Jadi Ibu Cerewet? Harus atau Jangan?

"Ibu tidak boleh cerewet kepada anak dalam konteks negatif seperti mengomel tanpa memberi solusi, meluapkan amarah, atau merendahkan anak. Sebab cerewet jenis ini justru akan menjauhkan ibu dari cita-citanya melahirkan anak-anak cemerlang."

Oleh. Rizki Ika Sahana
(Pegiat Media dan Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Membincangkan topik ibu tidak pernah ada habisnya, ya. Karena ibu adalah nyawa bagi kehidupan, laksana sumber energi yang tak pernah mati. Apalagi di bulan Desember, nama ibu disebut-sebut nyaris di seantero jagat, nyata maupun maya. Pasalnya, Desember identik dengan momen peringatan Hari Ibu.

Lalu, apa yang paling kita ingat tentang sosok ibu? Ocehan ibu yang tiada henti mungkin jadi jawaban favorit. Sebab hampir setiap ibu melakukan hal yang sama, di setiap saat pun di setiap tempat. Iya apa iya, Gaes?

Fenomena ibu cerewet terhadap anak-anaknya itu jamak banget. Bahkan sangat wajar. Terutama di tengah kehidupan hari ini yang penuh kerusakan dan bencana sosial, membuat para ibu dilanda gelisah atau galau lagi merana sepanjang masa.

Derasnya liberalisasi di semua lini misalnya, mulai seks bebas hingga isu LGBTQ, membuat para ibu ketar-ketir tiada henti, khawatir anak-anaknya terbawa arus kebebasan yang tanpa batas. Yang tentu saja akan menjerumuskan mereka kepada dekandensi moral dan dehumanisasi. Ngeri!

So, ibu cerewet itu sesungguhnya adalah manifestasi kegalauan sekaligus ambisinya untuk mencetak generasi terbaik, Gaes. Bukankah para ibu hari ini sejatinya adalah pencetak pemimpin masa depan? Bukankah mereka juga arsitek sebuah peradaban? Karenanya, wajar jika ibu menjadi sosok yang paling berambisi mewujudkan anak-anak saleh, bertakwa, sekaligus pejuang agamanya.

Bagaimana dengan para jomlowati calon ibu? Sama, Gaes! Perempuan jomlo tak kalah mulianya dengan para ibu. Karena mereka juga hakikinya adalah ibu bagi generasi ini, sekaligus ibu yang kelak melahirkan penakluk Roma! Allahu Akbar!!

So, para ibu bukan hanya boleh dan perlu cerewet, tapi harus cerewet. Tentu dalam konteks yang tepat, ya. Yakni dalam konteks memotivasi anak dengan keimanan, memberi masukan-masukan berharga yang mampu membangun paradigma berpikir yang benar pada diri anak, juga dalam konteks amar makruf nahi mungkar untuk tujuan membimbing dan meluruskan perilaku anak yang melenceng dari syariat.

Ibu tidak boleh cerewet kepada anak dalam konteks negatif seperti mengomel tanpa memberi solusi, meluapkan amarah, atau merendahkan anak. Sebab cerewet jenis ini justru akan menjauhkan ibu dari cita-citanya melahirkan anak-anak cemerlang.

Udah sepakat berarti ya, Gaes, bahwa dalam konteks kebaikan, cerewet itu bukan hanya boleh atau perlu tapi harus bahkan wajib hukumnya.

Tentang keutamaan cerewet dalam konteks amar makruf nahi mungkar misalnya, Allah berfirman, "Orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka adalah penolong bagi sebagian yang lain. Mereka melakukan amar makruf nahi mungkar, mendirikan salat, menunaikan zakat serta menaati Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sungguh Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." (TQS At-Taubah [9]: 71)

Ayat di atas menggambarkan salah satu ciri khas kaum mukmin, termasuk para ibu di dalamnya, yakni senantiasa beramar makruf nahi mungkar. Sangat jauh berbeda dengan Bani Israil terlaknat yang tidak melarang kemungkaran di antara mereka (QS al-Maaidah [3]: 79). Kaum mukmin juga berbeda dengan kaum munafik yang justru giat melakukan amar munkar nahi makruf (QS At-Taubah [9]: 67). Naudzubillah.

Allah juga berfirman, "Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia; melakukan amar makruf nahi mungkar dan mengimani Allah." (TQS Ali Imran [3]: 110)

Mengomentari ayat tersebut, Syekh As-Sa’di rahimahullah menjelaskan, “Allah memuji umat ini. Allah mengabarkan bahwa mereka adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia. Hal ini karena mereka menyempurnakan diri mereka dengan iman, yang mengharuskan mereka untuk menunaikan semua perintah Allah. Juga karena mereka menyempurnakan orang lain dengan cara amar makruf nahi mungkar, yang di dalamnya terkandung dakwah ke jalan Allah. Mereka bersungguh-sungguh di dalam dakwah tersebut. Mereka mengerahkan seluruh kemampuan mereka di dalam mengembalikan manusia dari kesesatan dan kesalahan mereka (menuju ke jalan hidayah).” (As-Sa’adi, Tafsir Karim ar-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan, 1/143)

Masyaallah, ternyata cerewet itu bukan hanya hal positif, tapi juga dipandang sebagai keutamaan dalam Islam!

Sayang dalam kenyataannya, ibu seringkali malas cerewet kepada anak-anaknya, dengan alasan nasihat dan perkataannya tidak membawa pengaruh berarti terhadap tingkah laku anak-anak mereka. Ibu merasa lelah bercampur kesal, lalu bersikap apatis lantaran nasihat-nasihatnya tak diacuhkan, hanya masuk ke telinga kanan lalu keluar ke telinga kiri.

Di sisi lain, anak pun ogah mendengar ceramah ibu sepanjang hari. Apalagi kalau kontennya itu lagi itu lagi. Bagi anak, apa yang disampaikan ibu tak ubahnya seperti kaset rusak yang diputar berulang kali. Mereka merasa illfeel dan malas mendengarnya. Hehee, kamu juga?

Nah, supaya ibu dan anak satu frekuensi dalam memahami cerewetnya ibu (yang positif), maka ada hal-hal penting yang harus dipahami ibu dan anak. Agar ibu maupun anak harmoni dalam menjalani kehidupan yang diliputi suasana perjuangan, yakni fastabiqul khairat, berlomba-lomba dalam kebaikan. Masyaallah!

Berikut beberapa poin yang harus dipahami oleh para ibu, agar tidak mudah patah semangat untuk terus cerewet kepada anak.

  1. Ibu harus menanamkan dalam dirinya mindset yang benar tentang anak. Bahwa anak adalah amanah dari Allah yang kelak akan dipertanggungjawabkan di hari penghisaban.
  2. Ibu harus memahami bahwa menjaga diri dan keluarga (termasak di dalamnya adalah anak-anak) adalah peran vital orang tua, yakni ayah juga ibu.
  3. Ibu harus memahami kewajiban amar makruf nahi mungkar wajib ditunaikan, termasuk kepada anak-anak buah hatinya.
  4. Ibu harus belajar lebih banyak bagaimana berkomunikasi yang baik, menyenangkan, efektif, sekaligus berpengaruh terhadap anak-anak, sehingga cerewetnya ibu akan selalu dirindu.
  5. Semangat ibu cerewet kepada anak, adalah semangat lillah billah. Maka cerewet itu harus dengan hati (kasih sayang), yakni dalam rangka menjaga anak-anak dari kerusakan, bukan cerewet semata karena emosi lebih-lebih didorong oleh spirit konfrontasi.
  6. Ibu selalu mendoakan anak, meminta kepada Allah untuk melembutkan hatinya agar menerima kebaikan nasihat dari ibu.

Dengan poin-poin tersebut, meski hasilnya belum tampak, ibu harus yakin upayanya tidak pernah sia-sia di mata Allah. Sehingga ibu akan berfokus pada proses/upaya, pantang menyerah sampai kapan pun. Karena ibu sejatinya hanya diperintahkan untuk ikhtiar, sementara yang Maha Membolak-balikkan hati anak-anak adalah Allah saja.

Nah, kita sebagai anak harus bagaimana dong?

Sebagai anak hendaknya kita melakukan poin-poin berikut yaa!

  1. Menanamkan mindset yang benar dalam diri bahwa berbakti kepada orang tua adalah keutamaan dan kemuliaan, termasuk mendengarkan semua nasihat ayah juga ibu. Bukan hanya pahala besar yang akan diraih, bahkan seorang anak yang berbakti kepada kedua ortunya dengan sungguh-sungguh akan Allah persilahkan masuk surga melalui pintu utama surga, yakni pintu yang paling besar, yang paling megah, juga yang paling indah. Masyaallah!
  2. Memahami amar makruf nahi mungkar sebagai kewajiban seorang muslim terhadap muslim yang lainnya. Sehingga ketika orang tua, terutama ibu, cerewet soal hal-hal prinsip dalam agama, atau hal-hal yang cuma remeh temeh tapi ada kebaikan di sana, maka seharusnya kita sebagai anak bahagia karena orang tua telah menunaikan kewajiban yang ditetapkan oleh Allah, sekaligus bersyukur memiliki orang tua yang menyayangi hingga ke kampung akhirat.
  3. Membuka diri dengan dialog yang santun, relaks tapi tetap hormat, kepada orang tua terutama ibu, manakala cerewetnya ibu sudah mengganggu kualitas hidup atau mental kita, atau cerewetnya ibu tidak ada korelasi sama sekali dengan situasi yang sedang terjadi misalnya.
  4. Jangan lupa selalu doakan ibu. Doakan beliau memahami cita-cita kita, harapan kita, keinginan kita, sehingga tidak terjadi salah paham, bahkan justru ibu akan memberikan support terbaik lagi pembelaan.

Jika kita sebagai anak memahami poin-poin di atas dengan baik, maka cerewetnya ibu itu bukan masalah, justru akan selalu kita kangenin. Karena kita paham, ibu cerewet sebab inginkan kita menjadi hamba Allah yang bertakwa.

Masyaallah, ternyata di balik cerewetnya ibu, ada visi besar yang hendak diraih, yakni surga dan rida Allah. Maka mestinya kita menyambutnya dengan tangan terbuka lagi hati yang lapang. Wallahu a'lam.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Rizki Ika Sahana Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Wahai Pemuda Islam, Kenali Jati Dirimu!
Next
Jilbab dan Pemahaman Remaja Muslim
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram