Di Ujung Malam

(Naskah Challenge ke-3 NarasiPost.Com dalam rubrik True Story)


Oleh: Nesa Tikasari

NarasiPost.Com-Seringkali hidup menghidangkan menu yang tak terduga, sekalipun itu adalah hal yang tidak kamu suka. Bahkan beberapa fase dalam kehidupan, menuntut diri untuk menerima sebuah perubahan.

Secangkir teh hangat di waktu hujan bisa menjadi teman yang diandalkan. Sembari menilik perjalanan kelam di masa yang telah lalu, bukan untuk kembali, melainkan untuk menjadi acuan diri. Aku yakin, tak hanya diriku yang tertawan oleh dosa, melainkan kamu dan juga mereka. Iya … manusia.

Aku tak akan membuka aibku sendiri di masa lalu, sebab Allah sudah menutupnya dengan begitu rapat. Aku hanya ingin menyampaikan bahwa tidak pernah ada kata terlambat. Benar, never too late to do better. Seburuk apa pun kamu di masa lalu, kamu berhak memiliki masa depan yang baik. Tinggal kamu mau atau tidak?

Allah sesuai dengan prasangka hamba-Nya, itu benar adanya dan aku pernah merasakannya. Ketika terbersit dalam hati kecil rasa ingin melakukan suatu kebaikan, Allah pasti akan memudahkan. Walaupun potensi yang tampak pada situasi tersebut adalah nol persen.

Aku akan berkisah tentang seorang Fulanah. Saat itu ia belum berjilbab. Setiap kali melihat seorang muslimah yang sudah menutup aurat, muncul rasa ingin juga dalam benaknya. Namun, ia merasa belum mampu, tersebab suatu hal.

Pernahkah kamu merasakan hal serupa meskipun dengan warna dan gradasi yang berbeda?

Aku hanya ingin berpesan, jika keinginan untuk berbuat baik itu hadir dalam hatimu, jangan pernah ditolak. Terimalah, meskipun keyakinanmu belum kuat. Percayakan dirimu kepada Tuhanmu, Allah. Bukankah Allah yang lebih mengerti keadaan dan kemampuan kita? Bahkan melebihi pengertian kita terhadap diri kita sendiri?

Kembali pada kisah Fulanah. Suatu hari, ia dihancurkan oleh sebuah kenyataan. Rasa sedih yang dirasa, menyisakan lubang yang menganga. Penyebab air matanya tumpah saat itu adalah karena keputusan atasannya untuk memberhentikan dia dari kerja.

Rasanya menyakitkan, seolah berada di ujung jurang yang curam dan tidak memiliki jalan lain untuk pulang. Mau kemana? Bagaimana? Timbul berbagai macam pertannyaan tanpa jawaban. Ia betul-betul resah karena kehilangan pekerjaan tetap.

Semalam penuh, ia bergelut dengan kesedihan. Ia lelah dan gelisah. Akhirnya ia beranjak dari kamar menuju pancuran untuk berwudhu. Pikirannya yang begitu rumit, sejenak menjadi tenang sebab dinginnya air.

Waktu menunjukkan pukul tiga dini hari. Suasana begitu hening dan sunyi. Ia segera mengenakan mukena kemudian salat beberapa raka’at.

Dalam rapuh ia bersimpuh. Di hadapan Tuhannya ia merintih dan mengadu. Allah Maha Tahu. Hanya saja, Allah rindu linangan air mata penuh makna, dan getaran setiap kali bibir mengucap kata, “Yaa Allah …”

Ia terus melafalkan doa, menggantungkan asa dan merebahkan jiwa di ujung malam. Ia merasa tenang, meskipun Allah belum memberikan jawaban.

Keesokan paginya, ia duduk di meja rias untuk bercermin.

“Mungkin ini waktu yang tepat untuk mewujudkan rasa inginku,” ujarnya pada diri sendiri.

Benar. Saat itu juga, ia membulatkan tekad untuk berhijab tanpa berpikir panjang. Kemudian, ia mengisi hari-harinya dengan melakukan pekerjaan rumah. Sesekali, ia mencari lowongan pekerjaan melalui ponsel. Ia berharap kondisinya segera pulih.

Hari Sabtu, tepatnya tiga hari setelah kejadian tersebut, ia mengajakku untuk bertemu di rumah makan sederhana. Aku merasa terkejut dengan penampilannya yang jauh lebih baik. Namun, aku membiarkan dirinya untuk memulai bercerita. Tak lupa, kami memesan dua porsi makanan dan minuman. Kami mengiringinya dengan perbincangan santai, membahas poin demi poin. Hingga ada perkataannya yang masih kuingat sampai sekarang.

“Saat aku diterpa kejadian yang tidak aku suka, aku kecewa. Aku merasa diperlakukan tidak adil, dan aku tidak rela. Bisa jadi aku membenci hal yang ternyata itu baik bagiku. Perasaan sedih itu manusiawi, seharusnya diiringi juga dengan pikiran jernih. Ibaratnya, bagaimana bisa makanan itu memiliki cita rasa yang nikmat, jika takarannya tidak sesuai? Bagaimana kita bisa tumbuh, jika dengan ujian yang sudah pasti ditakar sesuai kemampuan saja kita menyerah?”

Aku hanya diam tanpa memotong pembicaraannya.

“Ketika Allah memberi ujian, tak mungkin Dia meninggalkan. Satu hal lagi, jangan remehkan niat baikmu, meskipun itu hanya sekadar bisikan dalam hati, kemudian pergi. Ketika kita menaruh niat untuk berbuat baik, pasti Allah mudahkan. Meskipun dengan cara yang sangat menyakitkan bagimu, tapi itulah yang terbaik untukmu.”

Perbincangan kami hari itu diakhiri dengan perpisahan hangat. Darinya, aku belajar banyak hal. Di belahan bumi mana pun, manusia pasti pernah mengalami fase tersebut. Sejatinya, itu adalah bagian dari proses manusia untuk tumbuh, menjadi manusia yang lebih kuat dan lebih baik lagi.

Teruntuk kamu yang sedang mengalami keterpurukan, sabar dan menepilah sejenak. It will past. Cepat atau lambat, pertolongan Allah akan tiba. Kamu hanya perlu bersabar.

Sejak pagi, aku menikmati rintikan hujan yang membasahi bumi, kini sudah disambut dengan hangatnya sinar mentari. Cangkir tehsudah kosong dan camilan mulai habis. Sebuah pertanda jika tulisan ini akan segera berakhir.

“Sapalah Allah di ujung malam, jangan mengaku rindu jika tak ingin bertemu.”

Kalimat yang menjadi titik henti dari tulisan ini.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Mencetak Generasi Hamilul Qur'an
Next
Bunga Pepaya, si Pahit Penangkal Penyakit
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram