Dengan perawatan yang komprehensif dan dukungan yang tepat, banyak pasien ensefalitis dapat pulih dan menjalani kehidupan yang produktif dan bermakna.
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Pentingnya masyarakat mengenali jenis penyakit tertentu agar tidak mudah panik ketika mengalami gejala umum seperti panas atau demam. Sebagaimana halnya batuk atau pilek bisa diakibatkan karena perubahan cuaca yang tidak jarang pada saat terjadi wabah penyakit semisal Covid sering dianggap sebagai gejala penyakit yang membahayakan. Padahal, untuk menyimpulkan jenis penyakit tertentu membutuhkan diagnosa yang akurat.
Baru-baru ini sedang hangat dibicarakan tentang penyakit ensefalitis yang sering dianggap sebagai gangguan mental atau jiwa. Padahal, dalam ilmu kedokteran sebagaimana dikutip dari laman www.cnnindonesia.com (20-6-2024), dikatakan oleh Zicky Yombana, dokter spesialis saraf di Brawijaya Hospital Saharjo, bahwa penyebab ensefalitis sangat beragam, bisa karena infeksi bakteri, virus, jamur, TB, kondisi autoimun, dan masih banyak lagi.
Hanya saja, ensefalitis dapat menyebabkan berbagai gejala yang bervariasi dari yang ringan hingga berat, seperti sakit kepala, demam, kebingungan, kejang, dan bahkan koma. Mungkin karena adanya sebab kejang, dan kebingungan, penderita ensefalitis sering dianggap sebagai gangguan mental atau jiwa.
Gangguan Mental
Hal yang wajar karena peradangan otak yang disebabkan oleh ensefalitis dapat menyebabkan berbagai gangguan mental. Kerusakan pada jaringan otak dapat mengganggu fungsi normal otak, termasuk emosi, ingatan, dan perilaku.
Beberapa gangguan mental yang sering dikaitkan dengan ensefalitis meliputi:
- Depresi dan kecemasan.
Pasien ensefalitis sering mengalami perubahan suasana hati yang ekstrem, termasuk depresi dan kecemasan. Hal ini bisa terjadi akibat perubahan neurokimia dan kerusakan pada area otak yang mengatur emosi. - Gangguan psikotik.
Beberapa pasien mungkin mengalami gejala psikotik seperti halusinasi dan delusi. Ini sering kali disebabkan oleh kerusakan pada lobus temporal dan frontal otak. - Gangguan kognitif.
Ensefalitis dapat menyebabkan penurunan fungsi kognitif, termasuk kesulitan dalam memori, perhatian, dan pemecahan masalah. Ini sering terjadi akibat kerusakan pada jaringan otak yang berfungsi dalam proses kognitif. - Gangguan perilaku.
Perubahan perilaku seperti agresivitas, impulsif, dan perubahan kepribadian dapat terjadi pada pasien ensefalitis. Hal ini biasanya disebabkan oleh kerusakan pada lobus frontal otak yang mengatur pengendalian diri dan perilaku sosial.
Solusi Medis
Tindakan medis dapat dilakukan pada penderita ensefalitis yang disebabkan oleh infeksi virus atau bakteri, pengobatan dengan antivirus atau antibiotik mungkin diperlukan. Misalnya, asiklovir sering digunakan untuk mengobati ensefalitis yang disebabkan oleh virus herpes simpleks.
Jenis obat seperti kortikosteroid dapat digunakan untuk mengurangi peradangan otak. Kortikosteroid dapat membantu mengurangi gejala dan mempercepat pemulihan. Namun, jika pasien mengalami kejang, antikonvulsan mungkin diperlukan untuk mengontrol aktivitas kejang.
Selain itu, perlu adanya rehabilitasi setelah fase akut penyakit, rehabilitasi neurologis dan fisik mungkin diperlukan untuk membantu pasien memulihkan fungsi yang hilang dan meningkatkan kualitas hidup.
Solusi Psikologis
Selain perawatan medis, pendekatan psikologis juga penting untuk menangani gangguan mental yang diakibatkan oleh ensefalitis.
Ada beberapa tindakan terapi ensefalitis yang dapat dilakukan, seperti berikut ini:
Pertama, psikoterapi. Terapi kognitif dan perilaku (CBT) dapat membantu pasien mengatasi depresi, kecemasan, dan gangguan perilaku. Psikoterapi dapat membantu pasien memahami dan mengelola gejala mereka serta mengembangkan strategi koping yang efektif.
Kedua, konseling. Konseling individu atau kelompok dapat membantu pasien dan keluarga mereka memahami dampak ensefalitis dan bagaimana menghadapinya. Konselor dapat memberikan dukungan emosional dan membantu pasien dalam proses pemulihan.
Hanya saja, dalam beberapa kasus, obat psikiatris seperti antidepresan atau antipsikotik mungkin diperlukan untuk mengelola gejala gangguan mental yang parah. Namun, hal yang penting adalah dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas bagi pemulihan pasien ensefalitis. Lingkungan yang mendukung dapat membantu pasien merasa diterima dan termotivasi untuk pulih.
https://narasipost.com/medical/06/2024/ensefalitis-dan-gangguan-mental-apa-bedanya/
Dengan demikian, secara umum penanganan ensefalitis memerlukan pendekatan medis yang tepat untuk mengatasi infeksi dan mengurangi peradangan, serta pendekatan psikologis untuk mengelola gangguan mental yang mungkin timbul. Dengan perawatan yang komprehensif dan dukungan yang tepat, banyak pasien ensefalitis dapat pulih dan menjalani kehidupan yang produktif dan bermakna.
Solusi Islam
Islam menawarkan panduan yang komprehensif dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam menghadapi penyakit dan masalah kesehatan. Terapi dalam perspektif Islam tidak hanya mencakup pendekatan medis yang bersifat fisik, tetapi juga pendekatan spiritual yang melibatkan keyakinan dan praktik keagamaan.
Islam sangat mendorong umatnya untuk mencari pengobatan dan memanfaatkan kemajuan medis. Hal ini bukan berarti konsep tawakal tidak berlaku. Harus dibedakan antara tawakal yang berada pada ranah keimanan seorang muslim dan ikhtiar atau usaha sebagai konsep amal yang harus sesuai tuntunan syariat. Rasulullah saw. bersabda,
"Kalian berobatlah, karena Allah tidak menurunkan penyakit kecuali ada pula obatnya, kecuali satu penyakit, yaitu tua" (HR. Abu Dawud).
Selain itu, umat Islam didorong untuk menggunakan ilmu kedokteran modern dalam pengobatan. Pengobatan herbal yang dianjurkan oleh Nabi, seperti penggunaan madu, habbatussauda (jinten hitam), dan air zamzam, juga tetap relevan dan sering digunakan sebagai pelengkap pengobatan modern.
Namun, Islam adalah agama yang sempurna bila dikaitkan dengan pengobatan juga harus bersifat holistik. Oleh karena itu, Islam mengajarkan integrasi antara pendekatan medis dan spiritual dalam terapi penyakit. Keduanya berjalan beriringan dan saling melengkapi. Pendekatan medis bertujuan untuk mengatasi aspek fisik penyakit, sementara pendekatan spiritual bertujuan untuk menguatkan aspek mental dan emosional pasien.
Wallahu'alam bish Shawwab. []