Merdeka yang Dirindukan

"Salah satu naskah Challenge ke-4 NarasiPost.Com dalam rubrik Opini"

Oleh. Yulida Hasanah

NarasiPost.Com-Riuh rendah suara takbir diikuti dengan pekikan kata 'merdeka' telah memengaruhi semangat jihad barisan kaum muslimin masa itu. Masa dimana negeri ini mengalami penjajahan fisik oleh kolonial Belanda dan Jepang.

Tak heran jika kemerdekaan negara Indonesia tidak bisa dilepaskan dari perjuangan dahsyat dan peran besar para ulama dan kaum santri. Semangat jihad mengusir penjajah dari negeri diawali dengan adanya 'Resolusi jihad' yang dideklarasikan oleh KH.Hasyim Asy'ari tahun 1945. Peran Laskar santri yang tergabung dalam Hizbullah maupun laskar Kiai yang tergabung dalam Sabilillah menjadi saksi perjuangan umat Islam Indonesia.

Namun hari ini, kondisi umat Islam tak bisa menikmati buah dari perjuangan para pahlawan mereka. Kemerdekaan yang dirindukan umat Islam di negeri ini belum juga dirasakan. Bagaimana tidak? Umat Islam mayoritas tapi rasa minoritas terlihat begitu jelas. Khususnya selama pandemi ini, banyak sekali kebijakan-kebijakan zalim menyasar Islam dan umatnya. Dua kali sudah umat Islam Indonesia tak bisa melaksanakan ibadah haji ke Mekah. Dan dua kali juga umat ini merayakan Idulfitri di rumah saja.

Tak hanya itu, jihad yang merupakan ajaran Islam juga direduksi. Bab "Khilafah" sebagai pemerintahan Islam dalam buku pembelajaran fikih di Madrasah Aliyah pun dihapuskan. Seakan kedua ajaran Islam yang mulia tersebut telah menjadi penyebab kondisi negeri ini berantakan. Padahal, semua problem kompleks yang mendera merupakan buah dari penjajahan pemikiran kapitalisme sekuler. Pemikiran ini telah mengarahkan manusia menjadi rakus harta, dan mengikuti hawa nafsu sesukanya. Arti kebahagiaan bagi mereka adalah ketika bisa meraih kesenangan yang bersifat jasmaniah semata. Tak ayal jika pemikiran ini menjadi sumber dari lahirnya sistem tak manusiawi yang akan terus menjajah negeri ini.

Ekonomi bangkrut, kebijakan zalim, pejabat-pejabat korup dan kondisi rakyat makin terpuruk akibat penerapan sistem politik demokrasi telah membuat ibu pertiwi menangis tak terhenti. Sungguh, ini bukanlah gambaran kemerdekaan yang dirindukan.

Kemerdekaan yang asli, bukan imitasi, tak hanya bebas lepas dari penjajah secara jasmani. Namun juga terbebas dari pemikiran dan sistem kapitalisme sekuler yang tidak manusiawi. Bukan juga sekadar bebas dari belenggu pandemi, ataupun sekadar terlepas dari himpitan sistem ekonomi ribawi. Tetapi bebas hidup selayaknya sebagai manusia yang telah diciptakan sebagai hamba Allah Swt dan khalifah fil ardhi. Terbebas dari penghambaan pada sesama manusia dan kembali menghamba hanya pada Allah Swt saja.

Sesungguhnya kemerdekaan seperti ini hanya ditemui saat Islam diterapkan sebagai sebuah ideologi dalam membangun negeri. Pemikirannya yang cemerlang dalam memandang kehidupan telah menunjukkan jalan pada keimanan yang tak tergoyahkan. Sistemnya yang sempurna mampu mengatasi dan menjawab semua problematika yang dihadapi manusia, mulai dari problem individu hingga problem dalam bernegara.

Sungguh! kemerdekaan yang dirindukan itu nyata terpatri saat Rasulullah dan kaum Muhajirin hijrah dari Mekah ke Madinah. Di sanalah tonggak awal yang menandakan sebuah kemerdekaan yang sesungguhnya. Sekaligus menjadi tempat pertama diembannya Islam sebagai ideologi yang membebaskan manusia dari segala bentuk penyembahan kepada selain Allah Swt menuju penyembahan dan ketundukan hanya pada Allah Swt saja. Inilah yang menjadi motivasi para pejuang Islam yang rela mati demi meraih kemerdekaan di negeri ini.

Mengikuti misi kemerdekaan pada pendahulu kita, salah satunya tercermin dari pernyataan Rib’i bin Amir at-Tamimi ra. Imam Ibnu Katsir dalam kitabnya, Al-Bidayah wa an-Nihayah, dalam Bab "Perang Qadisiyah" telah menceritakan kedatangan sahabat Nabi Saw. Sebagai utusan pasukan Islam, Rib’i bin Amir at-Tamimi ra. menemui Rustum sang panglima perang Persia. Di hadapan Rustum ia berkata, “Allah telah mengutus kami untuk mengeluarkan siapa saja yang Dia kehendaki dari penghambaan kepada sesama hamba menuju penghambaan hanya kepada Allah; dari kesempitan dunia menuju keluasannya; dari kezaliman agama-agama menuju keadilan Islam.”

Perkataan Rib’i bin Amir at-Tamimi ra. adalah bukti bahwa umat manusia mendapatkan pembebasan dan kemerdekaan hakiki hanya dalam Islam. Bangsa Arab yang semula penyembah berhala, terbagi menjadi beberapa kelas sosial; bangsawan, rakyat jelata dan budak. Dengan kehadiran Islam, mereka diubah menjadi umat bertauhid dan memliki kedudukan yang sama di hadapan Allah Swt. Adalah Abdullah bin Mas’ud ra., seorang dhuafa dan penggembala kambing dan Bilal bin Rabbah, mantan budak Habsyah. Keduanya sama di sisi Allah Swt dengan Abu Bakar ash-Shiddiq ra. dan Abdurrahman bin Auf ra. yang bangsawan dan saudagar. Begitulah Islam menjadikan umat manusia merdeka dengan Islam. Wallaahu a’lam[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Yulida Hasanah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Demi Viral Merusak Moral
Next
Jagalah Malu!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram