Child Grooming Mengintai Remaja

Child Grooming

Pelaku child grooming biasanya melakukan tindakan love bombing agar korban teperdaya dan dapat dikendalikan dengan mudah.

Oleh. Dila Retta
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Sebagai salah seorang pengguna sosial media yang cukup aktif, saya sering menjumpai berbagai konten-konten yang dibagikan oleh anak-anak kalangan remaja tentang kisah romansanya. Tidak sedikit dari mereka yang berbangga memamerkan kebersamaannya dengan seseorang yang dianggap sebagai tambatan hati. Pada usianya yang masih jauh dari kata dewasa bahkan masih tergolong terlalu dini, mereka tidak segan-segan mengunggah berbagai kegiatan bersama kekasih layaknya telah menjadi pasangan suami istri.

Bagi khalayak, hal-hal seperti ini telah dianggap wajar di era sekarang, di mana kebebasan serta kesenangan sesaatlah yang dijadikan tujuan. Dan mirisnya, selain karena makin banyak dari kita yang berusaha menormalisasi dan membiarkan perbuatan-perbuatan demikian, masih banyak pula yang belum mengetahui munculnya potensi kejahatan seksual sebab hubungan yang dilakukan oleh generasi-generasi muda kita pada usia dini. Salah satu tindak kejahatan tersebut dikenal dengan istilah child grooming.

Mengenal Child Grooming

Child grooming dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketika seseorang berusaha membangun kedekatan intens secara emosional dan psikologis dengan anak di bawah umur dengan tujuan untuk memanipulasi, mengeksploitasi, hingga melakukan tindak pelecehan seksual. Tindakan ini bisa dilakukan oleh siapa saja tanpa ada yang menyadari dan mencurigainya, karena pelaku akan melakukan pendekatan dalam jangka waktu cukup lama agar mendapatkan kepercayaan baik dari korban maupun keluarga sebelum menjalankan aksi-aksinya.

Fenomena child grooming memang tidak termasuk kelainan seksual sebagaimana berbagai jenis penyimpangan seperti gay atau semacamnya, namun hal ini juga sangat membahayakan hingga perlu mendapat perhatian lebih agar dapat diantisipasi serta diatasi sebab memberikan dampak buruk jangka panjang kepada korban.

Dalam menjalankan aksinya, pelaku biasanya terlebih dahulu memilih dan mengawasi siapa yang akan menjadi targetnya. Seseorang yang menjadi target oleh para pelaku biasanya adalah mereka yang kurang mendapat kasih sayang serta perhatian, tidak memiliki cukup teman, dan cenderung aktif di sosial media saja. Ketika dirasa telah mendapatkan target yang sesuai, pelaku akan mulai melakukan pendekatan emosional dengan mengumbar rayuan, menghujani korban dengan perhatian dan pemberian hadiah, melakukan tipu daya untuk memanipulasi psikis mereka, hingga pada akhirnya melakukan eksploitasi dan pelecehan seksual saat kepercayaannya sudah benar-benar didapatkan.

Pelaku child grooming biasanya melakukan tindakan love bombing agar korban teperdaya dan dapat dikendalikan dengan mudah.

Dampak Tindakan Child Grooming

Ketika seseorang telah menjadi korban atas tindakan child grooming, mereka akan mengalami beberapa dampak negatif baik secara fisik maupun psikis.

Di antara dampak yang ditimbulkan adalah:

  • Kehilangan rasa percaya diri dan enggan bersosialisasi dengan dunia luar sehingga menghambat perkembangan anak
  • Sangat memungkinkan mengalami trauma dan gangguan psikis seperti depresi
  • Berpotensi menjadi pelaku pelecehan seksual ketika sudah tumbuh dewasa
  • Mengalami luka fisik pada organ intim dan rentan mengalami penyakit menular seksual

Dalam mengidentifikasi apakah anak-anak di sekitar kita menjadi korban child grooming memang tidak mudah, terlebih karena saat ini menjalin hubungan dengan seseorang yang terpaut usia cukup jauh telah dianggap biasa. Namun hal yang benar-benar perlu kita perhatikan di sini ialah apabila mereka yang masih berusia belasan tahun atau remaja mulai berani menjalani hubungan romansa, terlebih dengan seseoarang yang usianya jauh lebih tua. Karena dikhawatirkan mereka berpotensi mengalami tindakan child grooming tanpa disadari.

Biasanya, seseorang yang mengalami child grooming akan menjadi lebih tertutup karena pelaku akan senantiasa berusaha untuk mengisolasi korban dari lingkungan sekitar. Selain itu, gaya komunikasi seseorang yang menjadi korban child grooming juga lebih dewasa jika dibandingkan dengan anak-anak lain seusianya.

Agar Anak Tidak Menjadi Korban Child Grooming

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa seseorang yang menjadi target oleh pelaku adalah mereka yang tumbuh dalam lingkungan keluarga kurang harmonis sehingga kurang mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tua. Maka di antara solusi paling utama yang harus diterapkan ialah membangun hubungan kedekatan dengan anak-anak kita. Di samping itu, hal lain yang tidak kalah penting untuk dilakukan yaitu memberikan edukasi seksual kepada anak, memberikan pemahaman tentang adab dan batasan, mengawasi lingkungan pergaulan anak, serta menghindari pemberian gadget pada anak usia dini.

Cara Islam Menjaga Generasi

Sebagai satu-satunya agama yang sempurna, Islam sebenarnya telah memberikan pengarahan bagaimana cara mengasuh serta mendidik anak agar masa depan mereka terjamin dan tidak menjadi korban maupun pelaku tindakan-tindakan yang menyimpang, sehingga dapat tumbuh menjadi generasi terbaik untuk peradaban.  Namun sayang, masih banyak di antara kita yang belum menerapkan bahkan belum mengetahuinya, karena terlampau sibuk dengan urusan masing-masing hingga mengabaikan tanggung jawab besar yang harus dilakukan.

Terkait masalah tarbiyah pada anak, pendidikan seksual pun menjadi suatu hal yang tidak boleh diabaikan oleh setiap orang tua. Dalam ajaran agama Islam, pemahaman mengenai edukasi seksual diajarkan secara bertahap sesuai usia anak.

Di antara tahapan-tahapan tersebut ialah:

  • Fase Tamyiz (usia 7-10 tahun), pemahaman yang harus mulai diajarkan dan diterapkan adalah etika meminta izin, etika melihat, serta batasan interaksi dengan lawan jenis. Karena pada usia ini, anak sudah mulai bisa memahami banyak hal termasuk membedakan antara baik dan buruk.

  • Fase Murohaqoh (usia 10-14 tahun), fase ini disebut pula sebagai masa remaja, di mana anak sudah dikenai kewajiban dan mengenal tanggung jawab karena harus mulai membiasakan diri untuk memanajemen dirinya sendiri. Maka pada tahapan ini, Islam memerintahkan kepada kita sebagai orang tua untuk menekankan aturan kepada mereka agar makin menjaga pandangan dan segala tindakan yang mengarah pada hal-hal sensitif serta mengarah pada seksualitas.

  • Fase Syabab (di atas usia 15 tahun), adalah masa sesudah balig. Pada fase ini, anak sudah harus memahami dan memegang teguh prinsip menjaga kehormatan diri dan orang lain, serta menerapkan ajaran Islam untuk senantiasa menghindari perbuatan-perbuatan yang dilarang agama, termasuk pula memahami hakikat menahan diri apabila belum mampu menikah sebagaimana syariat Islam mengaturnya.

Selain tahapan-tahapan pendidikan seksual tersebut, kita juga harus memahami tahapan-tahapan kedekatan anak dengan orang tua agar mereka tumbuh sesuai fitrah seksualitasnya dan mengerti makna batasan dalam berinteraksi dengan lawan jenis.

  • Tahap Pertama (usia 0-2 tahun), pada usia ini anak harus dekat dengan ibu. Karena pada tahapan inilah masa-masa terbaik bagi seorang ibu untuk tidak sekadar menyusui namun juga membangun kedekatan dengan anak. Usia 0-2 tahun bagi anak adalah masa-masa perkembangan kognitifnya, di mana mereka akan banyak belajar melalui kemampuan sesorik dan motoriknya.

  • Tahapan Kedua (usia 3-6 tahun), kedua orang tua harus membangun kedekatan kepada anak dengan maksimal pada usia ini. Masa ini dikenal dengan usia golden age, maka hendaklah orang tua berperan dengan maksimal karena sangat berpengaruh dengan tahapan perkembangan mereka di masa mendatang. Penuhi kebutuhan kasih sayang dan perhatian anak, agar jangan sampai mereka merasa kekurangan kasih sayang sehingga mulai mencarinya dari dunia luar.

  • Tahapan Ketiga (usia 7-10 tahun), anak harus lebih dekat dengan orang tua sesuai gendernya. Sebagaimana yang sudah dijelaskan, pada usia ini adalah masa-masa di mana mereka sudah mulai memiliki kemampuan berpikir. Maka untuk menjaga fitrah seksualitasnya, anak harus dekat dengan orang tua sesuai gendernya agar fitrahnya tetap terjaga.

  • Tahapan Keempat (usia 11-14 tahun), pada usia mendekati masa-masa balig ini, seorang anak hendaknya lebih didekatkan dengan orang tua yang lain gender dengannya. Hal ini bertujuan agar mereka dapat menghargai dan lebih mengerti batasan ketika dengan lawan jenis. Bahkan dalam sebuah penelitian disebutkan bahwa pada masa-masa pertumbuhan di usia ini, anak perempuan yang tidak dekat dengan ayahnya akan lebih rentan terpikat dan mudah terpengaruh dengan rayuan lawan jenis. Termasuk pula pada anak laki-laki, mereka yang tidak dengan ibunya pada usia ini akan tumbuh menjadi sosok pemuda yang kasar, tidak bertanggung jawab, serta tidak bisa menghargai perempuan.

Kembali pada permasalahan child grooming, jika kita mau menelaah lebih jauh lagi, kita akan menyadari bahwa faktor terbesarnya dipengaruhi oleh peranan penggunaan media sosial. Karena tidak adanya batasan, kita sulit memfilter apa yang ada di dalamnya. Tidak heran jika sebenarnya mudarat yang ditimbulkan lebih besar, terlebih jika tidak cukup bijak dalam menggunakan. Maka mengawasi atau bahkan menghindari pemberian gadget pada anak adalah salah satu solusi yang harus diterapkan.

Membenahi mindset juga sangat penting dilakukan, karena ketika makin banyak masyarakat yang menganggap wajar hubungan anak-anak di bawah umur dengan orang yang terpaut usia cukup jauh dengan mereka, maka selama itu pula generasi-generasi muda kita tidak menyadari bahaya yang sedang mengintai dirinya.

Inilah bahaya yang ditimbulkan oleh pemahaman sekuler-liberal, namun tidak disadari oleh kebanyakan orang. Masih banyak dari kita yang lebih terlena ketika tidak mengikuti perkembangan zaman, namun sama sekali tidak peduli dengan kerusakan zaman. Padahal Allah sendiri telah memperingatkan dalam firman-Nya, QS. At-Tahrim ayat 6 agar menjaga diri dan keluarga kita dari api neraka. Lupakah kita jika segala perbuatan akan dimintai pertanggungjawaban? Adakah hujah yang mampu kita berikan ketika mendapati sebuah pertanyaan, mengapa tidak ada tindakan pencegahan yang dilakukan meski telah melihat banyaknya kerusakan dan penyimpangan yang dilakukan?

Maka sebenarnya, telah menjadi tanggung jawab kita bersama untuk mengatasi segala penyimpangan yang ada. Sebagaimana sabda Rasul, "Apabila kita melihat kemungkaran, hendaklah mengubah dengan tangannya. Jika tidak bisa, ubahlah dengan lisannya. Jika masih tidak bisa, ingkarilah dengan hatinya, karena itu merupakan selemah-lemahnya iman." (HR. Muslim)

Wallahu a'lam bishawaab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Dila Retta Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Buku Lusuh Bikin Hati Berlabuh
Next
Luka Tak Berdarah
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Wiwik Hayaali
Wiwik Hayaali
6 months ago

tulisan yang bagus. ini menjadi alarm bagi orang tua agar membangun komunikasi positif dalam keluarga agar anak merasa nyaman dan terbuka hingga bisa meminimalisir, bahkan melindungi anak dari child grooming

Firda Umayah
Firda Umayah
6 months ago

Ya Allah, ngerinya bahaya child grooming. Tulisan yang bermanfaat. Barakallah untuk penulis

angesti widadi
6 months ago

Memang mirisss rasanya banyak korban di bawah umur yg menjadi korban pelecehan seksual:"))

Novianti
Novianti
6 months ago

Karena itulah akan lebih baik ya membuat akun medsos setelah anak baligh. Yang baligh dan dewasa saja bisa hilang kontrol saat di medsos, apalagi anak-snak. Usia masih beliau, ilmu belum cukup, kontrol diri belum terbangun dengan baik, rawan saat diceburkan ke dunia digital yang penuh ranjau.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram