(Salah satu naskah Opini Terbaik ke-3 Challenge ke-2 NP dengan Tema "Valentine dalam Perspektif Islam)
Oleh.Yanti Hafidzah
(Pengasuh Kajian Remaja Dharmasraya)
NarasiPost.Com-Setiap tahunnya pada bulan Februari, tepatnya 14 Februari identik dengan Valentine's Day (V-Day) atau yang biasa dikenal dengan hari kasih sayang.
Hari Valentine sudah lama dirayakan oleh masyarakat, khususnya yang berada di daerah Eropa. Di Inggris sendiri, selebrasi hari Valentine sudah dimulai sejak abad ke-17 dan pertengahan abad ke-18. Selebrasi ini awalnya dirayakan dengan cara bertukar uang koin atau pun surat dengan bertulisan tangan yang menyatakan ungkapan rasa cinta.
Selain itu pada abad tersebut banyak sekali tantangan yang memanfaatkan Hari Valentine untuk menembak pasangannya atau menyatakan perasaan untuk menikah. Hal ini berlangsung hingga sekarang, di mana Valentine menjadi momen tepat dalam mengungkapkan perasaan.
Sedangkan secara historis -walaupun masih simpang siur-, diketahui bahwa Valentine mengacu pada nama seorang martir: Santo Valentine atau Valentinus, seorang imam dan uskup Terni (dekat Roma). Valentine menentang kebijakan Kaisar Romawi Claudius II yang melarang menikah muda, terutama bagi mereka yang masih dinas tentara atau pegawai kekaisaran. Kaisar Claudius II menganggap prajurit dan pejabat yang belum menikah dapat lebih diandalkan dan efektif menjalankan tugas.
Namun, Valentine menikahkan pasangan muda yang jatuh cinta. Atas ketidakpatuhannya, Valentine dipenjara dan dihukum mati. Di penjara, dia menyembuhkan anak gadis kepala penjara yang buta karena ketekunannya berdoa. Membalas jasa Valentine, kepala penjara menyelundupkan surat-suratnya kepada generasi muda Roma. Dalam surat terakhir sebelum eksekusi, Valentine membubuhkan frasa penutup: from your Valentine. Yang kemudian terkenal hingga saat ini.
Dalam perayaan V-day ini biasanya menyalurkan rasa kasih sayang melalui tukar coklat, memberi bunga kepada orang yang dicintainya dan lebih parahnya menjadi ajang saling mengungkapkan perasaan untuk menjalin hubungan berpacaran, bahkan sampai melakukan seks bebas. Sebagaimana dilansir Detik.news, Jumat (14 Februari 2020) anggota Satpol PP dan petugas Dinas Sosial kota Makassar mengamankan belasan remaja dalam razia di sejumlah hotel dan penginapan kelas melati, ada belasan pasangan yang belum menikah diamankan, dan seorang perempuan berkebangsaan Jerman yang menginap bersama rekan prianya di hotel Mangga Dua, jalan Tanimbul.
Sebagai seorang muslim ada dua hal yang patut jadi alasan untuk tidak ikut-ikutan merayakan hari Valentine day. Pertama, larangan tasyabuh bil kuffar (menyerupai orang kafir). Sebab, secara historis berasal dari jalan hidup kaum kafir. Dari Ibn Umar beliau berkata, Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda,
"Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka."(HR Abu Dawud, hasan).
Kedua, secara fakta sepanjang perayaannya, hari Valentine hanya menjadi ajang maksiat akbar. Seperti, sengaja memilih hari Valentine sebagai momen 'menembak' lawan jenis untuk dijadikan pacar, sampai melakukan seks bebas dengan dalih menunjukkan rasa kasih sayang kepada pacar. Nauzubillah mindzalik!
Dan patut kita antisipasi, meski di tengah pandemi tidak berarti peluang bermaksiat lewat V-day dijamin steril, karena banyak pintu untuk melakukan hal tersebut di tengah kecanggihan teknologi hari ini. Seperti misalnya praktik video sex, chatt sex, dan lain-lain.
Sungguh sangat miris bukan?
Jika negara berkiblat pada ideologi Islam, tentu perkara ini tak akan terjadi secara berlarut-larut. Tidak akan ada ceritanya perayaan rutin Valentine day oleh masyarakat, khususnya kalangan remaja. Maka, sudah saatnya kita semua menyadari, hal ini tidak lain tidak bukan akibat gaya hidup yang liberal (serba bebas) buah dari ideologi kapitalisme yang dianut oleh negeri ini, dan negeri-negeri kaum muslimin lain. Dimana, sekulerisme sebagai asasnya, meniadakan peran agama dalam mengukur halal-haram, baik-buruknya interaksi sosial di tengah masyarakat. Sehingga, banyak masyarakat, khususnya remaja melakukan perbuatan yang jauh dari aturan Islam dan itu dibiarkan. Tidak ada pilihan lain untuk menghentikan hal itu, kecuali kembali pada syariat Islam, baik sebagai solusi jangka pendek maupun jangka panjang.
Bagaimana praktisnya?
Pertama, masyarakat, khususnya para pelajar wajib memiliki akidah Islam yang lurus dan kokoh. Akidah ini diperoleh melalui proses berpikir dan memahami bukan doktrinasi, apalagi sekadar ikut-ikutan. Ini yang akan menghadirkan rasa takut dan tunduk pada aturan Islam yang bersumber dari Allah Ta'ala, satu-satunya pencipta yang layak mengatur.
Kedua, menanamkan pada diri pemahaman Islam yang menyeluruh, yakni Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan, bukan sekadar ritual dan individual tetapi menjadikan Islam sebagai jalan hidup. Jadi apapun permasalahan yang terjadi solusinya hanya ada dalam Islam. Termasuk berkaitan Valentine's day. Sejatinya Islam mengharamkan adanya khalwat (bertemunya lawan jenis yang bukan mahram dan menjalin interaksi pribadi), ikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram dalam urusan yang tidak dibenarkan syara'), pacaran, serta seks bebas.
Ketiga, menegakkan amar makruf nahi mungkar, nasihat kepada masyarakat, khususnya remaja sehingga masyarakat, remaja tetap berada dalam benteng ketakwaan.
Dengan cara ini, insya Allah masyarakat kita akan terbentengi dari berbagai virus yang melemahkan akidah, termasuk virus liberalisme melalui perayaan Valentine's day ini.
Namun semua itu tidak akan terjadi kecuali aturan Islam diterapkan secara keseluruhan dalam kehidupan dalam bingkai pemerintahan Islam bernama Khilafah Islamiyah, yakni wadah yang akan memberi ruang bagi penerapan aturan Islam secara menyeluruh.[]
Photo : Pinterest