Banyak kisah perundungan yang dialami para penulis pemula yang baru mengenal dunia literasi. Ini menjadi luka tak berdarah dalam diri penulis.
Oleh. Mahyra Senja
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Luka, sering kali seseorang yang menuntut ilmu dihadapkan pada realitas yang pahit. Mahalnya biaya pendidikan dan sulitnya mencari lapangan pekerjaan secara part time untuk kalangan pelajar atau mahasiswa menjadi dilema. Masalah ini membuat mental para penuntut ilmu mudah menyerah oleh keadaan. Padahal banyak orang yang punya potensi, tetapi sayangnya minat serta bakatnya jadi sia-sia bila tidak didorong oleh ilmu yang mumpuni di bidang yang digeluti.
Pengalaman saya selama jadi pendidik, faktanya tidak sedikit pelajar yang putus sekolah karena terbentur oleh keadaan. Apakah hanya orang kaya saja yang berhak merasakan pendidikan? Bagaimana dengan nasib kaum duafa yang tidak punya uang dan kesempatan menimba ilmu? Jika sebagai bangsa Indonesia kita tidak peduli, tentu masalah ini akan membuat mental pelajar makin menurun karena pesimis dengan realitas yang terjadi.
Langkah apa yang harus kita lakukan sebagai pegiat literasi untuk memajukan literasi agar dapat meminimalisasi tingkat kebodohan? Kita bersyukur bahwa menurut hasil PISA tahun 2022 menunjukkan peringkat hasil belajar literasi Indonesia naik 5-6 persen dibanding PISA tahun 2018 dan tentu kita berharap beberapa tahun ke depan akan tetap mengalami kenaikan. Jadi, apakah kita hanya berdiam diri tanpa melakukan apa-apa?
Bila semua orang di negeri ini menyadari akan pentingnya literasi, pasti akan saling mendukung satu sama lain untuk bergerak bersama. Masalahnya yang terjadi saat ini adalah kita tidak mau saling berkolaborasi dan mendukung satu sama lain untuk mewujudkan mimpi agar literasi di Indonesia meningkat lebih tajam. Contoh kasus yang pernah terjadi saat seorang penulis mendaftar lomba cerita. Ternyata dia harus membayar jasa ilustrator di awal.
Sebagai modal untuk berkolaborasi membuat buku cerita. Namun, tentu tidak semua penulis memiliki cukup uang, sehingga banyak yang membatalkan niatnya untuk mengikuti lomba. Inilah yang membuat seorang penulis menguburkan mimpinya. Kalau segala sesuatu diukur dengan uang dan seolah mencari keuntungan secara sepihak tanpa mengikuti perjanjian awal, maka jelas hal ini menjadi masalah.
Inilah Luka Tak Berdarah
Sikap menuntut fee yang besar pada penulis akan berpengaruh juga pada karyanya. Jadi, perlu dibuat perjanjian secara khusus, tetapi sayangnya banyak ilustrator yang tidak memenuhi perjanjian di awal yaitu dengan sistem 50:50. Seharusnya sistem bagi putus ini, ditandatangani secara sah, dan bermaterai agar tidak terjadi masalah pada proses kolaborasinya.
Tanpa seorang penulis, seorang ilustrator akan kesulitan berkarya. Begitu pun sebaliknya. Apalagi, banyak kisah perundungan yang terjadi dan dialami para penulis pemula yang baru mengenal dunia literasi. Bahasa verbal dan kata-kata yang merendahkan orang lain tentu menyakiti. Sikap bully terkadang disadari atau tidak, akan berdampak pada psikis seseorang. Sehingga hal itu menjadi luka tak berdarah dalam diri penulis dan enggan untuk berkarya lagi.
Sejatinya masalah apa pun pasti ada solusinya, asalkan bersabar dalam menjalani prosesnya. Rintangan demi rintangan yang dialami menjadi proses pendewasaan berpikir bagi para penulis sehingga mereka yang bertahan adalah yang telah lulus seleksi hukum alam. Saat ini kelas menulis gratis secara online mulai langka sejak masa pandemi berlalu. Justru, kehadiran kelas-kelas menulis online tersebut sangat bermanfaat, apalagi ilmu yang dibagikan secara gratis.
Di sinilah kita bisa belajar menuntut ilmu tanpa takut akan masalah biaya. Namun, faktanya tidak semudah itu. Banyak penulis yang tidak mau berbagi ilmu dengan alasan sibuk dan lebih mengutamakan yang memberikan bayaran. Ini disebabkan karena pola pikir kita yang keliru. Jangan biarkan pikiran kita dikuasai oleh hal itu karena masih banyak di luar sana, para penulis pemula yang ingin belajar, tapi terhalang oleh biaya.
Jadikan kegiatan sharing ilmu sebagai bagian dari proses belajar bersama untuk meraih rida Ilahi. Ya, orang-orang yang hatinya terpaut pada Allah akan menjadikan kegiatan berbagi ilmu, sebagai ladang untuk meraih pahala. Sebab, tak bisa dimungkiri, faktor keadaan ekonomi seseorang akan memengaruhi mentalnya.
Kendala yang dihadapi penulis pemula bisa jadi bukannya tak mau belajar, tetapi keadaan hidup yang memprihatinkan membuatnya hanya fokus pada hal itu. Nah, sebagai umat muslim, sudah seharusnya kita harus saling berkolaborasi dan mendukung satu sama lain dalam membumikan literasi.
Perjuangan Literasiku: Hapus Luka
Tahun 2023 Saya mulai nekat membuat Komunitas Sharing Ilmu Literasi yang diniatkan untuk ibadah dan saya berjuang mengajak semua penulis untuk saling berkolaborasi dalam berbagi ilmu secara online. Tantangan yang saya hadapi yaitu sering ditolak oleh para pemateri yang berkompeten di bidangnya. Sehingga sejak saat itu, saya sering memaksakan diri ikut kelas berbayar agar bisa belajar tentang ilmu kepenulisan berbagai genre agar lebih kompeten berbagi ilmu dengan rekan sesama penulis.
Ada rasa bahagia ketika bisa berbagi ilmu kepada rekan-rekan penulis, meski hanya melalui grup whats app. Awalnya perjuangan tersebut tidak mudah untuk dilakukan. Berbagai tantangan silih berganti. Namun, saya percaya di balik kesulitan yang saya hadapi akan ada kemudahan yang saya dapatkan apalagi, jika saya meniatkan semua hal yang saya lakukan untuk kebaikan. Allah Swt. berfirman dalam dalam Al-Qur’an: “Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6)
Ayat ini berisi tentang motivasi bagi setiap hamba Allah agar senantiasa bersabar dan tidak menyerah dalam menghadapi semua persolan hidup. Salah satunya dalam menuntut ilmu. Allah telah menjanjikan bahwa setelah seseorang mendapatkan kesulitan, pasti suatu saat akan datang kemudahan. Artinya kita harus yakin apa pun kesulitan yang kita hadapi, jangan menyerah. Tetap bertawakal dan jangan berhenti berikhtiar.
Ayat penyemangat di atas juga berisi anjuran bagi setiap muslim untuk bersabar dalam setiap kesulitan. Artinya kita tidak boleh terus menerus sedih, apalagi terluka oleh orang-orang yang meremehkan kita. Dalam hadis lain Rasulullah saw. bersabda:
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : وَعْلَمْ أَنَّ فِيْ الصَّبْرِ عَلَى مَا تَكْرَهُ خَيْرًا كَثِيْرًا وَ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا . (أخرجه أحمد)
“Ketahuilah, sesungguhnya pada kesabaran terhadap apa yang engkau benci mempunyai kebaikan yang sangat banyak. Dan sesungguhnya pertolongan itu bersama dengan kesabaran, kelapangan bersama kesusahan, dan bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (HR. Ahmad)
Hadis ini mempertegas ayat ke 5 dan 6 dalam surat Al-Insyirah bahwa tidak ada yang mustahil asalkan kita yakin dan mau bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu. Kesulitan ekonomi yang terjadi saat ini, jangan dijadikan penghalang, tapi jadikan acuan agar kita semangat belajar. Semoga tulisan ini bisa mencerahkan, selamat berkarya, dan tetap semangat. Ayo bersama kita hapus luka!
Wallahu a'lam bishawaab. []
Kak Mahyra, terima kasih sudah menjadi founder komunitas SIL. Saya sangat bersyukur bisa tergabung di dalamnya. Semoga makin banyak penggerak literasi yang melek akan pentingnya bacaan untuk masa depan anak2. Saya pribadi lebih suka menulis cerita anak dan sempat mundur juga karena mahalnya jasa ilustrator.
Narasipost.com berjaya.
Hem, saya sendiri menyayangkan kalau ada pelatihan menulis yang berbayar cukup mahal. Kalau yang seikhlasnya masih bisa diterima karena sesuai kemampuan peserta yang mengikuti
Terima kasih sahabat, semoga doanya diijabah amiin ya rabb
Masyaallah. Semoga ilmu yang dijadikan bermanfaat bagi yang lain. Barakallah mba@Mahyra,
Semoga jadi pahala jariyah. Semangat terus agar bisa banyak berbagi. InsyaaAllah, Allah mudahkan.
Bismillah. Saya pun masih terus mengais ilmu. Semangat fastabiqul khairat mbak. Dakwah literasi masih terus dibutuhkan