Indonesia dalam Kungkungan Tirani

Indonesia dalam kungkungan Tirani

Tirani penguasa di negeri ini bukanlah hal yang mengagetkan, sebab ini merupakan konsekuensi logis dari penerapan sistem demokrasi sekuler.

Oleh. Wiwit Irma Dewi, S.Sos.I.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Aroma tirani terendus tajam. Pilpres 2024 telah berlalu, rakyat pun telah memilih. Dari pantauan update hasil Rekapitulasi pilpres per 12 Maret, pasangan capres dan cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sementara masih memimpin perolehan suara nasional.

Sebagaimana yang dilansir dari Bisnis.com (12/03/24) Prabowo-Gibran unggul dengan persentase perolehan: Prabowo 59,25%, Ganjar 22,78%, Anies 17,97% Hal itu tampak dari data rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara tingkat nasional Pemilu 2024 di 11 provinsi yang disahkan per Selasa (12/3/2024) pagi.

Rakyat Indonesia masih menunggu siapa pemimpin yang akan secara resmi menggantikan kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Di sisi lain, sebagian masyarakat khawatir kemungkinan terjadinya estafet kepemimpinan yang akan dilanjutkan jika Prabowo-Gibran resmi menjadi presiden dan wakil presiden Indonesia berikutnya. Hal ini diisukan akan menjadi politik dinasti, mengingat Gibran merupakan anak dari orang nomor satu di Indonesia saat ini.

Siapa sangka proses pilpres kemarin menuai kritik dari berbagai kalangan. Sejumlah pihak berpendapat ada ketidaknetralan dari sikap Presiden Indonesia. Terlebih, Jokowi juga sempat mengeluarkan statement, bahwa seorang presiden diperbolehkan melakukan kampanye untuk pasangan calon tertentu.

Sukidi, salah satu pemikir kebangsaan menganggap tirani kekuasaan telah lahir di negeri ini. Menurutnya, demokrasilah yang memunculkan tirani, sehingga merusak mimpi para founding father. Dikutip dari Kompas.com (09/03/24) Sukidi mengatakan, “Tirani kekuasaan terjadi ketika orang naik ke puncak kekuasaan dengan menggunakan demokrasi. Tirani ini bahaya sekali karena merobek-robek impian republik yang diletakkan pendiri bangsa.”

Sukidi melihat demokrasi telah jatuh pada populisme otoriter, ia menyebutnya sebagai tiran populis. Demokrasi dijadikan topeng untuk kepentingan memenangkan kontestasi elektoral. Tapi faktanya, hal ini justru membunuh sendi-sendi demokrasi. Itu semua tampak dengan adanya penguasaan lembaga yudikatif untuk kepentingan politik yang menguntungkan penguasa. Sukidi pun menggarisbawahi, salah satu gerakan tiran populis adalah penguasa mencoba ikut campur dalam kontestasi elektoral.

Tirani Sebuah Keniscayaan dalam Demokrasi

Hakikat demokrasi adalah menempatkan kekuasaan politik tertinggi berada di tangan rakyat. Vox populi, vox dei atau suara rakyat, suara Tuhan merupakan ungkapan dalam demokrasi yang menyetarakan suara rakyat dengan suara ilahiah yang diwakilkan pada para wakil rakyat.

Demokrasi adalah produk pemikiran Barat yang memiliki ide antiagama, karena sejak awal kemunculannya ide ini dipenuhi oleh semangat untuk memisahkan kehidupan manusia dari peran agama. Sistem ini lahir sebagai antitesis terhadap dominasi agama dan gereja di masyarakat Barat. Mereka berdiri di atas paham kebebasan (liberalisme), sehingga mereka merasa bebas membuat aturannya sendiri sesuai keinginan mereka.

Plato (472-347 SM) seorang filsuf terkemuka mengatakan liberalisasi adalah akar demokrasi sekaligus sumber petaka yang menyebabkan negara demokrasi akan gagal selamanya. Dalam bukunya The Republic, Plato mengatakan, "Mereka adalah orang-orang merdeka, negara penuh dengan kemerdekaan dan kebebasan berbicara, dan orang-orang di dalam sana boleh melakukan apa yang mereka sukai."

Orang-orang dengan ide ini akan mengejar kebebasan dan kemerdekaan yang tak terbatas. Akibatnya, bencana bagi negara dan masyarakatnya. Setiap orang ingin mengatur diri sendiri dan berbuat sesuka hati sehingga menimbulkan ketidaktertiban, kekerasan atau kekacauan, ketidaksopanan, tidak bermoral. Mereka ingin berkuasa, dan menghalalkan segala cara dalam meraih kekuasaannya. Menurut Plato, akibat kebebasan yang berlebihan ini akan menimbulkan bencana bagi negara, yakni munculnya tiran.

Oleh karena itu, demokrasi adalah sistem pemerintahan yang cacat sedari lahirnya. Bahkan sistem demokrasi dicaci-maki di negeri asalnya sendiri. Munculnya tiran merupakan tabiat demokrasi karena hakikat demokrasi adalah kedaulatan di tangan manusia. Maka, jika saat ini kita melihat adanya tirani penguasa di negeri ini bukanlah hal yang mengagetkan, karena ini adalah sebuah konsekuensi logis dari penerapan sistem demokrasi sekuler.

Dengan begitu, jelaslah bahwa demokrasi adalah sistem kufur dan bertentangan dengan syariat Islam. Ide ini sejatinya membahayakan keimanan seorang muslim. Namun, sayangnya saat ini hampir semua negeri-negeri kaum muslim mengambil dan menerapkan demokrasi yang dijajakan kafir Barat, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, bagi seorang muslim hukum mengambil menerapkan dan memperjuangkan demokrasi adalah haram!

Islam Satu-Satunya Jalan bagi Muslim Sejati

Dalam Islam, politik tak dapat dipisahkan dari peran agama. Agama harus menjadi landasan dalam menentukan arah politik negara. Agama dan kekuasaan ibarat saudara kembar (Imam Al Ghazali dalam kitabnya Al-Iqthisad fi Al-I’tiqad). Oleh karena itu, sebuah keharusan bagi kaum muslim menjadikan Islam sebagai fondasi politiknya, sementara kekuasaan adalah sebagai penjaganya. Karena segala sesuatu yang tak memiliki fondasi niscaya akan roboh, dan segala sesuatu yang tak memiliki penjaga pasti akan musnah. Ini menunjukkan pada kita akan kebenaran suatu pernyataan: “Relasi antara agama dan kekuasaan merupakan hal yang sangat penting dan tidak terpisahkan".

Namun, akibat paham sekularisme yang menghunjam kuat ke dalam benak-benak kaum muslim selama ini, akhirnya umat lupa, bahwa Islam memiliki sistem pemerintahan khas yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabatnya yaitu sistem pemerintahan Khilafah Islamiah.

Khilafah Islam adalah sistem pemerintahan yang akan menerapkan hukum syariat secara sempurna dan menyeluruh tanpa terkecuali. Khilafah menjadikan hukum syarak sebagai kedaulatan tertinggi sekaligus sumber hukum yang berlaku. Khilafah dipimpin oleh satu pemimpin yang disebut khalifah, yang akan menjalankan kekuasaannya dengan penuh amanah.

Khalifah tidak boleh menjalankan kekuasaannya berdasarkan hawa nafsunya. Pemimpin dalam sistem Islam sadar betul bahwa kekuasaan adalah amanah berat yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah, maka dengan begitu seorang pemimpin dalam Islam tidak akan berbuat semena-mena.

Selain itu dalam sistem Khilafah juga akan selalu ada masyarakat yang melakukan aktivitas amar makruf nahi mungkar, mereka akan mengoreksi penguasa atau disebut juga muhasabah li al-hukam. Hal ini dilakukan dengan maksud agar pemerintahan selalu berjalan sesuai syariat Islam. Aktivitas ini hanya akan muncul dalam masyarakat yang islami, yang individunya memiliki ketakwaan yang tinggi.

Demikianlah mekanisme sistem pemerintahan Khilafah dalam mencegah terjadinya tirani penguasa. Namun sayangnya, saat ini Khilafah justru dimonsterisasi dan dikriminalisasi. Padahal Khilafah adalah ajaran Islam, bagian dari syariat Islam. Menolak Khilafah sama seperti menolak syariat, bisa membawa pelakunya pada perbuatan dosa, apalagi sampai memusuhi para pengemban dakwahnya. Sebaliknya memperjuangkan Khilafah adalah sebuah kewajiban bagi seorang muslim, bahkan kewajiban menegakkan Khilafah juga dikatakan tajul furudh (mahkota kewajiban) yang akan mendatangkan pahala dan keridaan-Nya. Oleh karenanya, memperjuangkan sistem Khilafah dalam rangka melanjutkan kembali kehidupan Islam di bumi Allah adalah sebuah konsekuensi yang harus diperjuangkan.

Wallahu a'lam bi ash-shawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Wiwit Irma Dewi Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Pinjaman Online Meningkat di Bulan Ramadan
Next
Harga Beras Terus Naik, Ada Apa?
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Firda Umayah
Firda Umayah
7 months ago

Sayangnya, rakyat masih percaya dengan janji-janji manis yang diberikan. Padahal sudah jelas bahwa sistem demokrasi adalah sistem yang rusak.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram