Inilah wajah asli sistem kapitalisme dengan model pemerintahan demokrasi. Di mana sistem ekonomi adalah aspek yang paling dominan. Sehingga yang terjadi adalah penjajahan ekonomi di negara-negara berkembang atau negara dunia ketiga.
Oleh. Dr. Suryani Syahrir S.T. M.T.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-B.R Tomlinson dalam artikel jurnal yang berjudul “What Was the Third World”, diterbitkan di Journal of Contemporary History (2003) menjelaskan, terminologi negara dunia ketiga digunakan pada Agustus 1952 oleh seorang ahli demografi sekaligus sejarawan ekonomi Prancis, Alfred Sauvy. Artikel Sauvy yang diterbitkan di sebuah surat kabar sosialis, L'Observateur, dengan judul “Trois Mondes, Une Planete” atau “Tiga Dunia, Satu Planet”,menguraikan ketidakberdayaan negara-negara yang kala itu baru saja merdeka, yaitu negara-negara kawasan Asia dan Afrika. (kompas.com, 19/10/2021)
Perlu dipahami bahwa konstelasi politik global, sangat mudah berubah sesuai kepentingan negara dunia pertama. Pun dengan istilah negara dunia ketiga sebenarnya tidak ada yang baku. Diawali dari peristiwa perang dingin, muncul istilah dunia ketiga untuk menyebut negara-negara yang tidak memihak dengan NATO atau blok komunis. Di mana negara-negara seperti Amerika Serikat, Jepang, Kanada, Korea Selatan, Eropa Barat, dan sekutunya mewakili dunia pertama, sedangkan Uni Soviet, Tiongkok, Kuba, dan sekutunya mewakili dunia kedua.https://narasipost.com/challenge-np/08/2023/lara-dunia-ketiga-di-bawah-demokrasi/
Selain itu, istilah dunia ketiga juga digunakan untuk menunjukkan klasifikasi sebuah negara berdasarkan status ekonominya. Namun, saat ini istilah yang lebih sering digunakan adalah negara berkembang, negara belum berkembang, atau negara berpendapatan menengah ke bawah. Umumnya, negara-negara di dunia ditunjukkan dari status ekonomi. Ukuran ekonomi yang digunakan yakni Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product(GDP), pertumbuhan PDB, PDB per kapita, pertumbuhan tenaga kerja, dan tingkat pengangguran. (Kompas.com)
Inilah wajah asli sistem kapitalisme dengan model pemerintahan demokrasi. Di mana sistem ekonomi adalah aspek yang paling dominan. Sehingga yang terjadi adalah penjajahan ekonomi di negara-negara berkembang atau negara dunia ketiga. Pun aspek politiknya bersandar pada kepentingan ekonomi. Dengan kata lain, nyawa dari sistem kapitalisme adalah materi atau harta. Wajar saja jika sampai saat ini, eksploitasi Sumber Daya Alam (SDA) secara ugal-ugalan terjadi di dunia ketiga, yang dimotori oleh negara dunia pertama atau adidaya.
Semua hal ini berlaku karena diterapkannya sistem demokrasi kapitalis. Sebuah sistem pemerintahan yang mengeklaim dirinya sebagai sistem yang seolah bekerja untuk rakyat. Pertanyaannya, rakyat yang mana? Melihat realitas gelapnya kehidupan di dunia ketiga di hampir semua sektor kehidupan, dipastikan sistem ini sudah catat sejak lahir.
Sejarah Demokrasi
Demokrasi berasal dari bahasa Yunani, diadopsi dari kata demos artinya rakyat dan kratos artinya kekuasaan. Demokrasi bermakna rakyat berkuasa atau government or rule by the people (Prof. Miriam Budiardjo). Selain itu Presiden AS, Abraham Lincoln, mendeskripsikan pemerintahan demokrasi dengan “pemerintahan rakyat, oleh rakyat,dan untuk rakyat”.
Sepintas terlihat bagus dan humanis, tetapi jika kita mengulik sejarah lahirnya demokrasi akan tergambar jelas topeng demokrasi yang melahirkan beraneka kerusakan. Mari menengok kegelapan Eropa kala itu. Di mana demokrasi lahir sebagai solusi dari dominasi gereja yang otoriter dan absolut sepanjang abad pertengahan (abad V-XV M). Salah satu titik ekstrem adalah dominasi gereja dan raja Eropa yang menghendaki tunduknya seluruh urusan kehidupan (politik, ekonomi, sains, dll.) pada dogma gereja. Titik ekstrem lainnya adalah penentangan para filsuf dan pemikir yang menolak secara mutlak peran agama Katolik dalam kehidupan.
Saat itu raja yang mengatasnamakan diri mereka sebagai wakil Tuhan di bumi, bertindak semena-mena memaksakan kehendaknya dan menghukum siapa saja yang menentangnya. Bahkan, raja dan pihak gereja menyiapkan alat-alat penyiksaan yang sungguh sangat mengerikan. Salah satunya disebut iron maiden. Sebuah alat penyiksaan berbentuk peti berkepala wanita, yang dilengkapi paku-paku. Paku tersebut sengaja dibuat melengkung dan tidak terlalu panjang, agar korban mati perlahan dengan kondisi kehabisan darah. Paku-paku tersebut juga didesain pas mengenai organ-organ vital manusia. Peti tersebut banyak ditemukan di beberapa negara, di antaranya di Spanyol yang menyerupai Bunda Maria.
Menyingkap Kebobrokan Demokrasi
Kelamnya Eropa saat itu berlangsung beberapa saat hingga terjadi peristiwa reformasi gereja dan renaissance yang menjadi titik tolak untuk meruntuhkan dominasi otoriter gereja. Pasca revolusi Prancis (1789) terwujudlah jalan tengah (sekularisme). Agama tidak diingkari secara total, tetapi masih diakui walaupun terbatas, yakni dalam urusan ibadah ritual semata. Bagi sekularisme, agama adalah sumber persoalan. Agama harus dipisahkan dari kehidupan.
Lalu jika demikian, dengan aturan apa kehidupan akan berjalan? Tentu saja dengan aturan yang dibuat oleh manusia Dari sinilah peran demokrasi mulai tampak. Demokrasi meyakini manusia sebagai pembuat hukum, bukan Tuhan. Ini artinya, mencabut peran Allah Swt. sebagai pembuat hukum. Sebuah asas yang sudah cacat sejak lahir. Menegasikan peran Sang Pencipta. Astagfirullah!
Sampai di sini kerusakan demokrasi masih terus berlangsung. Mari menilik one by one kerusakan tersebut. Terkait prinsip dasar atau substansi demokrasi yakni kedaulatan di tangan rakyat. Di mana rakyat sepenuhnya berdaulat. Berdaulat dalam memilih pemimpin, berdaulat dalam memilih aturan yang mereka inginkan. https://narasipost.com/challenge-np/08/2023/the-third-world-and-the-illusion-of-justice/
Selanjutnya hakikat demokrasi. Secara teoritis, demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Mekanisme pengambilan keputusan berdasarkan keinginan rakyat dengan suara terbanyak (voting). Realitasnya, demokrasi adalah alat kekuasaan ideologi kapitalisme. Jalan untuk berkuasa bagi para pemilik modal. Sejatinya, “suara rakyat” yang dimaksud adalah pemilik modal (kapitalis).
Subhanallah! Belum cukup sampai di sini. Kerusakan demokrasi yang paling mudah diindra adalah empat pilar kebebasannya, yaitu kebebasan beragama, berpendapat, kepemilikan, dan kebebasan berekspresi. Kebebasan yang sampai hari ini membuat negeri ini dan negeri-negeri yang mengadopsi sistem ini, terpuruk sampai pada titik nadir. Dunia saat ini diliputi beragam kemaksiatan yang bahkan belum pernah ada sebelumnya. Misal kasus inses yang makin marak, LGBTQ+, pembunuhan di kalangan keluarga/kerabat, dan masih banyak kerusakan lainnya.
Posisi Dunia Ketiga dan Kerusakan Parah
Indonesia sebagai salah satu dari negara berkembang atau negara dunia ketiga, menjadi sasaran empuk penjajahan SDA negara kapitalis atau negara dunia pertama atau selanjutnya penulis sebut negara pertama. Bukan itu saja, kerusakan di hampir seluruh sendi-sendi kehidupan akibat penerapan sistem demokrasi terus berlangsung. Kebebasan yang diagung-agungkan sistem ini, berhasil memorak-porandakan kehidupan yang berakibat rusaknya peradaban manusia hingga di titik nadir.
Misal kebebasan dalam kepemilikan. Negara-negara dunia ketiga seolah dipaksa untuk ikut serta dalam berbagai macam agreement. Di mana keran impor dan ekspor di-setting sedemikian licik, berbasis politik ekonomi kapitalis. Padahal, negeri ini sangat kaya dalam semua dimensi; laut, darat, dan udara. Seluruh potensi negara jajahan dikeruk, hingga yang tersisa hanyalah kerusakan lingkungan dan bencana tak berujung. Diperparah dengan investasi dalam beragam infrastruktur dengan skema utang ribawi, menjadikan utang negara melambung tinggi. Tercatat utang Indonesia per Juli 2023 Rp7.787,51 triliun. (cnbcindonesia.com, 01/07/2023)
Sistem pendidikan pun tak luput dari cengkeraman kapitalisasi. Beragam kebijakan yang digelontorkan, yang katanya dalam rangka memperbaiki kondisi generasi, tak mampu menyolusi. Biaya sekolah mahal dan kurikulum pendidikan yang kerap kali gonta-ganti, menunjukkan sistem saat ini miskin visi dan gagap dalam implementasinya. Kondisi ini bisa dilihat dari maraknya kriminalitas dalam dunia pendidikan; seperti pembunuhan, pemerkosaan, depresi hingga bunuh diri, dan yang lainnya.
Dampak yang juga sangat terkait dengan ekonomi adalah terjadinya kemiskinan ekstrem yang merata di hampir semua wilayah Indonesia. Menurut data BPS, jumlah penduduk miskin pada Maret 2023 sebesar 25,90 juta orang. Angka yang cukup fantastis di tengah melimpahnya SDA. Seyogianya, negeri ini sejahtera dengan potensi kekayaan alam yang berlimpah. Zamrud Khatulistiwa hanyalah nyayian tak bermakna. Faktanya, banyak rakyat yang tidak bisa makan di negeri yang tongkat kayu bisa jadi tanaman.
Beginilah gambaran akibat penerapan sistem demokrasi pada dunia ketiga. Hal yang sama sebenarnya terjadi pula pada semua negara yang menerapkan sistem rusak ini. Mantra kapitalisme dengan iming-iming sejahtera jika pembangunan pesat, sama sekali tidak terbukti. Lihatlah kondisi negara kampiun demokrasi, Amerika Serikat. Terjadi demonstrasi besar-besaran pada September 2011 lalu dengan tuntutan Occupy Wall Street di kota-kota AS. Rakyat menggugat kepada Wall Street yang tamak. Di mana para konglomerat (1%) menguasai 40% harta kekayaan AS. Sementara harta 60% diperebutkan 99% rakyat biasa. Itulah sebabnya poster-poster para demonstran bertuliskan “We Are the 99%”. Gambaran kondisi distribusi kekayaan yang sangat jomplang. Jurang antara si kaya dan si miskin begitu lebar.
Sistem yang Khas
Islam adalah sebuah ideologi, yang terdiri atas ide (fikrah) dan metode (thariqah). Sebagai sebuah ideologi, seperti halnya kapitalisme dan komunisme, Islam memiliki keunikan yang tidak dimiliki ideologi lain. Kekhasan ideologi Islam karena memiliki ide atau akidah yang bersumber dari Sang Pencipta manusia dan seluruh isi semesta. Dia-lah Allah Swt.
Keunikan sekaligus kegemilangan Islam tertoreh selama 1300 tahun lamanya. Tertulis dalam tinta emas sejarah peradaban Islam. Tervalidasi secara historis dan empiris. Sebuah peradaban agung yang mampu menyejahterakan rakyatnya tanpa batas dan tanpa diskriminasi. Bahkan diakui oleh Barat. “Tidak satu pun kemajuan peradaban di Eropa kecuali secara meyakinkan dan pasti telah mengambil dari kemajuan peradaban Islam”. (Briffault, Sejarawan Amerika)
Islam dengan seperangkat aturannya yang bersumber dari Al-Qur’an, sunah, qiyas, dan ijmak sahabat, meniscayakan kebaikan. Bukan sekadar bacaan atau teori, tetapi terimplementasi dalam semua ruang-ruang kehidupan. Misal terkait harta, Islam membagi harta kepemilikan dalam tiga kelompok, yakni kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.
Masing-masing kepemilikan tersebut dijalankan sesuai syariat. Adapun terkait SDA, digolongkan ke dalam kepemilikan umum. Di mana seluruh rakyat berserikat di dalamnya dan negara menjadi regulator sekaligus pengontrolnya, sebab negara adalah wakil rakyat untuk melaksanakan seluruh hukum syarak. Negara mengelola harta kepemilikan umum secara mandiri dan independen serta jauh dari transaksi ribawi. Hasilnya dikembalikan ke rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Semua dilakukan semata demi kemaslahatan umat dan kaum muslimin.
Poin yang paling urgen adalah bahwa dalam sistem Islam, negara berkewajiban memenuhi semua kebutuhan pokok individu dan kebutuhan pokok publik. Instrumen pemenuhannya pun sangat detail, person to person. Sehingga dengan jaminan sedetail ini, meniscayakan tercipta kesejahteraan seperti digambarkan dalam sejarah panjang tadi. Masyaallah!
Inilah sekelumit gambaran dalam sistem Islam. Di mana negara memainkan peran yang sangat penting. Pun rakyat berkolaborasi dalam meraih ketakwaan. Mengambil aturan/hukum dari Zat Yang Maha Sempurna, Allah ‘Azza wa Jalla, bukan hukum buatan manusia yang penuh dengan kelemahan dan keterbatasan.
Sebagaimana dalam QS. Al-An’am ayat 57, artinya, "Sesungguhnya aku berada di atas hujjah yang nyata (Al-Qur’an) dari Tuhanku, sedang kamu mendustakannya. Tidak ada padaku apa (azab) yang kamu minta supaya disegerakan kedatangannya. Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia pemberi keputusan yang paling baik".
Wallahua’lam bishawab.
Bener banget. Lara dunia ketiga akibat demokrasi kapitalisme. Tapi anehnya, umat muslim banyak yang tidak sadar akan hal tersebut. Mereka banyak yang terhasut dengan kebusukan kapitalisme. Justru yang disalahkan Islam Kaffah. Padahal solusi hakiki segala problem hanya Islam Kaffah
Iya mba. Antara sedih dan marah. Umat Islam tidak paham Islam poilitik, jadi mudah dipermainkan.
Kerusakan yang diakibatkan oleh penerapan sistem kapitalisme sudah begitu nyata. Sudah selayaknya kita mencampakkan sistem tersebut dan menggantinya dengan sistem Islam yang terbukti mampu memberikan kesejahteraan dan keberkahan bagi umat manusia.
Sepakat, Mba. Allahu Akbar. Syukron sudah mampir, Mba
Ditinggalkannya syariah Islam dalam sistem kapitalisme telah membawa kehancuran diberbagai lini kehidupan. Ya betul segala permasalahannya hanya tuntas dengan diterapkannya sistem Islam, aturan yang datangnya dari Allah.
Betul, Bu. Mari terus dakwahkan Islam kaffah. Allahu Akbar
Sepakat..,hanya dengan sistem Islam Kaffah, yang mampu membawa rahmat bagi seluruh alam.
Iya, Mba. Belum cukup satu abad sistem kapitalisme memimpin dunia, tetapi kerusakan parah sudah sedemikian rupa. Inilah bukti konkret bahwa aturan manusia sangat lemah dan terbatas.
Syukron sudah mampir
Betul Bu dosen, nestapa negara-negara dunia ketiga adalah akibat penerapan sistem demokrasi kapitalisme. Sistem rusak yang masih dipertahankan sampai saat ini telah mengakibatkan problem kompleks di seluruh bidang. Miris. Barakallah Bu ...
Iya, sedih plus marah karena masih banyaknya umat yang terjebak dengan sistem rusak ini. Paragmatis dan apatis. Wa fiiki, barokallah Mba.