Yakinlah, jika tidak ada tulisan, ilmu-ilmu yang ada pasti akan punah. Jika tidak ada tulisan, agama pun tidak akan berbekas. Dan jika tidak ada tulisan, kehidupan tidak akan baik dan aturan menjadi goncang. Inilah sejatinya urgensi menulis ideologis.
Oleh. Sartinah
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com & Penulis Rempaka Literasi)
NarasiPost.Com-Setiap manusia pasti memiliki cita-cita dalam hidupnya. Demi mewujudkan cita-cita tersebut tak jarang seseorang melakukan berbagai cara, dari upaya normal hingga yang di luar bayangan. Pun demikian dengan pendanaannya, ada yang murah, ada pula yang sangat mahal.
Cita-cita menjadi seorang pejabat misalnya, sangat sulit ditempuh dengan cara normal saat ini. Ada banyak trik dan intrik yang sering kali dilakukan untuk memuluskan langkah seseorang menuju cita-citanya tersebut. Dan yang pasti, perlu sokongan dana besar untuk mewujudkannya. Walhasil, meski banyak orang menginginkannya, tetapi tak semua mampu mewujudkannya.
Namun, ada cita-cita yang dapat diwujudkan oleh semua orang selama dia mampu dan mau. Tak peduli apakah dia kaya ataupun miskin, tua atau muda, laki-laki maupun perempuan, sarjana atau bukan, bahkan dari latar belakang pendidikan yang rendah sekalipun. Lebih dari itu, cita-cita ini amat mulia dan tak butuh dana miliaran untuk mewujudkannya. Cita-cita tersebut adalah menjadi penulis.
Pada hakikatnya setiap orang pasti bisa menulis karena memiliki potensi yang sama yakni sebagai manusia. Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna jika dibandingkan dengan makhluk lainnya. Kesempurnaan itu terletak pada daya pikirnya yang istimewa karena manusia memiliki tiga dimensi dalam penciptaannya yaitu tubuh, roh, dan akal.
Menulis Itu Mudah
Banyak orang menganggap bahwa menulis adalah pekerjaan berat dan sulit. Anggapan tersebut akhirnya membuat banyak orang meninggalkan aktivitas tulis-menulis. Padahal, berat dan sulitnya aktivitas tulis-menulis sejatinya berawal dari persepsi yang terlanjur salah. Ya, persepsi yang sangat menghipnotis banyak orang tersebut akhirnya tersimpan dan mengendap di benak banyak orang. Jadilah persepsi itu seperti mantra yang terus memengaruhi seseorang dan memberikan keputusan akhir bahwa, "aku tidak bisa menulis".
Oleh karena itu, "mantra jahat" yang menyesatkan tersebut harus dihancurkan dari benak setiap orang. Caranya sangat mudah yakni dengan mengubah persepsi, "aku tidak bisa menulis" menjadi "aku pasti bisa menulis". Namun, mengubah persepsi tersebut tanpa disertai usaha yang sungguh-sungguh, ibarat menulis di atas air alias mustahil berhasil.
Jika ada orang yang masih berpikir bahwa menulis itu sulit, mungkin pandangannya tak sepenuhnya salah. Menulis itu adalah aktivitas yang butuh kebiasaan dan latihan terus-menerus. Hal ini harus dilakukan agar apa yang dianggap sulit lama-lama akan terasa mudah dan menjadi habit (kebiasaan). Namun, jika ada orang yang memandang bahwa menulis itu butuh bakat dan kemampuan khusus, ini adalah pandangan yang menyesatkan. Menulis itu sejatinya tidak butuh bakat dan kemampuan khusus, tetapi butuh kemauan dan tekad sekuat baja, serta berlatih tanpa lelah.https://narasipost.com/medical/01/2022/manfaat-menulis-dari-sisi-medis/
Lebih dari itu, menulis tidaklah harus menunggu seseorang memiliki ilmu dan latar belakang pendidikan yang tinggi, tetapi harus memiliki kemauan dan tekad yang tinggi. Dengan modal tekad dan kemauan yang tinggi tersebut, lambat laun akan meningkatkan kemampuan seseorang dalam menulis.
Semakin tinggi "jam terbang" seseorang, semakin menuntutnya untuk mempelajari dan memperbanyak ilmu demi menghasilkan tulisan yang berkualitas. Meski demikian, menulis juga tak sekadar menghasilkan tulisan. Sebagaimana tulisan-tulisan menyesatkan yang bertebaran di berbagai kanal berita maupun sosial media saat ini. Oleh karena itu, agar tulisan yang dihasilkan mampu menggugah dan menebarkan aura kebaikan bagi orang lain, maka menulis haruslah bermuatan ideologis.
Jadilah Penulis Ideologis!
Di zaman mana pun, seseorang akan membawa dan menyebarkan ideologi yang dianutnya. Pun demikian dengan seorang penulis. Gambaran ideologi yang dibawa seorang penulis harus melekat dalam setiap tulisan-tulisannya. Meski ada yang menjabarkannya secara samar, sedang, maupun sangat kuat dalam tulisan tersebut.
Para penulis yang mengemban ideologi komunis misalnya, akan menyebarkan dan menonjolkan sisi ideologi tersebut dalam tulisan-tulisannya. Demikian juga dengan para pengemban ideologi kapitalisme yang terus menyebarkan ideologi tersebut dalam setiap tulisan dan mengekspornya ke benak setiap orang.
Bagi seorang muslim tentu akan meyakini bahwa ideologi Islam adalah satu-satunya ideologi yang benar. Oleh karena itu, berbagai pemikiran dan hukum yang dituangkan dalam tulisan haruslah bersumber dari ideologi Islam. Tulisan-tulisan yang lahir dari ideologi inilah yang harus diyakini oleh setiap penulis sekaligus disebarkan kepada semua orang demi mengubah peradaban menjadi lebih baik.
Untuk bisa menulis dengan aura ideologis yang kental, maka seseorang haruslah menjadi penulis ideologis. Dan salah satu syarat utama menjadi penulis ideologis yaitu harus menjadikan dirinya ideologis terlebih dahulu. Seseorang yang ideologis adalah orang yang meyakini ideologi Islam dengan kesadaran penuh dan mampu menyampaikan setiap pemikiran yang berasal dari ideologinya itu. Dari pemikiran ideologinya itulah dia akan menjawab setiap permasalahan kehidupan melalui tulisan-tulisannya.
Menopang Kebangkitan Berpikir
Tahukah kita bahwa pemikiran menjadi penentu kebangkitan manusia? Yaitu pemikiran tentang manusia, alam semesta, dan hidup serta hubungan ketiganya dengan sesuatu yang ada sebelum dan sesudah kehidupan dunia. Pemikiran menyeluruh tersebut akan menghasilkan sebuah ide dasar dalam kehidupan. Inilah yang disebut sebagai ideologi. Sumber-sumber pemikiran dari ideologi inilah yang akan mengubah peradaban dunia melalui tangan-tangan para penulis.
Seorang penulis ideologis adalah pemikir dan pejuang. Tulisannya bukanlah tulisan biasa saja. Setiap tulisan-tulisannya ditujukan untuk memengaruhi banyak orang sesuai ideologi Islam yang diembannya. Lebih dari itu, tulisan ideologis tidak dipengaruhi oleh motif duniawi apa pun, kecuali atas dasar dorongan ideologi para penulisnya dan mengharap rida Allah Swt. semata. Tulisan-tulisan tersebut akan membawa pengaruh atas kehidupan dunia. Luar biasanya lagi, tulisan ideologis selalu sesuai dengan zaman alias tidak pernah basi.
Hal ini telah terbukti pada era keemasan Islam. Salah satu bukti keunggulan peradaban Islam atas peradaban lainnya adalah perkembangan dunia tulis-menulisnya yang luar biasa. Bukti-bukti keunggulan tersebut bahkan ditulis oleh para sejarawan, baik dari kalangan muslim maupun nonmuslim. Maka, tak heran jika dikatakan bahwa aktivitas tulis-menulis ibarat ibu bagi peradaban. Artinya, tulisan akan selalu ada dalam setiap peradaban, tetapi peradaban tidak mungkin ada tanpa tulisan.
Pada masa kejayaan Islam itulah lahir berbagai perubahan yang spektakuler. Di antaranya kemajuan di bidang pemikiran, ilmu pengetahuan, teknologi, hukum, dan lainnya. Tentu umat Islam saat ini masih dapat membaca karya-karya para ulama dan menjadikannya sebagai rujukan, seperti karya-karya Imam Malik, Hambali, Syafi'i, Hanafi, Al-Hawarizmi, Ibn Khaldun, dan para pemikir lainnya yang turut mewarnai peradaban Islam yang luar biasa di masa lalu. Tulisan-tulisan mereka mampu membangkitkan pemikiran para pembacanya dan ikut menyebarkannya.
Saatnya Ambil Peranmu!
Sahabat, bagi orang yang banyak membaca kisah-kisah di masa peradaban Islam, tentu akan memahami bahwa saat itu umat Islam diterangi dengan berbagai ilmu dan ratusan ulama pemikir. Ilmu-ilmu tersebut tersimpan rapi dalam buku-buku para ulama. Salah satunya adalah koleksi buku yang dimiliki oleh ulama di Baghdad yang berjumlah sangat banyak hingga mencapai 400 ribu judul buku. Kemudian bandingkan dengan kondisi Barat saat itu yang masih tertidur lelap dalam gulita dan alam pikiran yang jumud. Jika seorang ulama di Baghdad memiliki sekitar 400 ribu judul buku, maka perpustakaan raja Prancis saat itu hanya berisi 400 judul buku saja.https://narasipost.com/challenge-np/08/2023/narasipost-com-mengalirkan-ide-menulis/
Sayangnya, seiring redupnya kejayaan Islam dan lenyapnya sang ibu penjaga kaum muslim yakni Khilafah, kondisi saat ini justru berbalik 180 derajat. Lihat saja di Eropa atau Amerika saat ini, bangunan megah nyaris menghiasi di setiap sudut kota, gedung-gedung pencakar langit menjulang tinggi, bahkan mereka memiliki perpustakaan terbaik dan megah yang mengumpulkan buku-buku dari banyak negara.
Kondisi tersebut justru bertolak belakang dengan negeri-negeri muslim saat ini, termasuk Indonesia. Negeri-negeri muslim justru berharap bisa mereguk ilmu pengetahuan dan teknologi dari Barat. Tak sekadar ilmu, mereka pun ikut meyakini ideologi sekuler yang dianut Barat. Bukankah fakta tersebut membuat nurani kita ikut terkoyak? Bagaimana tidak, umat Islam yang memiliki kitab suci terbaik sepanjang masa, justru berharap bisa belajar keimanan dan Islam dari orang kafir. Padahal, kebangkitan negara-negara Barat hanyalah kebangkitan materi, IPTEK, dan intelektual sekuler saja, bukan kebangkitan hakiki yang dilandasi oleh akidah dan ideologi yang benar.
Oleh karena itu, agar tak teperdaya dengan kebangkitan-kebangkitan semu tersebut, maka pemahaman yang bersumber dari ideologi Islam harus ditanamkan pada umat. Salah satu cara yang dapat ditempuh yaitu dengan menuliskan berbagai pemikiran Islam ideologis sekaligus menyebarkannya di tengah umat. Mengapa harus tulisan Islam ideologis? Jawabannya hanya satu, yakni tulisan ideologis yang sistematis dapat menandingi argumentasi tokoh-tokoh intelektual sekuler meski mereka memiliki gelar akademis yang tinggi.
Inilah peran yang harus kita ambil saat ini untuk melanjutkan estafet perjuangan para ulama dan pemikir muslim dahulu. Dengan tulisan yang kental pemikiran Islam, kebangkitan berpikir semakin sempurna. Tulisan-tulisan tersebut juga akan membunuh pemikiran rusak yang berasal dari ideologi lain. Maka, tunggu apa lagi! Tak ada waktu berleha-leha, pemikiran umat saat ini telah terkontaminasi dengan ideologi sekuler dan liberal yang lahir dari Barat. Mengutip perkataan seorang ulama, "Jika kita bukan anak raja atau ulama besar, maka menulislah!"
So, jadilah penulis ideologis dan menulislah dengan dasar ideologi Islam untuk kebangkitan umat. Jika tidak sekarang maka umat akan semakin jauh meninggalkan pemahaman Islam. Jika kita tak ikut berpartisipasi sekarang maka Allah pasti akan menggantinya dengan orang lain yang lebih baik.
Khatimah
Menulis adalah bekerja untuk keabadian yang terus mengalirkan pahala meski kita sudah berpindah alam. Karena itu, terus belajar dan menulislah! Bukankah Allah Swt. juga telah memerintahkan manusia untuk membaca dan menulis sebagaimana yang tertuang dalam Al-Qur'an surah Al-Alaq?
Yakinlah, jika tidak ada tulisan, ilmu-ilmu yang ada pasti akan punah. Jika tidak ada tulisan, agama pun tidak akan berbekas. Dan jika tidak ada tulisan, kehidupan tidak akan baik dan aturan menjadi goncang. Inilah sejatinya urgensi menulis ideologis. Rasulullah saw. bersabda dalam hadis yang diriwayatkan At-Thabrani dan Hakim dari Abdullah bin Amr, yang artinya: "Ikatlah ilmu dengan tulisan."
Wallahu a'lam bishawab
Masyaallah tabarkallah tulisan mb Sartinah sungguh keren. Mengambarkan betapa pentingnya aktvitas tulis menulis, tentunya bukan sekadar tulisan biasa tetapi tulisan yg merubah pemikiran jahiliah bangkit kepemikiran Islam.
Aamiin, wa fiik barakallah mbak Mimi. Syukran ya sudah mampir
MasyaAllah. Berapa menghargainya Islam terhadap ilmu dan orang-orang yang berilmu.
Menjadi penulis pun tak sekadar menjadi penulis.
Jadilah penulis ideologis.
Barakallahu Mbak Sartinah...
Betul ya Mbak menulis jika sudah menjadi habbit jadi ketagihan ya..
Saya masih banyak belajar ,dan masih belum optimal menulis, baru tulisan ringan Story dan motivasi, pernah cerpen, cernak juga
Semoga bisa ketularan Mbak semangatnya .
Masyaallah, saya pun masih belajar, Bu. Aamiin, wa fiik barakallah. Syukran Bu sudah mampir
Benar Mba, kita harus mengambil peran di dunia literasi, agar opini-opinj Islam bisa dimenangkan
Betul mbak Mila. Kalau bukan kita, pasti akan ada orang lain yang menggantikan. Syukran ya sudah mampir
Memang benar, tergantung persepsi kita seperti apa. Jika kita yakin bisa dan terus belajar, hasilnya pasti bisa menulis. Meski awalnya harus dipaksa dan tertatih dalam menulis. Jazakillah mba, naskah nya sangat memotivasi agar terus menulis untuk dakwah Islam.
Waiyyaki mbak Nene. Syukran sudah mampir
Neni maksudnya
Barakallah mba Sartinah.
Memang persepsi buruk tidak bisa menulis harus dikubur. Harus dihancurkan. Kalau sudah nulis sekali, banyak yang kecanduan nulis kalau mereka ikhlas dan menikmati. Contohnya, anggota tim menulis saya. Saat disuruh nulis ngotot ngomong nda mau nulis, nda bisa dan berbagai alasan lainnya.dengan berbagai rayuan akhirnya dicoba. Alhamdulillah sekarang ketagihan nulis.
Alhamdulillah kalau begitu. Itu kan berarti bisa atau gak bisa karena belajar atau tidak ya. Syukran sudah mampir ya
MasyaAllah, tulisan yang keren. Menulis memang harus dibiasakan.
Betul mbak Firda. Syukran sudah mampir ya
Benar sekali. Menulis itu butuh kebiasaan.
Masyaallah, melecut semangat dan alarm banget. Jazakillah khoyron katsiron, Mbak.
Barokallahu fiik
Waiyyaki mbak. Wa fiik barakallah. Dyukran mbak Afiyah sudah mampir.
Menulis ibarat ibu peradaban, masyaallah. Tulisannya membangun semangat baru untuk rajin menulis. Baarakallah Cikgu.
Aamiin. Syukran mbak Nining, wa fiik barakallah
MasyaAllah kriuk seperti krupuk ketika membaca karya ini, barakallahufiik, semoga bisa mempraktekkan menulis dengan sering.
Aamiin, wa fiik barakallah. Syukran sudah mampir, mbak.
Masyaallah, sangat menginspirasi. Dengan dakwah ideologis insyaallah sedikit banyak akan menyadarkan pemikiran umat
Betul mbak Lukif. Jadi mari ambil peran masing-masing ya. Syukran sudah mampir
MasyaAllah.. memotivasi sekali mbak Sartinah.. barakallah
Aamiin, wa fiik barakallah mbak R. Bilhaq. Syukran sudah Mampir
Bener banget mba @Sartinah. Siapa pun sebenarnya bisa menulis asal mau belajar. "Bisa karena terbiasa."
Bismillah, semoga saya juga termotivasi untuk terus menulis, karena seringnya mojok dan Mager.
Jazakillah Khoir untuk mood boosternya
Aamiin. Sapa pun berawal dari tidak bisa menulis sama sekali, mbak Atien. Waiyyaki. Syukran ya sudah Mampir
Alhamdulillah, jazakunnallah khairan katsiran tim NP, semoga bermanfaat
MasyaAllah, bener apa yang disampaikan mbak Sartinah. Apa yang disampaikan selalu mantab.
Malu diriku.....yang masih terseok-seok membagi waktu.
Wah, mbak Isty merendah deh, hehe ... syukran sudah mampir ya
Masya Allah ... Terseok diri ini saat mengambil pena untuk menulis ... Bismillah semoga ke depan lebih baik lagi ... Jazakillah khoir katsiron tulisannya menjadi booster untuk saya .. ❤️❤️
Ini juga. Mbak Ikhty mah sudah sangat keren. Waiyyaki. Syukran mbak sudah Mampir