Hadirmu, Membangun Sabarku

"Tugas utama seorang perempuan yang sudah memiliki anak adalah menjadi ummun warobbatul baith. Amanah yang dititipkan Allah Swt adalah kewajiban yang harus ditunaikan secara sempurna. Mengajarkan kesabaran, melatih keterampilan dan semuanya akan dimintai pertanggung jawaban di yaumil akhir nanti"


Oleh : Ummu Habil

NarasiPost.Com-Setiap insan yang terlahir ke dunia ini memiliki karakter yang unik. Unik bisa diartikan bahwa setiap individu memiliki perbedaan, baik dari segi fisik maupun tingkah lakunya, meski kembar sekalipun. Begitulah faktanya.

Pada tulisan sebelumnya, aku menulis tentang peran orang tua dalam mendidik anak dengan judul "Ketika Anak Terbiasa". Kali ini aku mengangkat tentang keunikan Habil dan juga Bilal, adiknya.

Habil adalah anak sulungku, selisih usia dengan adiknya dua setengah tahun. Mereka berdua lahir dengan cara yang sama, yaitu melalui jalur darurat operasi caesar. Tindakan ini dilakukan karena faktor medis.

Pada kehamilan pertama, aku mengandung Habil, dengan indikasi placenta previa, sedangkan kehamilan kedua, diindikasikan kehamilan yang dekat. Sudah berapa tim medis aku datangi, tetap hasilnya harus dioperasi. Ya, sudah menjadi qodarullah. Jadi, tidak ada yang perlu disedihkan apalagi dikecewakan. Terpenting, anakku terlahir dengan sehat dan dalam keadaan normal. Alhamdulillah.

Meskipun demikian, kedua anakku memang berbeda, baik dari segi emosional maupun kekuatan fisiknya. Namun, jika kuperhatikan, sepertinya perkembangan kecerdasan intelektualnya mirip. Mereka sama-sama belajar dengan metode kinestetik, terutama yang sudah terlihat pada Abang Habil. Pastinya, setiap anak memiliki kelebihan dan kelemahannya.

Kelebihan Habil mungkin sudah kujabarkan di tulisan sebelumnya. Kali ini, aku ingin fokus pada keunikannya. Inilah yang menguji kesabaranku.

Sebagai contoh, untuk memandikannya butuh waktu tiga puluh menit, bahkan lebih. Luar biasa dramanya. Misalnya membuka pakaian, harus celana dulu. Kalau aku lupa, ternyata baju yang duluan kubukakan, maka drama pun terjadi. Ia menangis minta dipakaikan lagi, diulangi kembali dengan membuka celana duluan. Benar-benar menguji kesabaran untuk membujuk dan merayunya agar diam. Nah sesampainya di kamar mandi, tadinya si Habil ini ingin membawa mainan, namun terlupakan. Drama nangis-nangis berikutnya pun terjadi. "Astaghfirullah!"

Cara mendiamkannya pun sangat berbeda dengan adiknya. Habil didiamkan dengan cara dinyanyikan segala sesuatunya. Setiap instruksi yang kuberikan harus ada iramanya.

"Lah,  emaknya ini harus punya stok irama. Kalau tidak, bakalan menghabiskan waktu untuknya. Subhanallaah!"

Begitulah adanya. Sejak adanya Habil. Kesabaranku tumbuh berlipat ganda. Aku selalu mengingat diri, pasti ada tahapan perkembangannya yang terlewatkan atau mungkin salah dalam memperlakukannya.

Memang, Habil ini tiga kali berpindah kepengasuhannya. Iya, jujur. Kala itu, aku masih menjadi guru di salah satu sekolah Islam integral. Ia diasuh oleh Ibuku. Kebetulan Habil adalah cucu pertamanya. Apa pun yang diminta dan diinginkan, pasti dituruti. Aku pun begitu, serba hati-hati serta was-was. Maklum, untuk mendapatkan anak sulungku ini, kami menunggu lima tahun lamanya. Kemudian, dilanjutkan pengasuhan di sekolahku. Kebetulan di sana ada tempat baby care-nya.

Sedangkan Bilal. Mulai dari usia nol hingga sekarang, kuputuskan untuk turun tangan sendiri mengasuh, mendidik dan membimbing mereka hingga besar. Aku tidak ingin lagi melewatkan masa-masa bersama mereka di setiap perkembangannya. Aku menyadari, tugas utama seorang perempuan yang sudah memiliki anak adalah menjadi ummun warobbatul baith. Amanah yang dititipkan Allah Swt adalah kewajiban yang harus ditunaikan secara sempurna. Mengajarkan kesabaran, melatih keterampilan dan semuanya akan dimintai pertanggung jawaban di yaumil akhir nanti. Semoga aku mampu untuk menjadi ibu yang sabar atas keunikan mereka, terus belajar menjadi teladan bagi mereka. Semoga Allah Rida. Aamiin Yaa Robbal'alamiin.

Wallahu a'lam Bisshowabb.[]

Picture: Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Cinta di Ujung Waktu
Next
Pemuda dan Politik Kekinian
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram