Membimbing Anak dengan Cinta

Membimbing anak dengan cinta

Hendaklah para orang tua, khususnya ibunda tercinta menahan lisan mereka saat marah. Kalau perlu gigit lidah sendiri agar tidak mengeluarkan kata-kata yang nantinya akan disesali karena berdampak buruk bagi buah hati sendiri.

 

Oleh. Fatimah Azzahra S.Pd.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Anak merupakan titipan dari Allah Swt. yang harus kita jaga. Ia adalah amanah yang sangat berharga dan berat pertanggungjawabannya. Orang tua punya peran yang sangat besar dalam mewarnai buah hati titipan Ilahi ini.

Anak Seputih Kapas

Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra. Rasulullah saw. bersabda, "Setiap anak yang lahir dilahirkan di atas fitrah. Kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majusi, atau Nasrani." (HR. Bukhari dan Muslim)

Inilah yang Rasulullah saw. sampaikan. Bahwa setiap anak ada dalam fitrahnya. Fitrah di sini diartikan sebagai kesucian, juga ada yang mengartikan sebagai fitrah keimanan pada Rabb-nya. Namun, orang tuanyalah yang bisa membuatnya menjadi Yahudi, Majusi atau Nasrani.

Dengan kata lain, anak sudah Allah setting dalam keadaan suci, dekat dengan fitrah keimanan pada Allah Swt., fitrah kebaikan, fitrah kasih sayang, dan lainnya. Akan tetapi, pola pengasuhan orang tuanya akan berpengaruh besar pada anak ke depannya. Akankah ia tetap dalam keimanan pada Allah Swt. atau bertambah? Akankah justru ia tumbuh menjadi anak yang percaya pada agama Yahudi, Majusi atau Nasrani? Semuanya ditentukan dari pola asuh orang tuanya.

Membimbing Anak

Sadar akan pentingnya pola asuh orang tua, maka sebagai orang tua kita harus membekali diri agar bisa membimbing buah hati sesuai maunya Ilahi. Membimbing dengan penuh kasih sayang dan cinta. Apalagi sadar jika anak titipan Ilahi. Sebagaimana kita menjaga titipan orang yang kita muliakan, semisal guru, atasan kerja. Maka, sudah seharusnya kita jaga anak-anak yang telah dititipkan pada kita dengan sebaik-baiknya.

Salah satu bentuk penjagaan yang bisa kita lakukan adalah dengan membimbing mereka sesuai mau Penciptanya. Bagaimana caranya?

Ali bin Abi Thalib berpesan untuk membimbing anak sesuai fase usia anak.

Pertama, 0-7 tahun.

Pada usia 7 tahun pertama, Ali berpesan untuk membimbing anak dengan memperlakukannya sebagai raja. Di fase ini, orang tua berperan melayani semua kebutuhan anak dengan penuh kelembutan, ketulusan, dan keikhlasan.

Hal ini bukan berarti orang tua memanjakan anak, tapi menyediakan hanya yang boleh dan baik bagi anak. Fase ini adalah fase penumpukan keimanan, fase untuk mengenalkan Allah, membuat anak terpesona akan kebaikan, kebesaran, kehebatan Allah. Pada fase ini anak akan banyak bergantung pada orang tua dan tak jarang menjadikan orang tua sebagai idola mereka. Inilah bekal penting bagi tahap selanjutnya.

Kedua, 7-14 tahun.

Di 7 tahun kedua, Ali berpesan untuk membimbing anak seperti tawanan. Pada fase ini anak sudah dikenalkan dengan syariat Allah. Orang tua harus tegas dan penuh pengertian saat menjelaskan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh. Penjelasan yang diberikan harus dengan kalimat sederhana yang mudah dimengerti anak dan tanpa adanya kekerasan. Karena akal mereka memang belum sempurna mencerna semua fenomena kehidupan. Jadi, orang tua harus bersabar dalam menjelaskan dan mengulang penjelasannya.

Berbekal ikatan yang sudah terjalin di 7 tahun pertama, insyaallah akan akan mudah diarahkan. Apalagi di usia 7 tahun kedua ini anak sudah lebih kritis, lebih mudah diajak berdiskusi. Sehingga kita bisa menanamkan pemahaman tentang melaksanakan syariat, bukan dalam bentuk ancaman tetapi dialog keimanan.

Contohnya syariat memulai salat bagi anak adalah saat mereka berumur 7 tahun. Pada umur ini, anak sudah bisa diajarkan bacaan salat yang baik dan benar, diajak bersama melaksanakan salat agar ringan dan senang. Sampai nanti saat umur 10 tahun dan ternyata ada anak yang enggan untuk salat, maka syariat membolehkan untuk memukul mereka.

Dengan catatan, pukulan yang dilakukan tidak sakit dan tidak berbekas. Dari Amr Bin Syu'aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: "Rasulullah saw. bersabda: "Perintahkan anak-anakmu melaksanakan salat sedang mereka berusia tujuh tahun dan pukullah mereka karena tinggal salat sedang mereka berusia 10 tahun dan pisahkan antara mereka di tempat tidurnya."

Ketiga, 14-21 tahun.

Di 7 tahun ketiga, Ali berpesan untuk menjadikan anak sebagai sahabat. Semakin besar usia anak, semakin luas pengetahuan dan pemikirannya. Dengan fondasi keimanan yang ditanam di fase 7 tahun pertama, pengenalan syariat di 7 tahun kedua, maka 7 tahun ketiga atau fase akil balig ini insyaallah akan lebih mudah mengarahkan anak.

Sebagaimana kita berbincang dengan sahabat, berdiskusi tentang berbagai problematika kehidupan, baik itu masalah pilihan pendidikan, finansial, pekerjaan, hingga jodoh. Tentu hal ini butuh sikap legowo dari orang tua dalam menerima pendapat anak yang memang berbeda masanya dengan orang tua. Agar anak mau bercerita dan terbuka tentang apa yang menurutnya harus diceritakan.

Semakin dewasa, maka orang tua harus terus melatih tanggung jawab atas semua pilihan anak. Sejak dini, orang tua memiliki peran untuk membantu menemukan potensinya dan mengembangkannya. Tak hanya itu, orang tua juga berperan dalam mengarahkan anak menjadi anak yang percaya diri juga mandiri. Sehingga harapannya akan lahir pemuda yang tangguh seperti Muhammad Al Fatih sang Pembebas Konstantinopel.

Perhatikan Lisanmu, Bunda!

Teori kadang tak seindah kenyataan. Harapan kita, para orang tua, anak akan tumbuh menjadi anak yang saleh dan salihahsejak mereka kecil hingga dewasa. Nyatanya, ada saja fase menguji kesabaran bagi orang tua. Rasa lelah mungkin akan hadir, stres, dan frustrasi juga bisa jadi muncul. Tetapi, bukan berarti akhirnya orang tua menyerah akan kondisi anaknya.

Mari kita lihat kisahnya sang Imam besar Al-Haram, Syekh Abdurrahman As Sudais. Suatu hari keluarganya kedatangan tamu kehormatan. Untuk menyambut tamu ini, sang ibunda memasak jamuan makan yang dirasa layak. Saat hidangan sudah siap saji, datanglah Sudais kecil yang baru bermain di luar rumah.

Sang ibu sangat kaget dengan apa yang dilakukan Sudais kecil terhadap masakannya. Sudais kecil menaburkan pasir ke hidangan kambing yang dimasak ibunya. Kaget bercampur kesal, ibunda Syekh Sudais berkata dengan nada tinggi, "Awas kamu, kalau sudah besar kamu akan menjadi Imam Masjidil Haram!"

 Perkataan sang ibunda menjadi doa yang diijabah oleh Allah Swt. Kini Sudais kecil berubah menjadi seorang syekh, hafiz, imam Masjidil Haram. Bayangkan jika sang ibu justru berbicara yang buruk saat marah. Atau bahkan mengeluarkan sumpah serapah. Na'udzubillah jika itu dimainkan oleh malaikat dan diijabah oleh Allah Swt.

Oleh karena itu, hendaklah para orang tua, khususnya ibunda tercinta menahan lisan mereka saat marah. Kalau perlu gigit lidah sendiri agar tidak mengeluarkan kata-kata yang nantinya akan disesali karena berdampak buruk bagi buah hati sendiri.

Jalani dengan Cinta

Seseorang yang mencintai sesuatu atau orang akan rela berkorban baik harta, pikiran, tenaga bahkan jiwa raga. Tak peduli bagaimana balasan yang dicintai, karena baginya ia bisa mengekspresikan rasa cintanya. Inilah yang harus kita lakukan dalam beribadah, termasuk membimbing anak.

Tak masalah jika harta berkurang, pikiran dan tenaga terkuras, bahkan fisik tak lagi seperti dahulu setelah memiliki buah hati. Yang penting bagi kita adalah kondisi anak yang bisa sehat, terpenuhi kebutuhannya. Baik kebutuhan sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Boleh jadi semua pengorbanan yang orang tua lakukan tak mendapat balasan dari anak di dunia. Tetapi, yakinlah kita sedang berniaga dengan Maha Pencipta, Allah Swt. Allah tidak akan pernah menyia-nyiakan amal kita sedikit pun selama kita ikhlas menjalani karena-Nya saja.

Semoga Allah bimbing kita selalu dalam memersamai buah hati yang sudah dititipkan. Aamiin.

Wallahu a'lam bishawab.

 

 

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com
Fatimah Azzahra S.Pd. Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Cahaya Kasih Ibu Penerang Peradaban Baru
Next
Bekasi Undercover, Sisi Gelap Perkotaan Akibat Kapitalisme
5 2 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

7 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
R Bilhaq
R Bilhaq
1 year ago

semoga Allah Swt senantiasa memudahkan urusan kita dalam mendidik anak..

Dia dwi arista
Dia dwi arista
1 year ago

Oh, realita sungguh tak sama. Memang harus sadar dan ijhlas serta sabar untuk membimbing generasi

Neni Nurlaelasari
Neni Nurlaelasari
1 year ago

Islam sangat sempurna mengatur segala aspek kehidupan. Termasuk perkara pendidikan anak dari sejak kecil. Meski tantangan zaman sekarang sangat berat, semoga kita bisa mendidik sesuai syariat Allah.

Nining Sarimanah
Nining Sarimanah
1 year ago

Pendidikan yang baik dan sesuai syariat akan melahirkan anak yang saleh/salehah.

Firda Umayah
Firda Umayah
1 year ago

Benar, orang tua perlu memperhatikan pendidikan anak sesuai dengan tahap usianya.

Sartinah
Sartinah
1 year ago

Masyaallah, begitu sempurnanya Islam memberikan tuntunan dalam mendidik anak. Bahkan, pendidikan sudah dimulai sedari belia mngkin. Dan gak ada sistem lain sebaik dan sesempurna Islam. Barakallah ...

Isty Da'iyah
Isty Da'iyah
1 year ago

Barakallah, anak adalah aset penting untuk kehidupan umat.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram