Dalam pandangan Islam, kedudukan, jabatan, harta dan kekuasaan yang dimiliki seseorang tidak otomatis membuat dirinya dinilai sebagai seorang hamba yang mulia. Bisa saja kemuliaan itu ada pada seseorang yang lemah, fakir dan tanpa daya.
Oleh: Ratni Ummu Jilan
NarasiPost.com - Pepatah lama menyebutkan, “Don’t judge a book by it’s cover”. Artinya, jangan menilai seseorang hanya dengan melihat penampilan luarnya saja. Namun realita kehidupan di zaman kapitalisme saat ini, kemuliaan seseorang masih dinilai dari penampakan lahiriah. Orang akan dinilai mulia dan terhormat jika ia adalah seorang yang memiliki kedudukan, jabatan, harta dan kekuasaan. Sekalipun untuk mendapatkan itu semua dengan cara yang tidak halal.
Padahal dalam pandangan Islam, kedudukan, jabatan, harta dan kekuasaan yang dimiliki seseorang tidak otomatis membuat dirinya dinilai sebagai seorang hamba yang mulia. Bisa saja kemuliaan itu ada pada seseorang yang lemah, fakir dan tanpa daya.
Dalam kajian Kitab Riyadush Shalihin yang dibawakan oleh Ustadz Yuana Ryan Tresna Senin, 28 Desember 2020, pada Bab Keutamaan Orang-orang Lemah, Orang-orang Fakir, dan Orang-orang Tanpa Daya dijelaskan bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'aala terkadang melebihkan seseorang yang lemah, fakir, dan tanpa daya dari orang yang kuat, kaya dan berkuasa karena ketakwaannya kepada Allah. Allah mencintai dan memuliakannya. Orang tersebut menduduki kedudukan yang sangat tinggi.
Dari Abu Al-Abbas Sahl bin Sa'ad As-Sa'idi radhiyallahu 'anhu ia berkata, "Seorang pria berlalu di dekat Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Maka beliau berkata kepada seseorang yang duduk bersamanya, 'Bagaimana pendapatmu tentang orang satu ini?' Maka orang itu menjawab, 'Dia adalah salah satu dari kelompok orang-orang mulia. Demi Allah, ini jika melamar pasti dinikahkan. Jika memberikan syafaat pasti diterima syafaatnya'. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pun berdiam saja. Lalu berlalu orang yang lain, maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, 'Bagaimana pendapatmu tentang orang satu ini?' Orang itupun menjawab, 'Ini adalah salah satu dari orang-orang fakir di kalangan kaum Muslimin. Jika ia melamar pasti tidak akan dinikahkan. Jika memberikan syafaat tidak akan diterima syafaatnya. Jika ia berbicara kata-katanya tidak akan didengar'. Maka Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, 'Ini lebih baik daripada sepenuh dunia manusia seperti yang itu" (Muttafaq 'alaih)
Jadi standar mulianya seseorang di sisi Allah Subhanahu Wa Ta'aala bukan karena ia memiliki kedudukan yang sangat tinggi di dunia. Malah bisa saja ia dianggap tidak berharga di sisi Allah. Sebaliknya seseorang yang dianggap kebanyakan orang memiliki kedudukan yang sangat rendah di dunia dan tidak ada harga sedikitpun, namun dalam pandangan Allah ia lebih baik daripada kebanyakan orang selain dirinya.
Oleh karena itu, jangan bersedih hati jika kita ditakdirkan dalam kondisi tidak memiliki kedudukan, jabatan, dan harta. Raihlah amalan yang akan mengangkat derajat kita menjadi golongan yang bertakwa. Dan menjadikan kita memiliki kedudukan yang tinggi di sisi-Nya bersama para Nabi, orang-orang jujur, para syuhada, dan orang-orang saleh. Amalan itu tidak lain dan tidak bukan adalah aktivitas dakwah menyeru manusia menuju cahaya Islam.
"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: 'Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri?'" (QS. Fushshilat: 33)
*Penulis adalah santri daring di Kajian Riyadush Shalihin yang diisi oleh Ustadz Yuana Ryan Tresna
ayo donk ditunggu naskah-naskah kerenmu di NarasiPost.com, oke?