari aturan Allah.

Novianti
Novianti
7 months ago

Tanpa peran negara, keluarga kelimpungan menjaga kewarasan. Semua harus diselesaikan sendiri karena tidak ada yang peduli. Masing'masing berfikir tentang urusannya sendiri.

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
7 months ago

Astaghfirullah miris kasur bundor terus membombardir efek dari kapitalistik dan sekularisme.Ya ekonomi selalu menjadi faktor dominan.. Padahal kesejahteraan ekonomi semestinya menjadi tanggung jawab negara untuk menyiapkan lapangan kerja. So hanya Islam solusi tuntasnya. Back to sistem Islam secara totalitas

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram