Kesalahan memaknai rezeki akan membuat sengsara, karena akan menyita seluruh waktu hidupnya untuk mengejar sesuatu yang telah Allah jaminkan kepadanya.
Oleh. Isty Da’iyah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Rezeki adalah anugerah dari Allah yang unik dan penuh pesona. Keberadaannya akan selalu ditunggu oleh umat manusia. Pada hakikatnya rezeki kita sudah diatur oleh Allah Swt. Namun, selama ini manusia banyak yang menganggap jika rezeki hanyalah masalah harta dunia semata. Sehingga banyak yang mati-matian mengejarnya.
Maha Suci Allah yang telah menurunkan rezeki-Nya kepada manusia. Namun, apabila manusia tidak paham rahasianya, niscaya hari-harinya akan diperbudak olehnya. Kesalahan memaknai rezeki akan membuat sengsara, karena akan menyita seluruh waktu hidupnya untuk mengejar sesuatu yang telah Allah jaminkan kepadanya.
Hakikat Rezeki
Banyak manusia berpikir jika rezeki itu hanya berupa harta dunia. Padahal rezeki adalah sebuah komponen, dengan kata lain rezeki tidak berdimensi tunggal yakni harta saja. Namun, rezeki memiliki makna yang luas, yakni apa yang kita miliki sejatinya itulah hakikat rezeki. Misalnya, rezeki sehat, rezeki pasangan dan anak yang saleh, komunitas yang baik yang selalu memberikan semangat yang mengajak untuk selalu taat, rezeki dimudahkan dalam memahami ilmu, dan lain sebagainya.
Menggapai rezeki yang berlimpah dalam artian adalah kekayaan, merupakan impian setiap orang. Namun, saat ini manusia lebih mengagumkan kekayaan materi daripada kekayaan ruhani, padahal dalam kenyataannya kekayaan ruhani lebih hakiki daripada kekayaan materi semata.
Tidak dimungkiri bahwa setiap muslim mempunyai kewajiban untuk menjemput rezekinya. Namun, perlu diingat tolak ukur rezeki adalah bukan banyaknya harta, tetapi adalah keberkahannya.
Rezeki yang berkah adalah rezeki yang bisa menambah ketaatan, dan bisa lebih mendekatkan diri kepada Allah Swt. Serta bisa bermanfaat bagi orang lain, baik dunia dan akhirat.
Memaknai Rezeki Berupa Harta
Tidak ada larangan di dalam Islam untuk memenuhi kebutuhan dan mencukupkan rezeki yang berupa harta dunia. Namun, harus sesuai dengan syariat-Nya. Karena rezeki yang berupa harta, pasangan, dan anak-anak adalah perhiasan dunia semata yang tidak lebih baik dari surga. Sebagaimana Allah berfirman dalam surah Al-Kahfi ayat 46 yang artinya:
“Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh, adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik menjadi harapan.”
Rezeki yang berupa kaya harta adalah bagian dari ujian yang diberikan Allah. Sama halnya dengan kemiskinan. Karena Allah Maha Berkehendak untuk memberikan sesuatu kepada makhluk-Nya. Sebagaimana yang termaktub dalam Al-Qur’an surah Al-Isra’ ayat 30 yang artinya:
“Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki, dan menyempitkannya. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hambanya.”
Memiliki harta kekayaan di dunia memang sering menjadi impian banyak orang. Namun, tidak semuanya berhasil mewujudkan impiannya untuk menjadi orang yang kaya harta. Tidak salah memang Jika seorang bercita-cita ingin mempunyai banyak harta. Namun, harus diingat semua adalah bagian dari ketentuan Allah Swt. Karena sejatinya kekayaan dan kemiskinan adalah bagian dari ujian dari Allah bagi hamba-hamba-Nya. Ini juga bergantung pada seberapa besar ikhtiar para hamba. Ada yang berhasil melewati ujian kekayaan dan ada juga yang berhasil melewati ujian kemiskinan.
Sehingga patutlah kita menjadikan hanya Rasulullah sebagai teladan dan cerminan kaum muslim. Beliaulah rujukan kita sepanjang masa, termasuk dalam perkara-perkara mengumpulkan harta dunia. Karena banyak sahabat beliau yang merupakan para hartawan. Dalam berbagai riwayat dikisahkan bahwa kekayaannya bisa mendukung dakwahnya.
Islam telah memberikan jalan bagi umatnya untuk mendapatkan harta dunia. Sahabat Nabi yang kaya di antaranya: Abu Bakar, Abdurrahman bin Auf, Mush’ab bin Umair, dan Utsman bin Affan, para sahabat kaya inilah yang mampu mendukung perjuangan Islam terutama setelah hijrah ke Madinah. Mereka membebaskan budak dari majikan yang zalim, menyediakan peralatan perang, perbekalan, serta kendaraan terbaik seperti unta dan kuda.
Tiga Kategori Rezeki
Berbicara tentang memaknai rezeki, disebutkan dalam Al-Qur’an ada tiga kategori rezeki, yaitu:
Pertama, rezeki yang sudah dijamin, artinya tidak ada keraguan bahwa setiap makhluk yang Allah ciptakan, dari makhluk terkecil sampai terbesar, dari hewan melata hingga manusia, semuanya telah dijamin rezekinya. Hal ini termaktub dalam Al-Qur’an surah Hud ayat 6 yang artinya:
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah yang memberi rezekinya.”
Sehingga tidak boleh ada kerisauan di hati kita karena Allah telah melengkapi kita dengan rezeki. Yang harus dikhawatirkan adalah cara kita menjemput rezeki itu dengan cara yang halal atau haram.
Kedua, rezeki yang digantungkan, yaitu ketika kita diberi jatah rezeki seukuran karung tetapi kita malas dan tidak bersungguh-sungguh lalu kita hanya mendapatkan sekadar satu kantong plastik, maka bukan karena kita tidak memiliki jatah rezeki, melainkan kita kurang terampil menjemput jatah rezeki kita. Sehingga hal ini haruslah menjadikan kita untuk lebih giat dalam menjemput rezeki.
Jika kita berjuang dengan segala daya upaya dengan niat, dan cara yang benar dalam berikhtiar, maka ganjarannya akan tetap berlimpah kepada kita. Demikian juga sebaliknya jika kita salah dan caranya tidak benar kita akan tetap mendapatkan rezeki, tetapi statusnya dari halal menjadi haram, dan tidak ada keberkahan sama sekali. Maka usaha yang kuat diperlukan untuk menjemput rezeki yang digantungkan oleh Allah. Sebagaimana yang termaktub dalam surah Ar-Ra'd ayat 11 yang artinya:
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.”
Ketiga, rezeki yang telah dijanjikan oleh Allah untuk orang yang pandai bersyukur. Yakni rezeki bagi orang-orang yang meyakini janji Allah yang selalu memberi lebih kepada orang yang bersyukur. Ibarat sebuah ember yang tidak begitu besar, tetapi di atasnya ada mata air yang selalu mengalir. Ember itu selalu tersedia air yang bisa diminum oleh siapa saja, dan tidak mengurangi sedikit pun volume air di ember tersebut. Meskipun rezeki untuk dirinya terbatas, tapi manfaat kebaikannya tidak terputus. Sebagaimana yang termaktub dalam surah Ibrahim ayat 7 yang artinya:
”Sesungguhnya jika kamu bersyukur niscaya Aku menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari nikmatku sesungguhnya azabku sangat berat.”
Semoga Allah mudahkan bagi kita semua untuk bisa menjadi individu yang bersyukur dan bijak dalam memaknai rezeki.
Wallahu’alam bishawaab []
Berada di keluarga besar NP juga rejeki. He he he
Tidak ada yang memberi rezeki selain Allah. Ini menunjukkan bahwa Allahlah Pemberi rezeki. Ini merupakan penyandaran (penisbatan) yang hakiki.
Konsep keyakinan pada rezeki akan menghasilkan muslim yg produktif.
Jzk khoir tim np dan penulis
Alhamdulillah, jazakillah khoir tim NP telah menayangkan artikel ini.