KPK: Komisi Pemberantasan Korupsi atau Komisi Pelindung Koruptor?

"Profesionalitas KPK saat ini dipertanyakan pada kasus dugaan korupsi Bansos tersebut. Pasalnya, KPK sendiri merupakan badan legalitas hukum yang diberikan tanggung jawab untuk menangani tindak pidana korupsi. Namun, KPK justru memberikan peluang bagi personal maupun instansi politik untuk melakukan tindak pidana korupsi"

Oleh. Novriyani, M.Pd.
(Praktisi Pendidikan)

NarasiPost.Com-Pekerjaan tangan yang paling sederhana sekalipun demi mempertahankan harga diri seseorang, jauh lebih utama daripada kekayaan yang disertai penyelewengan.” Ali bin Abi Thalib)

Ungkapan di atas menjadi sindiran keras bagi negeri kita saat ini. Praktik tindak pidana korupsi selalu menjadi pemberitaan hangat setiap harinya di media masa. Praktik korupsi yang terjadi di negeri ini tidak hanya melibatkan personal, tetapi juga instansi politik dan hukum.

Seperti yang dilansir dari CNN Indonesia, dalam kasus dugaan korupsi bansos Covid-19, ada lima orang yang ditetapkan KPK sebagai tersangka. Mereka antara lain, mantan Menteri Sosial Juliari P. Batubara, PPK Kemensos Matheus Joko Santoso dan Adi wahyono. Kemudian, Ardian dan Harry akan diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta dalam waktu dekat. Juliari diduga menerima total Rp17 miliar dari dua paket pelaksanaan Bansos berupa sembako untuk pelaksanaan Covid-19 ini. (19/2/2021)

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menilai KPK tidak serius menangani korupsi. Bahkan korupsi Bantuan Sosial (Bansos) yang menjerat Juliari Batubara dinilai sebagai korupsi yang paling keji dan harusnya KPK untuk menindaklanjuti kasus ini. (Pikiran Rakyat, 12/2/2021)

Kasus korupsi yang terus terjadi di negeri ini seolah sudah menjadi habits di kalangan para pejabat tinggi. Korupsi yang dilakukan para pejabat tinggi adalah buah dari sistem kapitalis yang diadopsi negeri ini. Mereka rela mengeluarkan dan menghabiskan dana lebih untuk dapat menduduki jabatan di parlemen dan meraih kesenangan materi. Setelah mendapat jabatan dan kedudukan maka mereka akan melakukan korupsi untuk mengembalikan modal yang telah dikeluarkan saat mereka mencalonkan diri pada pemilu.

Selain itu, maraknya korupsi yang terjadi bukanlah akibat oknum nakal semata, melainkan adanya peluang dan kesempatan. Sistem demokrasi yang memberi peluang dan ruang untuk melakukan tindak korupsi. Peluang tersebut terjadi saat ada proyek-proyek nasional. Seperti yang terjadi saat ini, yaitu proyek dana bansos yang diperuntukkan untuk memberi bantuan kepada masyarakat yang terdampak pandemi. Dana yang seharusnya didistribusikan kepada masyarakat justru dikorupsi demi kepuasan dan kepentingan para pejabat tinggi negeri ini.

Di sisi lain, tidak tegasnya pemerintah dalam memberikan sanksi kepada pelaku korupsi membuat pelaku tidak akan jera dalam melakukan misi korupsinya. Para pejabat tinggi diberikan fasilitas dan kebebasan meskipun dalam tahanan. Selain itu, pembayaran denda yang dapat dilakukan mereka membuat peluang besar untuk melakukan tindaka pidana korupsi terus-menerus. Sekalipun di negeri ini telah memiliki lembaga dalam penangangan pemberatasan korupsi yakni KPK, namun tetap tidak mampu memberikan efek jera kepada pelakunya. 

Profesionalitas KPK saat ini dipertanyakan pada kasus dugaan korupsi Bansos tersebut. Pasalnya, KPK sendiri merupakan badan legalitas hukum yang diberikan tanggung jawab untuk menangani tindak pidana korupsi. Namun, KPK justru memberikan peluang bagi personal maupun instansi politik untuk melakukan tindak pidana korupsi. Penanganan yang dilakukan KPK dinilai tidak serius dan lambat. Hal ini diduga KPK justru menggagalkan pengembangan kasus Bansos yang melibatkan mantan Menteri Sosial tersebut. 

Berbagai upaya pemerintah untuk meminimalisasi penyebaran tindak pidana korupsi ini tampaknya belum memperoleh hasil yang signifikan bahkan KPK yang menjadi kepercayaan negeri ini pun gagal dalam membasmi para koruptor bahkan dinilai tidak serius dalam menangani tindak pidana korupsi.

KPK hanya menyelediki segelintir pelaku yang di bawahnya saja, sedangkan korupsi dana bansos ini pun mengalir hingga ke pucuk tertinggi elite partai. Dalam hal ini seharusnya KPK menyelidiki hingga menyelesaikan permasalahan korupsi dana bansos hingga ke akarnya, yakni sampai menetapkan pucuk pelaku korupsi dana bansos tersebut. Beginilah peliknya korupsi di negeri demokrasi.

Hal tersebut tentu tidak akan terjadi apabila sistem yang diadopsi negeri ini adalah sistem Islam. Sistem Islam memiliki cara tersendiri dalam memberantas korupsi dari pencegahan hingga penanganan. Ada beberapa tahapan yang dilakukan dalam memberantas korupsi dalam sistem Islam. Pertama, penanaman mental individu. Sistem yang baik akan melahirkan generasi yang baik. Dalam Islam, setiap individu akan dibina dengan ketakwaan yang hakiki. Individu yang bertakwa akan memiliki habits yang baik, yakni yang mampu menyokong negara dalam menjalankan perannya sebagai pelaksana hukum Islam.

Kedua, pembiasaan berbuat baik dan saling menasihati. Jika ada anggota masyarakat yang terindikasi berbuat kriminal atau korupsi, mereka dengan mudah dapat melaporkan kepada pihak berwenang dan tradisi saling menasihati dan berbuat amal salih akan tercipta seiring ditegakkannya hukum Islam di tengah mereka.

Ketiga, sistem kerja lembaga yang tidak rentan korupsi. Dalam Islam, tidak akan ada jual beli hukum. Seluruh lembaga dan perangkat hukumnya hanya menggunakan hukum Islam sebagai perundang-undangan negara.

Keempat, penegakkan sanksi hukum yang menjerakan. Sistem sanksi yang tegas memiliki dua fungsi, yaitu sebagai penebus dosa dan efek jera. Dengan sanksi yang berefek jera, para pelaku dan masyarakat yang punya niatan untuk korupsi akan berpikir untuk tidak akan mengulangi perbuatan yang sama.

Demikianlah strategi Islam dalam memberantas tindak pidana korupsi. Dengan penegakkan hukum syariat Islam yang menyeluruh, maka tindak kriminalitas seperti korupsi tidak akan terjadi dan dapat ditangani dengan cepat dan tuntas.

Wallahu’alam[]

Photo : Google

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Novriyani, M.Pd. Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Jaga Kesehatan Otak dengan Buah Berry
Next
Ketulusan Bunda Athaya
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram