Perpres Penanggulangan Ekstremisme Multitafsir, Rentan Disalahartikan dan Disalahgunakan

Istilah ekstremisme dan radikalisme selalu disematkan kepada kelompok Islam yang istiqomah memperjuangkan tegaknya aturan Allah dalam bingkai Khilafah


Oleh: Pitra Delvina, S. Pd. (Pemerhati Kebijakan Publik)

NarasiPost.Com-Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Perpres Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE) pada Rabu, 06 Januari 2021.

Diterbitkannya Perpres RAN PE ini dalam rangka merespon tumbuh kembang ekstremisme berbasis kekerasan yang marak terjadi di Indonesia. Adapun sasaran dari Perpres ini adalah untuk meningkatkan perlindungan hak atas rasa aman setiap warga negara akibat tindakan ekstremisme dari individu atau kelompok tertentu di masyarakat.

Di samping itu, Ketua BNPT Boy Rafli juga menegaskan bahwa Perpres RAN PE ini lebih dititikberatkan pada aksi pencegahan agar tindakan yang menjurus kepada ekstremisme dan terorisme bisa diantisipasi sejak dini sebelum terjadi. Di samping juga ada tindakan kuratif yang sudah diterapkan oleh pemerintah. Selanjutnya, pemerintah juga berharap dengan diterbitkannya perpres ini masyarakat bisa proaktif membantu pihak kepolisian dan lembaga terkait jika ditemukan indikasi adanya perilaku dari anggota masyarakat yang mengarah kepada perilaku ekstremisme dan terorisme. Hal tersebut diungkapkannya saat diwawancarai oleh salah satu stasiun televisi swasta, Metro TV dalam program Prime Talk, Rabu, 20 Januari 2021.

Meskipun demikian, sejumlah pihak masih tetap mengkritisi Perpres ini. Salah satu tokoh yang turut mengkritisi Perpres ini adalah Sukamta, Wakil Ketua Fraksi Bidang Polhukam dari partai PKS di DPR RI. Karena Sukamta beranggapan Perpres ini berbahaya bagi keadilan hukum di Indonesia. Apalagi tafsir ekstremisme yang didefinisikan oleh pemerintah tidak jelas bentuk dan ukurannya. Definisi ekstremisme dalam Perpres ini menurutnya multitafsir. Sehingga Sukamta meragukan apa motif pemerintah di balik diterbitkannya Perpres ini. Mengingat bukankah sudah ada UU Terorisme jika pemerintah benar-benar ingin memberantas tindakan terorisme di Indonesia.

Selain itu, pun selama ini kata teroris selalu identik disematkan kepada oknum atau kelompok tertentu yang berbau Islam. Kata teroris dan terorisme pun sampai saat ini juga masih multitafsir dan masih bisa ditarik ulur maknanya tergantung pihak yang mendefinisikan sesuai kepentingannya.

Lebih lanjut, Perpres ini juga berpotensi menjadi jalan untuk memperkuat politik adu domba antar anggota masyarakat yang memicu pada politik belah bambu yang selama ini dipakai oleh pemerintah kapitalis sekuler dalam mengadu domba sesama umat Islam.

Kelompok Islam moderat, dan sekuler diangkat, sedangkan kelompok Islam yang dianggap fundamentalis, radikalis dan ekstrimis diinjak.

Suatu hal yang lumrah jika ditemui ada sebagian pihak yang menilai Perpres ini mungkin hanya akal-akalan pemerintah saja untuk menciptakan politik adu domba antar masyarakat. Apalagi jika Perpres ini dijadikan payung hukum untuk membungkam sikap kritis masyarakat yang menginginkan diterapkannya aturan Islam sebagai sistem kehidupan alternatif untuk mengganti sistem kapitalis demokrasi rusak hari ini. Sistem kehidupan sekuler yang jelas-jelas sudah terbukti zalim dan menyengsarakan rakyat.

Terlebih selama ini istilah ekstremisme dan radikalisme selalu disematkan kepada kelompok Islam yang istiqomah memperjuangkan tegaknya aturan Allah dalam bingkai Khilafah yang digaung-gaungkan pemerintah mengancam kedaulatan NKRI dan bertentangan dengan Ideologi negara, yaitu pancasila. Bukan tidak mungkin istilah ekstremisme ini nantinya berpeluang akan disalahartikan dan disalahgunakan menurut kepentingan penguasa kapitalis liberal hari ini.

Di samping itu, Perpres RAN PE ini juga berpotensi menimbulkan perilaku saling curiga atau memata-mematai (tajassus) di antara anggota masyarakat. Islam jelas melarang dengan tegas adanya sikap memata-matai antaranggota masyarakat. Apalagi tindakan itu dilakukan oleh kaum Muslimin. Karena memata-matai sesama Muslim dalam Islam hukumnya adalah haram.
Sebagaimana firman Allah Swt dalam QS. Al-Hujurat: 12 sebagai berikut;

يٰٓأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ  ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُمْ بَعْضًا  ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ  ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ  ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

"Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima Tobat, Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat 49: Ayat 12)

Imam Abu Hatim al-Busti rahimahullah berkata,
"Tajassus (memata-matai) adalah cabang dari kemunafikan, sebagaimana sebaliknya prasangka yang baik merupakan cabang dari keimanan".

Saking besarnya dosa tajassus ini, para ulama memasukkan dosa tajassus ini ke dalam dosa besar. Sebagaimana dinyatakan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya, Al-Kabair dan Imam Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitabnya, az-Zawajir.

Sudah seharusnya umat Islam menolak dengan tegas setiap narasi busuk yang dibangun oleh Barat dan antek-anteknya di negeri kaum Muslimin. Sebagai umat Islam kita jangan mudah termakan oleh narasi busuk yang sengaja diaruskan oleh Barat untuk memecah belah persatuan keislaman kita. Sudah saatnya umat menyuarakan kebangkitan Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyyah yang akan menjadi pemersatu dan selalu berada di garda terdepan dalam melindungi kehormatan, darah dan agama warganya. [Allahu a'lam bish showw []


Photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Pitra Delvina, S. Pd. Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Bla … Bla … Bla … Ha … Ha … Ha
Next
Zaman Edan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram