"Di balik semua manfaat yang ada dalam kue tersebut, selalu ada harapan besar menanti sang anak dari orang tua. Ya, orang tua yang mengadakan tasyakuran dan menghadirkan kue ini, selalu berharap bahwa anak yang dilahirkan bisa selalu berbakti kepada kedua orang tuanya."
Oleh. Firda Umayah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Bagi orang Jawa, kata "iwel-iwel" atau "liwel-liwel" bukanlah kata yang asing. Karena iwel-iwel biasanya selalu hadir setelah seorang bayi lahir. Iwel-iwel atau liwel-liwel adalah nama salah satu kue basah yang harus ada di dalam tasyakuran kelahiran seorang anak dalam suku Jawa. Kata iwel-iwel atau liwel-liwel sendiri merupakan kata serapan dari doa dalam bahasa Arab yaitu li waliwalidayya. Ini merupakan potongan dari doa untuk kedua orang tua yaitu rabbighfirli waliwalidayya… yang artinya "Wahai Tuhanku, ampunilah segala dosaku dan dosa kedua orang tuaku".
Karena sulitnya orang Jawa menyebutkan lafal doa dengan benar, maka diambillah kata iwel-iwel. Kue ini diprediksi telah ada sejak zaman wali sanga hadir di tanah Jawa. Kue ini hadir dengan harapan anak yang dilahirkan menjadi anak yang saleh salihah yang berbakti kepada orang tua. Meskipun, ada pula yang menyebutkan bahwa iwel-iwel berasal dari bahasa Jawa, kemiwel yang berarti menggemaskan. Ini karena setiap bayi yang lahir memiliki sifat yang menggemaskan dan menjadi penyejuk hati orang tua dan keluarganya.
Kue iwel-iwel merupakan makanan yang terbuat dari campuran tepung ketan, tepung beras, kelapa parut, garam, dan gula merah. Proses pembuatan kue iwel-iwel sendiri adalah dengan mencampur semua bahan kecuali gula merah. Setelah bahan tercampur rata, kue diletakkan di atas alas daun pisang kira-kira dua sendok makan. Lalu diisi dengan parutan gula merah. Kue lalu dibungkus dengan membentuk segitiga dan dikukus hingga matang. Rasanya yang gurih dan manis menjadi ciri khas dari kue ini. Kue ini selalu dirindukan saat ada tasyakuran kelahiran bayi, tasyakuran "pitonan" (tujuh bulan usia anak) atau yang lainnya.
Kandungan karbohidrat yang terdapat dalam kue ini juga cukup besar dilihat dari komponen bahan yang digunakan. Kue ini juga memiliki sejumlah manfaat. Kandungan tepung ketan yang ada di dalamnya bermanfaat untuk membangun tulang yang kuat, meningkatkan kesehatan usus, dan mencegah sembelit. Kandungan tepung beras yang juga ada di dalamnya, membuat kue ini aman untuk dikonsumsi penderita mag. Adapun gula merah yang ada sebagai isian kue, bermanfaat untuk meningkatkan energi, memperbaiki sistem pencernaan, mencegah anemia, tinggi mineral, dll.
Namun, di balik semua manfaat yang ada dalam kue tersebut, selalu ada harapan besar menanti sang anak dari orang tua. Ya, orang tua yang mengadakan tasyakuran dan menghadirkan kue ini, selalu berharap bahwa anak yang dilahirkan bisa selalu berbakti kepada kedua orang tuanya. Inilah makna terdalam yang membuat kehadiran kue ini selalu terjaga.
Dalam Islam, berbakti kepada kedua orang tua adalah kewajiban bagi setiap anak. Terdapat banyak ayat dan hadis yang menjelaskan akan hal itu. Seperti firman Allah Swt. dalam Al-Qur'an surah Al-Ahqaf ayat 15.
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ اِحْسَانًا
"Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya…".
Begitu juga dengan surah Lukman ayat 14.
وَوَصَّيْنَا الْاِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِۚ حَمَلَتْهُ اُمُّهٗ وَهْنًا عَلٰى وَهْنٍ وَّفِصَالُهٗ فِيْ عَامَيْنِ اَنِ اشْكُرْ لِيْ وَلِوَالِدَيْكَۗ اِلَيَّ الْمَصِيْرُ
"Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada Aku kembalimu".
Dalam hadis Rasulullah, beliau saw. bersabda,
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُمَدَّ لَهُ فِي عُمْرِهِ وَأَنْ يُزَادَ لَهُ فِي رِزْقِهِ فَلْيَبَرَّ وَالِدَيْهِ وَلْيَصِلْ رَحِمَهُ
Artinya: "Siapa yang suka untuk dipanjangkan umur dan ditambahkan rizki, maka berbaktilah pada orang tua dan sambunglah tali silaturahmi (dengan kerabat)." (HR. Ahmad)
Namun perlu diperhatikan, bahwa baktinya seorang anak kepada orang tua tidak boleh bertentangan dengan perintah Allah dan Rasul-Nya. Jika orang tua memerintahkan kepada seorang anak perkara yang tidak sesuai dengan syariat Islam, maka anak tidak boleh menurutinya. Misalnya meminta anak untuk berpacaran, membuka aurat, melakukan kecurangan, dan lain-lain. Begitu juga sebaliknya. Baktinya seorang anak kepada orang tua juga bisa dilihat dari amar makruf nahi mungkar yang dilakukan anak kepada orang tua dan keluarganya.
Ketika seorang anak menjadikan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya dengan ketaatan yang penuh loyalitas, maka ini merupakan bukti baktinya seorang anak kepada orang tua. Anak juga akan selalu berusaha menjaga orang tua dan keluarganya agar senantiasa dalam ketakwaan kepada Allah Swt. Anak akan mengingatkan orang tua dengan cara yang makruf ketika orang tua mungkin lupa atau lalai akan syariat-Nya. Karena, ini merupakan salah satu perintah Allah yang harus dilakukan sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur'an surah At-Tahrim ayat 6.
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا قُوْٓا اَنْفُسَكُمْ وَاَهْلِيْكُمْ نَارًا وَّقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ عَلَيْهَا مَلٰۤىِٕكَةٌ غِلَاظٌ شِدَادٌ لَّا يَعْصُوْنَ اللّٰهَ مَآ اَمَرَهُمْ وَيَفْعَلُوْنَ مَا يُؤْمَرُوْنَ
"Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan."
Wallahu a'lam bishawab.[]