Menjelajah Rasa

Menjelajah Rasa

Menjelajah rasa untuk memurnikan pola sikap membutuhkan bukti nyata dengan kesungguhan dan keseriusan dalam timbangan syariat semata.

Oleh. Afiyah Rasyad
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Duhai, dunia ini adalah tempat persinggahan sementara saja. Manusia banyak terjebak di antara serpihan kenikmatan dunia. Celakanya, permainan rasa kerap menjadi parameter daya dan upaya yang menghiasi jejak di alam semesta. Menjelajah rasa senantiasa terhias untuk menilai dan bahkan justifikasi sebuah fakta yang terindra. Banyak pula manusia yang senang berpendapat gurau dan menjejer tawa hanya untuk kesenangan yang fana.

Menjelajah Rasa di Belantara Ujian Kehidupan

"Harap Tenang, Ada Ujian!" Tulisan itu sangat familier saat musim ujian di sekolah. Sejatinya, ujian kehidupan itu pun ada dalam tiap helaan napas manusia. Ujian ini yang kemudian membuat manusia menjelajah rasa di kedalaman jiwa sembari menuntaskan ujian demi ujian yang melanda. Benar, dunia ini adalah belantara ujian kehidupan yang menuntut ketegasan dan ketangguhan sikap dalam mengarunginya.

Menjelajah rasa di belantara ujian kehidupan adalah salah satu konsekuensi keimanan untuk memacu rasa berani menghadapi ujian dengan lapang dada. Tak ada kamus "melipat rasa berani" sehingga menjadi manusia rendah diri dalam menelusuri belantara ujian yang selalu datang kapan saja. Menjelajah rasa seharusnya menjadi bukti nyata keseriusan dan kesungguhan dalam mencapai semua kondisi yang ada.

Menjelajah rasa di belantara ujian kehidupan tak boleh padam meski hanya satu detik saja. Rasa lelah memang terkadang akan berkunjung untuk melemahkan akal dan jiwa. Namun, seorang muslim pantang berputus asa karena memang haram hukumnya. Selelah apa pun jiwa, ekspedisi menjelajah rasa harus dituntaskan agar bersua rasa tenang dan bahagia.

Rasa sabar adalah salah satu rasa kristal yang harus selalu ada dalam tiap langkah dan di dalam jiwa. Rasa sabar juga merupakan sebuah kewajiban bagi setiap muslim dalam memecahkan ujian kehidupan yang akan selalu datang sebelum nyawa terpisah dari raga. Setiap manusia, apa pun wataknya harus berselendang rasa sabar dalam menjelajah rasa agar tak pernah tersesat dalam serakan tipu daya dunia. Maka perlu diingat firman Allah Taala:

فَٱصْبِرْ صَبْرًا جَمِيلًا

"Bersabarlah kamu dengan kesabaran yang baik." (QS. Al-Maarij: 5)

Perintah memupuk rasa sabar ini termaktub dalam Al-Qur'an yang mulia. Tafsir Muyasar menjabarkan bahwa Rasulullah saw. saja diminta bersabar atas penghinaan mereka (kaum kafir Quraisy) dan keinginan mereka agar azab disegerakan dengan kesabaran yang tidak mengandung kesedihan dan keluh kesah kecuali kepada Allah semata. Betapa orang paling dicintai Allah saja menghiasi diri dengan kesabaran istimewa, sungguh setiap muslim pun wajib meneladaninya dalam menjelajah rasa dalam belantara ujian kehidupan dunia.

Menjelajah Rasa Disertai Bait-Bait Doa

Menjelajah rasa untuk memurnikan pola sikap membutuhkan bukti nyata dengan kesungguhan dan keseriusan dalam timbangan syariat semata. Setiap orang tentu pernah menjelajah rasa saat hati sedang mengembara dan bersua belantara. Apalagi muslim yang akan menapaki kehidupan dengan rasa takwa yang menyatu dalam jiwa. Dorongan keimanan akan terus berkeringat dan menghasilkan bukti nyata untuk mengembangkan pola pikir dan pola sikap yang sama.

Menjelajah rasa dalam tiap serpihan belantara ujian kehidupan tentu tak boleh dengan tangan kosong belaka. Timbangan syariat Islam yang terangkum dalam pola pikir harus terealisasi nyata sekaligus disertai bait-bait doa. Menjelajah rasa dengan berpijak ke bumi, melalaikan bait-bait doa agar terus mengangkasa adalah perpaduan istimewa dalam menuntaskan setiap ujian yang datang melanda.

Seorang muslim tak boleh larut dalam jelajah rasa dengan membiarkan diri dikuasai tipu daya dunia. Kenikmatan dunia hanya fana dan sementara saja. Menjelajah rasa disertai bait-bait doa harus terikat dalam ratusan ketaatan pada Sang Maha Pencipta. Hakikat hidup dunia pun harus diselesaikan dengan perpaduan pola pikir dan pola sikap yang melibatkan rasa, tentu harus disertai bait-bait doa agar terhindar dari kesalahan fatal memaknainya.

Setiap muslim yang beriman harus menyadari bahwa menjelajah rasa dalam mengarungi belantara ujian kehidupan adalah untuk menaikkan level keimanan di hadapan Allah Taala. Kenapa pula harus disertai bait-bait doa? Sebab, setan akan terus menggoda siapa saja agar berpaling dari tujuan hidupnya dan menjadi lemah lalu bergurau durja dan berputus asa. Muslim itu memang tinggi derajatnya, dalam menjelajah rasa tak boleh lemah. Hal itu sudah dijelaskan Allah dalam firman-Nya:

وَلَا تَهِنُوْا وَ لَا تَحْزَنُوْا وَاَ نْتُمُ الْاَ عْلَوْنَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ

"Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang yang beriman." (QS. Ali Imran: 139)

Jelas bahwa setiap muslim harus memiliki semangat membara dalam menjelajah rasa dengan menjadikan syariat Islam sebagai parameternya dan selalu disertai bait-bait doa agar tak berujung sengsara. Allah telah menetapkan belantara ujian pada tiap manusia sesuai dengan takaran yang sesuai kemampuannya. Maka, sabar dalam menjelajah rasa dan merajut dengan bait-bait doa adalah upaya yang dalam kuasa manusia. Doa yang dilangitkan insyaallah akan Allah kabulkan sebagai tanda cinta. Sebagaimana firman-Nya:

اَمَّنْ يُّجِيْبُ الْمُضْطَرَّ اِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوْٓءَ

"Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila dia berdoa kepada-Nya." (QS. An-Naml: 62)

Penutup

Mari diingat bersama bahwa tak akan ada yang sia-sia dari setiap upaya menjelajah rasa dengan taburan sabar dan bait-bait doa. Seberat apa pun belatara ujian kehidupan dunia tak akan membuat muslim putus asa selama menjadikan syariat Islam sebagai sandaran utama dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tempat bergantung atas segala daya dan upaya. Dari sini, penjelasan rasa akan bermuara hakikat bahagia, yakni meraih rida Allah Taala.

Wallahu a'lam bishawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Penulis Inti NarasiPost.Com
Afiyah Rasyad Penulis Inti NarasiPost.Com dan penulis buku Solitude
Previous
Menanamkan Sikap Tasamuh dalam Keluarga
Next
Memuliakan Tamu
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Mimy muthmainnah
Mimy muthmainnah
7 months ago

Masyaallah barakallah mb Afiyah Rasyad. Pengayuh semangat yang tiada mengenal kata pantang putus asa. KEREN

Firda Umayah
Firda Umayah
7 months ago

Motivasi rasa sastra. Muslim memang pantang putus asa dari rahmat Allah dalam menghadapi segala ujian. Barakallah untuk penulis

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram