Talasemia merupakan salah satu penyakit dengan biaya perawatan yang cukup mahal. Apalagi jika sampai terjadi komplikasi dari talasemia mayor.
Oleh. Arum Indah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Talasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan rusaknya sintetis hemoglobin akibat kelainan genetik atau mutasi genetik dan penghapusan fragmen gen tertentu. Ia merupakan penyakit keturunan, artinya setidaknya salah satu orang tua merupakan pembawa penyakit tersebut. Penderitanya biasanya harus rutin melakukan transfusi darah sejak masih dini, dikarenakan protein pembentuk hemoglobin utama berkurang atau tidak terbentuk, sehingga usia sel darah merah lebih pendek, mudah pecah, dan akan mengakibatkan anemia. Padahal sel darah merah berfungsi untuk mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh. Kondisi ini mengakibatkan anemia kronis, kelelahan, pucat, dan komplikasi lainnya.
Data yang diambil dari kemkes.go.id, menunjukkan bahwa sebanyak 300.000-500.000 anak-anak di dunia dilahirkan dalam kondisi talasemia mayor tiap tahunnya dan 80% di antaranya terjadi di negara-negara berkembang dan negara berpenghasilan rendah, termasuk Indonesia.
Di Indonesia, 3%-10% populasi di Indonesia merupakan pembawa sifat talasemia beta. Setiap tahun, setidaknya sebanyak 2.500 bayi lahir dengan kondisi talasemia beta mayor di Indonesia. Penderita penyakit ini di Indonesia terus mengalami peningkatan dalam kurun waktu 2014-2022. Di tahun 2022, terdapat 12.155 kasus. Ia termasuk salah satu penyakit yang berbiaya tinggi setelah jantung, gagal ginjal, kanker, dan stroke.
Penyebab Talasemia dan Jenisnya
Penyakit ini disebabkan oleh mutasi gen yang diturunkan pada subunit molekul hemoglobin yang memiliki dua pasang mata rantai yang disebut alfa-globin dan beta-globin. Kecacatan dari gen ini berpengaruh langsung terhadap adanya talasemia.
Ada dua jenis talasemia, yakni alfa dan beta. Tingkat keparahannya pun bergantung kepada karakteristik cacat gen yang diwariskan orang tua, mulai dari tanpa gejala, ringan, sedang, hingga berat.
Talasemia alfa, merupakan kondisi di mana hanya ada dua salinan gen alfa-globin pada kromosom 16 (pada orang normal, biasanya terdapat empat salinan gen alfa-globin yang diwariskan dari orang tuanya). Keparahannya tergantung pada jumlah gen yang hilang. Semakin tinggi hilangnya gen alfa-globin maka semakin parah tingkat sakitnya. Ia juga menjadi penyebab kematian janin, ibu, dan pascakelahiran.
Sedangkan talasemia beta, adalah kondisi di mana seorang individu mewarisi gen beta-globin yang rusak dari kedua orang tuanya. Biasanya ada dua salinan gen beta-globin pada kromosom 11. Tingkat keparahannya juga tergantung kepada jumlah gen rusak atau mutasi gen beta-globin. Talasemia beta yang parah dengan satu atau dua gen beta-globin yang hilang dan cacat, dapat bermanifestasi menjadi mayor pada usia 1 atau 2 tahun, yang ditunjukkan dengan gejala anemia berat. Seseorang dengan penderita mayor harus melakukan transfusi darah secara rutin.
Skema Penurunan Talasemia
Talasemia yang merupakan kelainan darah turunan, disebabkan adanya pernikahan antara dua individu yang memiliki riwayat sebagai penderita talasemia mayor atau pun pembawa sifat talasemia minor. Adapun skema penurunannya adalah sebagai berikut:
Jika kedua pembawa sifat talasemia menikah, maka akan menghasilkan kemungkinan pada tiap kehamilan: 25% anak akan sakit, 50% anak menjadi pembawa sifat talasemia, dan 25% anak akan sehat.
Jika seorang pembawa sifat talasemia menikah dengan seorang penyandang mayor, maka kemungkinan yang terjadi dalam setiap kehamilannya: 50% anak sakit dan 50% anak pembawa sifat.
Jika seorang penyandang mayor menikah dengan orang normal, maka 100% kehamilannya akan menghasilkan anak dengan pembawa sifat talasemia.
Jika seorang pembawa sifat talasemia menikah dengan orang normal, maka kemungkinan yang terjadi: 50% anak akan sehat dan 50% anak menjadi pembawa sifat.
Gejala Talasemia
Gejala spesifiknya bergantung kepada tingkat keparahan kelainan gen yang diturunkan. Gejala-gejalanya dapat meliputi:
Pembawa sifat talasemia biasanya bergejala dengan anemia ringan, seperti mudah lelah, lemah, atau bahkan tanpa gejala apa pun.
Gejala ringan seperti kelelahan, pertumbuhan lambat, pubertas tertunda, anemia, dan limpa yang membesar. Pada kondisi ini penderita talasemia hanya perlu transfusi darah sesekali.
Individu dengan gejala parah dan telah terdiagnosis talasemia mayor harus melakukan transfusi darah rutin. Gejalanya biasanya meliputi nafsu makan yang buruk, kulit pucat karena krisis hemolitik, kulit dan mata kuning, sulit bernapas, anemia berat, edema, bahkan gagal jantung.
Pengobatan dan Pencegahan
Pengobatan terhadapnya bergantung kepada tingkat keparahan. Pembawa sifat talasemia bisa hidup normal tanpa obat-obatan, tetapi seorang penderita berat, haruslah mendapat pengobatan dan perawatan sistematis, tes darah secara berkala, dan pemantauan gejala sepanjang hidupnya.
Pengobatannya bisa meliputi: transfusi darah, khelasi besi (penggunaan obat untuk pengaturan zat besi dan pencegahan kerusakan organ akibat zat besi berlebih karena transfusi darah), suplemen asam folat, splenektomi (operasi pengangkatan limpa), hingga transpalasi sumsum tulang dan transpalasi sel induk.
Talasemia merupakan salah satu penyakit dengan biaya perawatan yang cukup mahal. Apalagi jika sampai terjadi komplikasi dari talasemia mayor.
Skrining guna pencegahan dan pengurangan risiko bayi lahir dengan talasemia sangat perlu dilakukan. Dengan skrining, seseorang dapat mengetahui apakah ia mempunyai gen pembawa sifat penyakit tersebut atau tidak. Perlu diingat bahwa seorang pembawa sifat talasemia cenderung terlihat sehat dan tidak bergejala. Pembawa sifat ini hanya bisa terdeteksi dengan pemeriksaan cek darah.
Langkah yang dapat dilakukan selanjutnya adalah menghindari pernikahan antarsesama penderita baik minor maupun mayor untuk menghindari kelahiran anak dengan talasemia mayor.
Skriningnya diprioritaskan bagi mereka yang memiliki saudara kandung penderita talasemia, anak atau remaja kelas 1, 7, dan 10, calon pengantin, serta ibu hamil.
Pola Hidup Bagi Penderita Talasemia
Bagi para penderita yang ingin memiliki keturunan, mereka harus melakukan konseling genetik dan perawatan prenatal untuk menilai risiko dan pengambilan tindakan yang tepat demi mencegah penularan talasemia ke generasi mendatang.
Selain itu, para penderitanya juga harus menjalankan pola hidup sehat. Pola hidup sehat ini dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan tayib dan bergizi, pemeriksaan pranikah, program perawatan prenatal, pemeriksaan prakonsepsi, pemeriksaan kesehatan rutin tahunan, dan berolahraga secara teratur.
Dengan mengonsumsi makanan sehat dapat membantu perawatan dan memenuhi kebutuhan gizi tubuh bagi para penderita penyakit ini. Sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Baraqah ayat 168:
يٰٓاَيُّهَا النَّاسُ كُلُوْا مِمَّا فِى الْاَرْضِ حَلٰلًا طَيِّبًا ۖوَّلَا تَتَّبِعُوْا خُطُوٰتِ الشَّيْطٰنِۗ اِنَّهٗ لَكُمْ عَدُوٌّ مُّبِيْنٌ
Artinya: “Wahai manusia, makanlah dari makanan yang halal dan tayib yang terdapat di bumi dan janganlah kamu ikuti langkah setan, sungguh setan itu musuh yang nyata bagimu.”
Wallahu a'lam bishawab.[]
MaasyaaAllah, betapa nikmat luar biasa tatkala kita diberi tubuh yang sehat. Penderita talasaemia harus berjuang seumur hidup ya. jazakillah khoiron tulisannya yang mengingatkan agar selalu bersyukur atas tubuh yang sehat ini
Sami2, mbaak.
Baru tahu kalau talasemia dapat diturunkan dan memiliki gejala seperti yang dijelaskan di atas. Barakallah untuk penulis.
Wa fiik barakallah, mbak
Mau nangis banget pas baca bagian, bayi baru lahir juga bisa terkena talasemia :""")))
Barakallah Mbak Arum.
Wah bahaya juga ini penyakit, apalagi penyakit turunan. Semoga dihindarkan dari berbagai penyakit tersebut. Aamiin
Aamiin ya robbal'alamin
MaasyaAllah.. Dulu temanku mengalami ini, baru tau info lengkapnya. Sebab selama ini kalo baca artikel rasanya hanya menemukan sebagian" Info saja tidak lengkap dengan solusinya.
Terimakasih mbak Arum Barokallahufiik
Wa fiik barakallah mbak.
Terimakasih sdh mampir, mbak