Demokrasi yang memberikan kebebasan kepemilikan, nyatanya hanya berlaku bagi para kapitalis. Sedangkan negara-negara dunia ketiga hanya menjadi objek penderita bagi kepentingan mereka. Karena itu, mengharapkan keadilan dari sistem buatan manusia ini ibarat mimpi di siang bolong.
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-"Three worlds, one planet." Itulah judul artikel yang ditulis oleh Alfred Sauvy, seorang ahli demografi dari Prancis. Artikel itu dipublikasikan di majalah L'Observateur pada tahun 1952. Dalam artikel tersebut, Sauvy membagi negara-negara dunia dalam tiga kelompok. Kelompok pertama, yang disebut dengan first world (dunia pertama), adalah negara-negara kapitalis yang dipimpin oleh Amerika Serikat. Kelompok kedua, second world (dunia kedua), adalah negara-negara sosialis dan dipimpin oleh Uni Soviet. Adapun kelompok ketiga yang disebut third world (dunia ketiga) merupakan negara-negara yang tidak memihak kepada Amerika Serikat maupun Uni Soviet. (Investopedia.com, 8/6/2022)
Penamaan tiga kelompok ini menggunakan analogi kelas yang ada di Prancis pada waktu itu. Kelas pertama adalah golongan bangsawan dan gereja, kelas kedua adalah kaum borjuis, dan kelas ketiga adalah kaum proletar. Dunia pertama diibaratkan sebagai kaum bangsawan, dunia kedua sebagai kaum borjuis, dan dunia ketiga sebagai kaum proletar.
Sauvy menyatakan bahwa dunia ketiga yang dijajah oleh dunia pertama juga sama seperti kaum proletar yang mendambakan hidup sejahtera. Oleh karena itu, mereka menuntut kemerdekaan. Setelah negara-negara dunia ketiga memperoleh kemerdekaan, apakah mereka benar-benar sejahtera seperti negara-negara dunia pertama?
Dunia Ketiga dan Demokrasi
Negara-negara dunia ketiga pada umumnya pernah menjadi jajahan negara-negara dunia pertama. Negara dunia ketiga ini mewakili stereotipe negara-negara miskin. Negara-negara tersebut terdapat di Asia, Afrika, Amerika Latin, dan Oseania. (Wikipedia.org)
Setelah negara-negara dunia ketiga mendapatkan kemerdekaan, mereka pun menerapkan sistem demokrasi. Mereka berharap, melalui penerapan sistem ini, mereka akan meraih cita-cita menjadi negara yang makmur dan sejahtera. Mereka juga bermimpi memiliki kedudukan yang setara dengan negara-negara maju yang pernah menjajah mereka.https://narasipost.com/challenge-np/08/2023/the-third-world-and-the-illusion-of-justice/
Mimpi itu muncul karena konsep demokrasi tampak begitu indah. Konsep dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat pun membius mereka. Adanya kesamaan hak asasi sebagai manusia mereka harapkan akan menempatkan mereka pada posisi yang sederajat dengan negara pertama. Yakni, sebagai mitra yang sejajar, bukan sebagai jajahan.
Permasalahan di Dunia Ketiga
Setelah mendapatkan kemerdekaan secara de jure, pemerintahan baru pun dibentuk. Melalui pesta demokrasi, rakyat antusias memilih para pemimpin yang berasal dari bangsa sendiri. Rakyat berharap, para pemimpin yang baru itu akan menjadikan hidup mereka lebih baik, seperti yang mereka janjikan saat berkampanye.
Meskipun telah menerapkan demokrasi dan dipimpin oleh bangsa sendiri, negara-negara dunia ketiga tetap menghadapi banyak masalah. Berikut ini beberapa permasalahan yang banyak dialami oleh dunia ketiga.
Pertama, masalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah utama yang dihadapi oleh negara-negara dunia ketiga. Masih banyak rakyat di wilayah tersebut yang hidup di bawah garis kemiskinan. Banyak dari mereka yang makan hanya dua kali sehari.
Kedua, kekurangan pasokan listrik. Meskipun saat ini teknologi makin canggih, masih banyak rakyat di dunia ketiga yang tidak dapat menikmati listrik. Berdasarkan penelitian PBB, seperempat warga dunia belum dapat menikmati listrik. Seperti yang dialami oleh rakyat Niger di Afrika. Meskipun negara itu menyuplai sebagian besar kebutuhan uranium pembangkit listrik di Prancis, 80% penduduknya belum dapat menikmati listrik.
Ketiga, sarana dan prasarana kesehatan yang buruk. Menurut PBB, terdapat lebih dari 11 juta anak yang meninggal karena penyakit malaria, pneumonia, serta diare. Yang lebih memprihatinkan, ada 200 juta balita yang tidak memiliki akses sarana kesehatan yang mendasar.
Keempat, pertanian yang buruk. Sebagian besar masyarakat dunia ketiga bergantung pada sektor pertanian. Namun, banyak dari mereka yang mengalami kegagalan di sektor ini. Menurut PBB, kondisi pertanian yang buruk ini dialami oleh 1,4 miliar orang di dunia.
Kelima, kekurangan air bersih. Kekeringan juga sering dialami oleh dunia ketiga. Banyak dari mereka yang tidak memiliki akses air bersih.
Keenam, pekerja di bawah umur. Kemiskinan yang dialami oleh keluarga-keluarga di dunia ketiga telah memaksa anak-anak untuk bekerja mencari nafkah. Penelitian yang dilakukan oleh PBB menyebutkan bahwa sebanyak 168 juta anak harus rela kehilangan masa kecil mereka karena bekerja. (Programipos co.id, 26/10/2022)
Ketujuh, konflik bersenjata. Ketidakmampuan para pemimpin untuk menyatukan berbagai suku menyebabkan seringnya terjadi konflik bersenjata di dunia ketiga. Hal itu diperburuk oleh adanya intervensi asing yang memiliki kepentingan di wilayah tersebut.
Ketujuh permasalahan itulah yang menyebabkan negara-negara dunia ketiga sulit berubah menjadi negara maju. Mereka tetap miskin dan terbelakang. Yang lebih memprihatinkan lagi, mereka tetap terjajah.
Kapitalisme Penyebab Masalah
Mengapa permasalahan-permasalahan itu terus terjadi di negara-negara dunia ketiga? Tidak lain karena ketergantungan negara-negara dunia ketiga kepada negara-negara dunia pertama. Ketergantungan itu disebabkan oleh penerapan kapitalisme yang dipaksakan atas mereka.
Negara-negara dunia pertama atau negara-negara kapitalis secara sengaja memelihara berbagai ketertinggalan yang dialami oleh negara-negara dunia ketiga. Negara-negara kapitalis mendikte para penguasa di dunia ketiga melalui pendampingan dalam menyusun APBN dan strategi pembangunan.
Dengan menggunakan teori pembangunan ekonomi Rostow, negara dunia ketiga dilarang membangun industri alat berat. Sesuai dengan teori Rostow, mereka harus melewati lima tahap pembangunan. Yaitu, tahap masyarakat tradisional, prasyarat lepas landas, lepas landas, menuju kedewasaan, dan konsumsi massal.
Tahap pertama ditandai dengan terbatasnya fungsi produksi masyarakat dan sedikitnya penggunaan teknologi. Pada tahap kedua, masyarakat sudah mampu menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Pada tahap ketiga akan terjadi pertumbuhan ekonomi. Selanjutnya, pada tahap keempat, masyarakat sudah memanfaatkan teknologi di hampir semua lini kehidupan. Barulah pada tahap kelima mereka akan menjadi negara industri.
Karena masih berada di tahap awal, mereka hanya diarahkan untuk membangun industri yang memproduksi barang-barang konsumsi. Setelah berhasil melampaui tahap ini, mereka akan melaju ke tahap-tahap berikutnya. Faktanya, setelah puluhan tahun merdeka, kondisi negara-negara dunia ketiga tidak berubah. Mereka tetap menjadi dunia ketiga. Bahkan, keadaan mereka makin terpuruk. Berbagai program pembangunan tidak memberikan kemakmuran bagi mereka. Proyek-proyek yang mereka bangun justru menambah beban mereka.
Padahal, untuk mendanai proyek-proyek tersebut, dunia ketiga mendapat bantuan dari negara-negara kapitalis berupa pinjaman yang berbunga. Sering kali, dana yang dianggarkan oleh APBN tidak cukup untuk membiayai proyek-proyek tersebut. Akibatnya, negara akan mengalami defisit anggaran. Dalam kondisi seperti ini, negara-negara kapitalis akan kembali mengulurkan tangannya dengan memberikan pinjaman. Para pemimpin negara di dunia ketiga pun menyambutnya dengan semringah. Bagi mereka, kepercayaan dunia pertama untuk memberikan pinjaman merupakan sebuah prestasi. Itulah yang ditanamkan oleh dunia pertama kepada mereka.
Demikianlah, hal ini terus berlanjut. Akibatnya, utang mereka dari tahun ke tahun pun makin bertambah. Mereka pun lebih banyak menghabiskan anggaran negara untuk membayar bunga utang daripada menyediakan sarana dan prasarana pendidikan serta kesehatan. Inilah yang disebut dengan bencana pembangunan. Menurut PBB, separuh dari negara di dunia mengalami hal ini. Akibatnya, sebanyak 3,3 miliar manusia hidup di negara yang terlilit utang. (Cnbcindonesia.com, 20/7/2023)
Karena jeratan utang itulah, negara-negara dunia ketiga tidak dapat melepaskan diri dari negara-negara kapitalis. Mereka dipaksa untuk melakukan swastanisasi dalam sektor-sektor publik. Melalui swastanisasi inilah, para kapitalis mengeruk sumber daya alam di negara-negara dunia ketiga. Pada saat yang sama, mereka juga membajak sumber daya manusia di sana dengan cara mempekerjakan mereka dengan imbalan yang sangat kecil. Akibatnya, rakyat makin menderita karena harga barang dan jasa makin mahal, sementara penghasilan mereka tidak cukup untuk membeli barang dan jasa tersebut.
Pola inilah yang terus digunakan oleh negara-negara kapitalis dalam menguasai negara-negara dunia ketiga. Inilah yang menciptakan kemiskinan sistemis di negara-negara tersebut. Rakyat menjadi miskin bukan karena mereka malas atau tidak mau bekerja. Namun, karena penghasilan mereka terlampau sedikit. Hanya segelintir orang yang benar-benar dapat menikmati kekayaan, yaitu para kapitalis dan penguasa yang dekat dengan mereka.https://narasipost.com/opini/02/2022/menakar-ulang-arah-kebijakan-pemerintah-terkait-gelombang-ketiga-pandemi-covid-19-k/
Demikianlah, demokrasi yang memberikan kebebasan kepemilikan, nyatanya hanya berlaku bagi para kapitalis. Sedangkan negara-negara dunia ketiga hanya menjadi objek penderita bagi kepentingan mereka. Karena itu, mengharapkan keadilan dari sistem buatan manusia ini ibarat mimpi di siang bolong.
Islam Menciptakan Kesejahteraan bagi Semua
Hal seperti ini tidak akan terjadi dalam negara yang menerapkan sistem Islam secara kaffah. Di dalamnya akan diterapkan sistem ekonomi Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan bagi semua. Tak peduli, apakah dia muslim atau nonmuslim, Arab atau non-Arab, semua memiliki hak yang sama.
Karena itu, dalam sejarah peradaban Islam, tidak ditemukan adanya eksploitasi terhadap wilayah yang dibebaskan. Sumber daya alamnya akan dikelola oleh negara dan digunakan untuk kepentingan masyarakat umum. Dengan demikian, semua dapat menikmati hasil kekayaan alam milik mereka.
Hal ini telah dirasakan oleh wilayah yang dahulu berada di bawah naungan pemerintahan Islam. Mereka mendapatkan hak-hak mereka berupa sandang, pangan, dan papan. Mereka juga memperoleh hak mendapatkan pendidikan, layanan kesehatan, dan keamanan.
Semua itu dapat diraih karena mereka menjalankan aturan-aturan Allah Swt. Para penguasa menjalankan amanah untuk melayani rakyat. Rakyat pun menjalankan kewajiban mereka karena ketakwaan.
Karena itulah, mereka mendapatkan kebahagiaan di dunia sebagaimana yang dijanjikan oleh Allah Swt. melalui surah Al-A'raf [7]: 96.
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرٓى أٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِنَ السَّمآءِ وَالْأَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَأَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Artinya: "Seandainya penduduk negeri itu beriman dan bertakwa, pastilah Kami bukakan bagi mereka berkah dari langit dan bumi. Akan tetapi, mereka telah mendustakan, maka Kami siksa mereka sebagai balasan atas perbuatan mereka."
Karena itu, keadilan bagi dunia ketiga hanya dapat diraih dengan menjalankan syariat Islam. Dengan cara itulah, mereka akan terbebas dari penindasan dan meraih kebahagiaan. Yang lebih penting dari hal itu, mereka akan mendapatkan rida dari Allah Swt.
Wallaahu a'lam bi ash-shawaab.
Dunia ketiga dunia dalam derita
Kayak Nasyida Ria
Problem negara-negara dunia ketiga tetap akan sama dari ke waktu sepanjang kapitalisme masih diemban dan dijadikan sebagai solusi.
Setuju
Sampai kapan pun keadilan untuk dunia ketiga tidak akan pernah diwujudkan dalam kapitalisme. Hanya Islam saja yang mampu mengeluarkan penderitaan umat termasuk di dunia ketiga.
Betul, mbak
Sekat-sekat inilah ilusi yang mereka ciptakan. Dunia ketiga hanya area jajahan dunia pertama. Sejahtera? Tunggu dulu, marimar!
Hmm ....
Jika sistem yang dipakai berideologi Islam, maka tidak ada dunia 1,2 dan 3 semuanya sejahtera . Oleh sebab kapitalisme maka bagaikan hukum rimba, yang kuat dialah yang berkuasa. Barokallah buat penulis dan NP
Aamiin. Jazaakillaah, mbak
MasyaAllah tabarakallah ❤️
Aamiin. Jazaakillaah, mbak
Akar dari segala permasalahan di negeri ini, tidak lain bercokolnya sistem kapitalis sekuler yang diadopsi negara. Jelas harus diatasi dengan solusi terbaik yaitu mengembalikan, mengganti serta menerapkan aturan syariat Islam dalam tatanan kehidupan. Jazakillah mbk. Barakallah.
Aamiin
analisis yang mudah dipahami dan sangat bagus. data diberikan berdasarkan fakta yg terjadi. naissss !
Jazaakillaah mbak