Apakah harta kita mampu menjadi amal jariah yang terus mengalir ataukah menjadi fitnah hingga tercampak ke neraka?
Oleh. Reni Adelina, C.ITQ.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Ketika berada di sebuah forum diskusi, kerap kali kita mendengar sebuah nasihat yang mengatakan bahwa harta tidak dibawa mati. Benarkah demikian? Justru, kalimat tersebut bagi penulis kurang tepat, karena sejatinya harta itu dibawa sampai mati. Lah, kok bisa? Mari kita ulas!
Islam, sebagai agama yang sempurna, sebenarnya berbicara sangat gamblang dan blak-blakan soal harta. Islam tidak melarang seseorang untuk menjadi kaya atau bahkan sultan kaya raya. Orang miskin yang bersabar dan qanaah memperoleh kemuliaan di sisi Allah Swt., namun begitu kita lebih disarankan untuk menjadi orang yang kaya, agar dapat berbuat lebih banyak untuk agama dan berbagi kepada sesama.
Seperti pelaksanaan ibadah haji dan umrah, ini semua membutuhkan biaya. Maka harta yang dikeluarkan menjadi pahala yang dibawa sampai mati. Nah, begitu juga ketika kita mengeluarkan harta untuk keperluan zakat, hibah, berinfak, sedekah, dan wakaf. Ini semua pasti membutuhkan biaya. Misalnya berwakaf Al-Quran untuk para penghafal Al-Quran, maka setiap huruf yang dilantunkan dari lisan penghafal Al-Quran, akan mengalir pahala jariah yang dapat menerangi alam kubur bagi yang berwakaf. Masya Allah, ini menunjukkan bahwa harta benar-benar bisa dibawa sampai mati.
Atau sama halnya, ketika kita memiliki sebuah kendaraan mewah, anggap saja seperti Pajero atau Fortuner, kendaraan ini juga bisa dibawa mati sebagai amal kebaikan. Asalkan kendaraan ini kita gunakan di jalan-Nya dan diperoleh dari cara yang benar.
Bukankah Allah juga memerintahkan kita untuk berjuang dengan harta dan jiwa? Ya, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 15, yang artinya, "Sesungguhnya orang-orang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar."
Mengambil Pelajaran dari para Sahabat
Ingatkah kita sejarah tentang Perang Tabuk? Perang di mana Rasulullah bersiap melawan bangsa Romawi. Perang ini merupakan bagian dari siasat politik luar negeri Rasulullah, agar wilayah futuhat Daulah Islam makin meluas. Perang Tabuk terjadi pada bulan Rajab, ketika itu kaum muslimin sedang dalam kesulitan menghadapi beberapa ujian seperti cuaca yang sangat panas dan tanah yang gersang. Di saat yang bersamaan pula, musim panen pun telah tiba, di mana buah-buahan telah matang dan siap untuk dinikmati. Tentu, ini menjadi ujian bagi kaum muslimin. Di mana mereka harus memilih berteduh di bawah pohon yang rindang dengan menikmati buah-buahan atau pergi berperang bersama Rasulullah menemui bangsa Romawi di tengah cuaca yang sangat panas. Tidak sedikit dari kaum muslimin yang mundur dan enggan pergi berperang, maka turunlah banyak ayat dalam surah At-Taubah yang menunjukkan bahwa Allah mencela orang yang tidak pergi berperang.
Namun, di tengah kesulitan yang dirasakan, demi tegaknya Islam di bumi Allah, masih banyak para sahabat yang berinfak untuk membiayai segala logistik perang. Di antara para sahabat yang terkenal banyak memberikan hartanya seperti Utsman bin Affan, yang membekali sepertiga tentara dengan hartanya, yaitu sepuluh ribu mujahid, kemudian ia membawa seribu dinar dan meletakkannya di tempat Rasulullah saw.
Sama halnya dengan Abdurrahman bin 'Auf, beliau berinfak seratus uqiyah perak, para sahabat yang lain pun juga banyak berinfak sehingga semua keperluan tentara telah terpenuhi.
Masyaallah, Allahu Akbar! Lihatlah, bagaimana para sahabat yang telah memberikan teladan hebat bahwa mereka berjihad dengan harta dan jiwanya.
Bahkan cerita yang sangat masyhur, sahabat Utsman bin Affan dengan hartanya pernah membeli sumur dari seorang Yahudi, sumur itu dikenal dengan nama sumur Raumah, sumur yang terletak di samping Masjid Qiblatain. Hingga saat ini, sumur tersebut digunakan untuk pengairan pohon kurma yang dikelola oleh pemerintah Arab Saudi melalui Departemen Pertanian. Hasil dari panen kurma tersebut pun dialokasikan untuk keperluan anak yatim dan orang-orang yang membutuhkan. Bahkan, hingga detik ini rekening milik Utsman bin Affan masih tetap ada dan mengalir pundi-pundi uang ke rekeningnya.
Harta pun Bisa Menjadi Fitnah
Beberapa kisah dari para sahabat telah kita ulas, banyak sekali pelajaran hebat yang bisa kita jadikan suri teladan dalam memperjuangkan kembali kehidupan Islam. Para sahabat tidak ragu-ragu untuk berjuang dengan jiwa dan harta mereka. Lalu bagaimana dengan kita?
Nah, ketika Allah memberikan jalan kemudahan dan kelapangan dalam rezeki, maka gunakanlah harta tersebut untuk agama Allah. Karena sejatinya, harta akan dibawa mati, harta juga akan menjadi penentu surga dan neraka kita. Apakah mampu menjadi amal jariah yang terus mengalir ataukah menjadi fitnah hingga tercampak ke neraka. Naudzubillah min dzalik!
Ya, begitulah harta akan menjadi cahaya atau fitnah tergantung bagaimana kita mengelola harta tersebut saat masih hidup di dunia.
Islam sebagai agama yang sempurna, juga telah menurunkan syariat terkait ilmu warisan atau faraid. Hal ini bertujuan, walaupun seseorang telah meninggal dunia, ia akan meninggalkan hartanya sebagai warisan untuk ahli warisnya. Ketika para ahli warisnya tidak memahami syariat, maka terjadilah konflik dalam pembagian warisan. Konflik-konflik yang ditimbulkan para ahli waris tanpa disadari telah menjadi fitnah bagi si mayat dalam kuburnya.
Maka, sudah saatnya kita harus menjadi muslim yang cerdas dan bijak dengan senantiasa belajar syariat Islam secara rutin, agar kita memahami bagaimana berpikir dan bertindak sesuai syariat Islam, terkhususnya dalam mengelola harta.
Wallahu a'lam bishawab. []
Semoga kita semua bisa mengelola harta sesuai syariat-Nya
Bener Mbak. Harta dibawa sampai mati. Tinggal kota yang mengelola harta itu bagaimana. Untuk kebaikan apa keburukan. Dalam Islam semua ada tanggung jawabnya.