"Salah satu naskah opini terbaik ke-4 dalam Challenge ke-2 NarasiPost.Com dengan tema "Valentine dalam Perspektif Islam"
Oleh. Aniyatul Ain, S.Pd
(Aktivis Muslimah)
NarasiPost.Com-Sebagaimana kita tahu, bulan Februari identik dengan bulan kasih sayang. Pesona hari kasih sayang yang ditawarkan di bulan ini mampu menghipnotis jutaan umat di dunia agar berlomba-lomba mengekspresikannya dengan ragam cara. Ada yang mengekspresikan dengan memberi coklat, setangkai bunga mawar, kartu-kartu ungkapan kasih sayang, bahkan yang lebih absurd dengan menghadiahi keperawanan kepada pasangan.
Tak ayal, perayaan Valentine kerap menjadi ajang kemaksiatan karena hawa nafsu yang menjadi patokan. Oleh karenanya, di Indonesia sendiri perayaan Valentine diharamkan. Hal ini berdasarkan fatwa MUI No 3 Tahun 2017 tentang Haramnya Merayakan Valentine Bagi Umat Islam. Keharamannya ini tentu didasarkan pada: Pertama, Valentine bukan hari raya umat Islam. Hari raya umat Islam hanya ada dua, yakni Idul Fitri dan Idul Adha, sebagaimana hadis berikut “Aku datang kepada kalian dan kalian mempunyai dua hari raya yang kalian bermain-main di dalamnya pada masa jahiliyah dan Allah telah menggantikan keduanya dengan yang lebih baik bagi kalian. Hari raya kurban dan hari berbuka.” (HR. Ahmad, Abu Dawud dan Nasai).
Kedua, tasyabuh bil kufar (menyerupai kebiasaan orang-orang kafir). Jika dilihat dari sejarahnya, Valentine memang tidak ada sangkut-pautnya dengan ajaran Islam. Ia hanyalah sebuah perayaan untuk mengenang pendeta Nasrani St. Valentino yang dihukum mati.
Ketiga, bentuk ekspresi mengungkapkan kasih sayang kepada pasangan, tidak jarang malah dilakukan dengan berbagai aktivitas yang mendekati zina (seperti pacaran, khalwat), bahkan sampai berzina! Padahal Allah Swt berfirman,
“Janganlah engkau mendekati zina. Sesungguhnya zina adalah sesuatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.”
(Qs: Al-Isra: 32)
Tersebab merajalelanya zina di suatu negeri, hal ini dapat mengakibatkan halalnya azab Allah atas penduduknya. Sebagaimana sabda baginda Muhammad Saw,
“Jika zina dan riba sudah menyebar di suatu kampung, maka sesungguhnya mereka telah menghalalkan azab Allah atas diri mereka sendiri.”
(HR. al-Hakim, al-Baihaqi dan ath-Thabrani)
Demikianlah fenomena Valentine yang terjadi di negeri Muslim terbesar di dunia ini. Bagaimana fenomena hari kasih sayang di negeri tempat turunnya Islam yakni Arab Saudi? Sebagaimana kita tahu, Islam turun di Mekah, Arab Saudi. Pada awalnya, negeri ini melarang perayaan yang bukan datang dari Islam. Sehingga kerap kali dijuluki negara konservatif karena belum bisa beradaptasi dengan budaya luar.
Tercatat, 140 orang pernah ditangkap pada tahun 2012. Lima pria dijatuhi hukuman cambukan dan 32 tahun penjara karena minum dan menari dengan wanita pada Februari 2014. (Huffpost.pad, 2020).
Namun, untuk pertama kalinya pada tahun 2018, polisi agama telah melegalkan perayaan tersebut setelah tokoh-tokoh agama melegalkannya.
Sebagaimana disarikan dari Arab News (13/02/2020), tokoh agama Syekh Ahmad Qasim al-Ghamdi selaku Mantan Presiden Komisi untuk Promosi Kebijakan Pencegahan Kejahatan Mekkah menerangkan hari Valentine tidak bertentangan dengan agama Islam. Karena menurutnya merayakan cinta dan kasih sayang tidak terbatas kepada nonmuslim. Setiap muslim juga harus merayakan cinta, tuturnya. Ironis bukan?
Dengan dalih setiap orang berhak merayakan kasih sayang, maka pendapat tokoh agama dijadikan patokan kebenaran. Seharusnya, nash-nash syariatlah yang dijadikan standar perilaku kehidupan.
Sekalipun negara tersebut direpresentasikan sebagai negara Islam di dunia, namun belum tentu benar-benar islami selama hukum Islam belum dijadikan landasan dalam mengambil kebijakan. Haram tetaplah haram, sekalipun semua orang bersepakat untuk menghalalkan. Fakta bukanlah sumber hukum, yang menjadi sumber hukum bagi seorang muslim hanyalah Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Jika klaim membolehkan Valentine adalah karena semua muslim berhak merayakan cinta dan kasih sayang, dalam Islam kasih sayang dan cinta itu justru ditunjukkan dengan aktivitas saling menasihati dalam kebaikan dan kebenaran. Sebagai seorang muslim, tentu kita tidak ingin saudara seiman kita terjatuh dalam jerat zina berbalut Valentine. Sehingga dorongan untuk menjauhi budaya Barat seperti Valentine tidak lain sebagai bentuk saling menjaga antarsaudara seakidah.
Ungkapan cinta dan kasih sayang dalam Islam tidak dikebiri hanya satu hari di tanggal 14 Februari saja. Setiap hari adalah hari untuk menyemaikan cinta dan kasih sayang kepada sanak saudara, juga pasangan. Kasih sayang dalam Islam tidak berdasarkan hawa nafsu hitungan jam, ala muda mudi yang mabuk pacaran. Islam membingkai kesucian cinta dengan syariat pernikahan. Bahkan, seorang istri yang tidur seranjang dengan suaminya, Allah catat dengan pahala 100 rakaat salat sunnah. Bukankah begitu Maha Rahman dan Rahimnya Allah? Memupuk cinta kepada pasangan diganjar dengan pahala yang sangat besar. Begitulah seharusnya seorang muslim bersikap. Jika ia ingin menikmati kelezatan bercinta, maka ia pun harus siap memikul beratnya tanggung jawab juga berbagai kesulitan hidup yang menerpa.
Demikianlah, panduan hidup seorang muslim hanya bersumber dari dua pusaka agung, yakni Al-Qur’an dan As-Sunnah, bukan yang lain. Jika kita berpegang teguh dengannya, niscaya negeri muslim seluruh dunia akan selamat dan terhindar dari kerusakan akibat merajalelanya perrzinaan berkedok hari kasih sayang. Wallahu a’lam.[]