"Peran mubaligah di era digital adalah sebagai mercusuar peradaban Islam yang mampu membimbing umat menuju cahaya kesempurnaan dien Islam sebagai agama yang syamil."
Oleh. Mahganipatra
(Aktivis Forum Muslimah Peduli Generasi)
NarasiPost.Com-Mubaligah adalah orang yang mengajak kepada kebaikan, baik secara lisan maupun tulisan. Mereka merupakan panutan umat sekaligus menjadi salah satu ujung tombak yang memiliki potensi untuk turut serta dalam membangun perubahan masyarakat. Fakta sejarah telah menggoreskan dengan ukiran tinta emas peradaban tentang peran dan kontribusi mereka. Hal itu menjadi bukti bahwa para mubaligah adalah mutiara-mutiara umat yang senantiasa menyinari dunia Islam.
Sayangnya, peran mubaligah sebagai maraji atau panutan umat tempat bertanya dan menyelesaikan setiap persoalan kehidupan mengalami degradasi peran, setelah kafir Barat menguasai negeri-negeri muslim. Kafir Barat telah membuat strategi politik dengan membangun narasi bahwa politik tidak diajarkan dalam Islam. Islam hanya dianggap sebagai agama spiritual yang mengurus urusan akidah, ibadah, akhlak serta aktivitas-aktivitas yang semakin menjauhkan umat dari pemahaman Islam sebagai agama yang bersifat siyasi atau politik.
Hal ini tercermin pada aktivitas para mubaligah saat ini. Telah terjadi dikotomi peran para mubaligah di tengah-tengah umat. Para mubaligah tanpa sadar membingkai diri mereka sesuai dengan arahan kafir Barat. Memandang persoalan umat dengan mengelompokkan setiap peristiwa berdasarkan sudut pandang sistem kapitalisme. Yaitu menjadikan para mubaligah layaknya para pendeta dan biarawan yang memiliki tugas menyelesaikan persoalan umat seputar masalah agama. Sementara ketika muncul persoalan-persoalan dunia, para mubaligah kehilangan peran untuk berkontribusi menyelesaikan persoalan tersebut dengan landasan ajaran agama Islam yang sempurna.
Tak jarang, ketika muncul kesadaran politik di tengah para mubaligah untuk menyeru umat pada penerapan syariat Islam secara kaffah, justru muncul upaya-upaya pengadangan dari kafir Barat beserta agen-agen mereka. Karena kafir Barat menyadari bahwa kebangkitan umat Islam akan lahir ketika umat memahami bahwa dien Islam adalah agama sekaligus ideologi yang akan menghantarkan umat Islam kepada kebangkitan hakiki menuju Islam rahmatan lil alamin.
Peran Mubaligah dalam Pusaran Moderasi Beragama
Proyek moderasi beragama adalah proyek besar yang sedang di jalankan oleh kafir Barat bersama para penguasa negeri-negeri muslim. Tujuannya adalah untuk mengaburkan hakikat Islam, mencampuradukkan kebenaran agama Islam dengan agama lain. Serta upaya mengerdilkan ajaran Islam dengan melakukan degradasi akidah umat Islam melalui upaya-upaya untuk mengadang dan melumpuhkan dakwah Islam kaffah dan penegakan Khilafah Islamiyah. Dengan cara membentuk polarisasi muslim dengan memberikan label Islam radikal, ekstremisme, teroris dan Islam moderat.
Pemerintah Indonesia di bawah komando Kementerian Agama secara serius merancang konsep besar hingga peta jalan implementasi penerapan moderasi beragama ini di seluruh aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Seluruh instrumen negara dilibatkan untuk mendukung program ini. Tidak terkecuali elemen yang ada di tengah masyarakat baik ormas, para mubaligah, pondok pesantren dan lembaga-lembaga NGO. Mereka turut andil sebagai lembaga yang diminta untuk turut serta mendukung program ini. Baik melalui supremasi hukum dalam berbagai kebijakan yang diterapkan maupun melalui rayuan dana yang digunakan sebagai alat tukar dukungan. Tak terkecuali para mubaligah, mereka direkrut oleh negara sebagai duta dan agen untuk menyukseskan program moderasi beragama.
Selanjutnya, untuk menyukseskan kampanye moderasi beragama, pemerintah melalui komisi VIII DPR telah menaikkan anggaran moderasi beragama untuk lintas direktorat jenderal. Anggaran moderasi beragama yang semula Rp400 miliar naik menjadi Rp3,2 triliun. Dana tersebut digunakan oleh pemerintah untuk membiayai berbagai program moderasi beragama. Salah satunya adalah Kemenag mengeluarkan buku moderasi beragama secara resmi dalam tiga bahasa, yakni bahasa Inggris, Arab, dan Mandarin. Sejumlah duta besar negara sahabat seperti, Amerika, Jepang, dan Tiongkok memberikan apresiasi peluncuran buku tersebut. Mereka berharap melalui buku ini Indonesia turut andil dalam menyuarakan perdamaian dunia.
Selain itu, menurut Kementerian Agama, program moderasi beragama merupakan spirit nilai-nilai kearifan Indonesia yang meramu dan meracik keberagaman hingga menjadi bangsa yang rukun, damai dan toleran. Moderasi beragama dipandang sebagai jalan yang harus ditempuh untuk menggalang persatuan dan kesatuan rakyat Indonesia. Bahkan menurut Kemenag, warga dunia juga membutuhkan moderasi beragama untuk menciptakan perdamaian dunia. (Merdeka.com, 9/12/2021)
Sehingga, muncul pertanyaan menggelitik, benarkah moderasi beragama merupakan peta jalan membangun spirit kearifan Indonesia yang mampu menjaga kedamaian, kerukunan, dan toleransi? Hingga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara dapat tercapai?
Peran Mubaligah di Era Digital
Fakta yang tampak saat ini, justru moderasi beragama menjadi salah satu sarana munculnya perpecahan antarumat beragama. Seruan-seruan untuk mengucapkan selamat hari raya keagamaan kembali memantik perdebatan di masyarakat. Berbagai kalangan masyarakat termasuk para tokoh mubaligah menganggap bahwa seruan ini justru bagian dari intoleransi negara terhadap pemeluk agama Islam. Atas nama toleransi, negara telah memaksa umat Islam untuk menggadaikan akidahnya demi untuk memenuhi kepuasan para pengusung ide pluralisme.
Di sisi yang lain, moderasi beragama juga mulai menyerang kedamaian para ibu dan generasi. Melalui ide feminisme dan kesetaraan gender, moderasi beragama tampil dengan wajah pemberdayaan perempuan di kancah peran perempuan dalam pembangunan perekonomian negara. Melalui teori mubadala dalam kontekstualisasi fikih dalam ajaran Islam, para perempuan didorong untuk aktif mengambil peran di wilayah publik, meninggalkan peran domestiknya sebagai ummun warabatul bait dan madrasatul ula. Sehingga, pada akhirnya menciptakan generasi The Latchkey Kids, yaitu anak-anak yang merasa kesepian lantaran ditinggal orang tuanya bekerja, mudah stres dan depresi karena serangan budaya Barat yang kian hari semakin deras menggempur kepribadian mereka melalui teknologi sosial media.
Kemudian, negara juga mulai menyasar lembaga pendidikan baik formal maupun nonformal, seperti sekolah-sekolah dan pondok pesantren yang merupakan lembaga pendidikan yang bertujuan untuk membangun generasi eksklusif, inovatif serta mandiri. Lembaga yang berfungsi untuk membentuk dan melahirkan generasi yang memiliki kepribadian Islam, berkarakter, tafaquh fiddin dan mampu bersaing di kancah pertarungan peradaban dengan keahlian di berbagai bidang sains dan teknologi. Namun, atas nama moderasi beragama negara membentuk kurikulum pendidikan. Di mana tujuan awal pendidikan telah dialihkan pada hal-hal yang justru jauh dari konteks dan substansi tujuan pendidikan, yakni pembangunan sumber daya manusia muslim yang mampu berkontribusi dalam pembangunan negara. Negara justru berperan sebagai makelar layanan penyedia kebutuhan korporasi global. Sungguh ironi, salah satu negara berpenduduk muslim terbesar dunia justru tak mampu melindungi akidah, kerukunan serta kesejahteraan warga negaranya.
Oleh sebab itu, sudah semestinya kondisi ini segera diatasi. Peta jalan moderasi beragama yang dibangun oleh Barat dan diusung oleh para penguasa muslim sejatinya telah menghancurkan kekuatan kaum muslim. Sudah menjadi tugas para mubaligah untuk membongkar kebusukannya di hadapan masyarakat. Masyarakat terutama kaum muslim harus menyadari bahwa program moderasi beragama layaknya racun berbalut madu. Umat Islam telah digiring pada pemahaman Islam moderat ala Barat. Mengubah cara pandang umat Islam dalam beragama sesuai dengan keinginan Barat. Yaitu umat Islam yang menyerukan toleransi sesuai dengan sudut pandang toleransi Barat. Sehingga, muncul kebencian dengan memusuhi umat Islam yang menyerukan penerapan syariat Islam secara kafah dalam institusi negara Khilafah Islamiyyah. Moderasi beragama adalah proyek Barat untuk menciptakan Islamofobia serta melanggengkan kekuasaan kapitalisme demi merampas sumber daya alam negeri-negeri muslim melalui para penguasa negeri mereka.
Maka, tugas para mubaligah untuk hadir di tengah-tengah umat. Menjadi maraji yang mampu membongkar seluruh makar kafir penjajah Barat dan para agennya. Mubaligah harus mampu menyampaikan serta menyelesaikan setiap persoalan umat dengan solusi-solusi dari Islam. Peran aktif para mubaligah adalah sebagai corong umat dalam hal menyampaikan serta memberikan pesan-pesan signifikan tentang fakta kehidupan yang menjadi persoalan umat dari sudut pandang ajaran agama bagi masyarakat. Para mubaligah dan umat harus hidup berdampingan saling bahu membahu menuju pada pemahaman Islam sebagai agama yang bersifat universal yang memandang bahwa seluruh aspek kehidupan manusia wajib diwarnai oleh ajaran-ajaran Islam dan harus dipraktikkan sesuai dengan tuntunan syariat Islam. Sesungguhnya syariat Islam adalah syariat yang senantiasa relevan di setiap masa. Para mubaligah harus mampu mengajarkan dengan berbagai sarana dan prasarana media digital bahwa Islam adalah agama yg mengatur aspek politik yang wajib dipraktikkan dalam berbangsa dan bernegara.
Peran mubaligah di era digital adalah sebagai mercusuar peradaban Islam yang mampu membimbing umat menuju cahaya kesempurnaan dien Islam sebagai agama yang syamil. Mereka harus mampu membaca fakta-fakta yang berkembang di masyarakat dengan menerjemahkan dan mentransfer kitab-kitab tsurat dari pemikiran para ulama ke dalam realitas kehidupan masyarakat. Sehingga, mampu memberikan gambaran nyata tentang pemikiran-pemikiran Islam sebagai agama sekaligus ideologi yang mampu menyelesaikan persoalan kehidupan umat manusia secara praktis. Fungsi dan peran para mubaligah sebagai bintang serta mutiara umat Islam akan tampak semakin gemilang saat mereka mampu menunjuki umat pada Islam sebagai way of the life. Membumikan sistem Islam serta menjadikannya sebagai peta jalan kehidupan.
Wallahu a'lam bish-showab[]