Saat kaum muslim tengah berlomba-lomba melakukan kebaikan, terkadang masih terselip sikap menyepelekan pahala dan dosa.
Oleh. Arum Indah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Seberapa yakinkah kita bahwa setiap perbuatan, baik kebaikan atau keburukan sebesar biji zarah pun semuanya akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat kelak? Allah berfirman dalam surah Az-Zalzalah ayat 7-8:
فَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَّرَهٗۚ وَمَنْ يَّعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَّرَهٗ
Artinya: “Maka barang siapa mengerjakan amal kebaikan seberat zarah, akan ia dapati balasannya dan barang siapa mengerjakan amal buruk seberat zarah, akan ia dapati balasannya.”
Dalam literatur bahasa Arab, zarah memiliki makna atom, partikel, atau bagian paling kecil. Seorang yang paham betul akan kebutuhannya pada rida Allah, pasti akan berusaha sekuat tenaga untuk senantiasa mengerjakan amal saleh sebanyak-banyaknya sekecil apa pun itu.
Mereka yang hatinya senantiasa terpaut dengan kalam Allah, yang tergetar hatinya terhadap dosa, dan sangat takut dengan pedihnya azab akhirat, pasti juga akan senantiasa menjauhkan diri dari berbagai kemaksiatan, sekecil apa pun kemaksiatan itu.
Namun sayang, saat kaum muslim tengah berlomba-lomba melakukan kebaikan, terkadang masih terselip sikap menyepelekan pahala dan dosa. Masih ada mereka yang memandang sebelah mata dan menganggap enteng amal saleh ataupun amal buruk yang bersifat kecil. Bahkan, tak sedikit yang berkeras hati saat diingatkan oleh saudaranya dengan hal yang mereka anggap sepele, lalu mereka berkilah, “Jangan dipermasalahkan, itu hanya perkara sepele.”
Menyepelekan Ketaatan Akan Merusak Amal
Penilaian sepele atau tidak sepele memang sangat subjektif, tergantung dari sudut pandang tiap individu. Ada perkara yang menurut kita sepele, tapi ternyata tidak bagi orang lain. Begitu juga sebaliknya, ada perkara yang menurut orang sepele, tapi dari sudut pandang kita, sama sekali tak bisa mentoleransi kesalahan itu.
Banyak kaum muslim yang tidak melakukan perbuatan buruk yang jelas merupakan dosa besar, tapi mereka tenggelam dengan amalan buruk yang dianggap sepele. Padahal, sadarkah mereka bahwa jika amalan yang mereka anggap sepele itu dibiarkan, maka bisa menjadi kumpulan perbuatan buruk yang menggunung.
https://narasipost.com/challenge-dawai-literasi/12/2023/tetaplah-tersenyum/
Perkara sepele dan tidak sepele ini tidak bisa lagi dianggap sepele. Pertanda awal jiwa yang mati adalah saat kita biasa melakukan hal-hal yang sepele. Sebab hati yang mati tidak akan tergerak untuk menjawab panggilan Allah untuk mengerjakan perintah-Nya, sekecil apa pun jenis perbuatan itu.
Oleh karenanya, manusia sama sekali tidak berhak untuk menetapkan suatu hal itu sepele atau tidak. Perkara ini mutlak hak Allah. Allah berfirman dalam surah Ali Imran ayat 133:
۞ وَسَارِعُوْٓا اِلٰى مَغْفِرَةٍ مِّنْ رَّبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمٰوٰتُ وَالْاَرْضُۙ اُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَۙ
Artinya: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.”
Dalam ayat Allah di atas, Allah sama sekali tidak membedakan seruan antara amal yang besar atau pun amal yang dianggap sepele. Allah hanya meminta kita untuk sepenuh hati melaksanakan seluruh perintahnya. Jika kita cermati, sebenarnya tidak ada perintah Allah yang sepele dan tidak sepele, yang ada semuanya adalah perintah atau larangan dari Allah yang hukumnya bisa wajib, sunah, haram, makruh, dan mubah.
Penyebab Menyepelekan Amal
Beberapa sebab munculnya sikap sepele pada hukum Islam, yakni:
Pertama, kebodohan. Orang yang bodoh tidak akan mampu membedakan mana perkara yang wajib dikerjakan dan mana yang harus ditinggalkan, yang ada dalam pandangannya adalah penting atau tidak penting bagi dirinya.
Kedua, hawa nafsu. Akal manusia yang terkalahkan oleh hawa nafsu akan memunculkan sikap meremehkan hukum Allah.
Ketiga, sikap pongah diri. Kesombongan seseorang sering kali menyebabkan ia beranggapan bahwa amal-amal kebajikan yang menurutnya sepele tidak mau ia lakukan.
Keempat, mencari pembenaran atas dirinya yang tidak mengerjakan suatu amalan. Ia mencukupkan diri dengan kewajiban Allah yang ia anggap lebih besar pahalanya. Misalnya seseorang yang telah merasa cukup dengan amalan dakwahnya, lalu ia enggan melakukan amalan-amalan sunah karena beranggapan pahala amalan dakwahnya telah cukup besar. Padahal besarnya amalan itu hanya ada di dalam kepalanya, realisasinya belum tentu demikian. Sebab hanya Allah yang berhak menilai aktivitas hamba-Nya.
Kerugian Menyepelekan Amal
Rugi adalah satu kata yang pantas untuk disematkan pada mereka yang doyan menyepelekan amal. Sebab menyepelekan amal sejatinya akan menjauhkan kita dari Allah dari keremehan kita akan ketaatan kepada-Nya.
Anas bin Malik pernah berkata, “Sesungguhnya kamu kini telah melakukan amal perbuatan yang dalam pandanganmu itu adalah sepele, sekecil rambut, padahal perbuatan itu dahulu, di masa Nabi Saw. kami anggap termasuk dari perbuatan yang merusak agama.”
Lakukan Perubahan
Penyepelean amalan bisa kita cegah dengan cara:
Pertama, meningkatkan pemahaman diri. Semakin banyak hak yang kita kaji akan semakin jelas mana yang hak dan mana yang batil. Semua akan tersingkap sampai ke bagian paling kecil dari suatu kebenaran atau kebatilan. Sehingga semangat untuk beramal saleh akan semakin menggelora dalam jiwa-jiwa kita.
Kedua, berjiwalah terbuka untuk mau menerima nasihat dan peringatan dari siapa pun mereka. Selama yang mereka sampaikan adalah kebaikan, terimalah dengan jiwa terbuka dan hati yang lapang.
Ketiga, belajarlah dari generasi salaf saleh. Generasi terdahulu juga sarat dengan keteladanan. Sahabat-sahabat Rasulullah adalah generasi yang paling banyak berjuang untuk Islam, tapi mereka tetap giat dan bersemangat mengerjakan amal saleh.
Keempat, perbanyak doa dan ampunan kepada Allah. Sebagai manusia tentu kita tidak luput dari salah dan khilaf. Selalu ada kebaikan yang terlewat dari kita atau kelalaian yang kita lakukan. Seringlah memohon kepada Allah agar kita senantiasa diberi kekuatan untuk beramal saleh.
Khatimah
Tak ada kebaikan atau keburukan yang bisa disepelekan. Selama ini manusia hanya memandang perkara sepele dan tidak sepele hanya dari kacamata dirinya, bukan kacamata syariat.
Akal manusia cukup terbatas dan subjektif menetapkan sepele dan tidak sepele. Oleh karenanya syariatlah yang berhak menentukan hukum suatu perbuatan, apakah perbuatan itu wajib, sunah, mubah, makruh, atau haram, bukan sepele atau tidak sepele!
Wallahu’alam bishowab []
Ya Rabb limpahkan terus diri kami hidayah agar tdk bemudah2 menyepelekan dosa meski sekecil biji sawi.
Keren penuh nasehat bermutu. Jazakillah khairan dek Arum
Sami2 mbakku sholiha....
beruntunglah kita sebagai muslim karena apa pun bisa menjadi pahala. Tersenyum saja sudah dapat pahala. Pantaslah Rasulullah mengatakan semua manusia bisa masuk surga kecuali yang enggan. Dan kita bisa memahami itu setelah memahami bagaimana Islam mengatur mulai dari akidah, syariah, hingga dakwah. Memberi kesempatan kepada muslim mengejar pahala terbaiknya.
Iya mbak, byk bgt pintu pahala dr Allah...
MasyaAllah... benar bangets. Kita terlalu pede dengan menganggap telah melakukan amal besar dan yakin kalau amal kita telah diterima. Padahal terlalu pede merupakan bagian dari kesombongan hati manusia. Dan sombong termasuk dari dosa besar ya mbak
Akhirnya tanpa sadar kita telah terjebak dalam sikap jahil bukan sekadar tidak mengerjakan amalan yang dianggap bernilai kecil. Namun, justru kita juga telah melakukan kesalahan yang fatal yakni memiliki hati yang sombong. Astagfirullah....astaghfirullahal'azim
Bnr mbak, astaghfirullah....