Pertemuan Terakhir

Pertemuan Terakhir

Siapa sangka pertemuan kita yang tidak disengaja dan terselip keinginan untuk taat pada-Nya menjadi pertemuan terakhir.

Oleh. Maftucha
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Kusipitkan sekali lagi mataku, memastikan apa yang aku lihat memang benar, sosok itu sepertinya aku kenal.

"Kamu Datus, ya?" tanyaku pada wanita berbaju rapi di depanku.

"Ya, benar! Kamu Ayu, 'kan?" jawabnya sembari menebak namaku.

"Ya, masyaallah aku pangling lihat kamu," jawabku memujinya. Dia memang terlihat berbeda, lebih cantik, rapi, dan feminin.

Mar'atus Shalihah

Nama lengkapnya Mar'atus Shalihah, tetapi dipanggil Datus. Dia dahulu satu sekolah denganku, walaupun dia tidak satu jurusan denganku. Namun, kami bukan teman dekat, penampilannya yang tomboi dan gaya bicaranya yang apa adanya membuatku menjaga jarak dengannya.

Walaupun dia mengambil jurusan IPA, menurutku dia anak yang terlalu santai untuk berada di jurusan tersebut. Anak IPA terkenal serius dan pandai, sedangkan dia, ah, sudahlah tidak perlu diteruskan.

Aku memang anaknya cukup pendiam, kalau bergaul lebih suka dengan anak yang lebih "alim" dan yang bisa aku tanya-tanya jika ada pelajaran yang sulit aku pahami. Namun, aku juga tidak suka bergaul dengan anak yang terlalu pintar, menurutku anak pintar terkadang suka jaga image hehe....

Baca juga: Ojol

Walaupun tidak begitu dekat, kami tetap bertegur sapa. Kalau pulang sekolah, Datus berjalan kaki dengan teman-temannya, sedangkan aku naik sepeda karena jarak rumahku yang cukup jauh. Aku dan Datus memang tidak satu desa.

"Kamu sekarang kerja di mana?" tanyaku melanjutkan percakapan yang sejenak berhenti.

"Aku kerja di perusahan pengolahan ikan, sudah cukup lama hampir 15 tahun, Yu!"

"Wah, hebat kamu, Tus, padahal sekarang banyak PHK, lo! Kamu bisa bertahan cukup lama."

"Alhamdulillah, Yu, disyukuri saja, kamu sendiri sekarang masih mengajar?"

"Enggak, Tus, sejak anakku yang nomor tiga lahir aku sudah berhenti mengajar, kamu kok tahu kalau aku mengajar?" tanyaku heran. Sejak lulus SMA aku memang sudah tidak tinggal di desa, aku memutuskan untuk ke kota dan melanjutkan kuliah di Surabaya, kota yang aku impikan sejak kecil.

Waktu kecil ibuku suka mengajak aku ke rumah kakakku yang pertama di Surabaya. Rasanya sangat menyenangkan, naik bis dengan pemandangan mal-mal besar yang bagi aku itu sesuatu yang baru, maklum di desa yang ada cuma sawah dan tambak.

Di salah satu kampus di kota itulah, aku mengenal seseorang yang mengajarkanku bagaimana Islam yang sempurna. Aktif di organisasi keislaman membuatku mengenal banyak mahasiswa dan akhirnya mengubah sifatku yang pendiam menjadi lebih terbuka dan berani mengajak mereka untuk mengkaji Islam.

"Ah! siapa yang tidak mengenalmu, Yu! Kamu cantik dan pintar, tidak seperti aku, nasib baik saja yang menghampiriku hingga aku bisa seperti sekarang ini." jawabnya sambil menepuk tanganku.

Perubahan Datus

Ya, tidak ada yang tahu takdir Allah terhadap masa depan seseorang, Datus yang aku anggap anak yang tidak serius dan menjalani hidup dengan apa adanya ternyata Allah takdirkan memiliki kehidupan dan materi yang cukup mapan, hal itu bisa aku lihat dari penampilan dan perawatan fisiknya. Manusia memang suka menilai seseorang dari tampilan luarnya, padahal Allah yang Maha membolak-balikkan hati manusia.

Banyak juga anak yang pintar, tetapi ternyata kehidupannya tidak semulus rencananya. Dia menjadi manusia yang "gagal" akibat tidak mampu mengelola dan menyelesaikan masalah yang datang dalam kehidupannya. Terkadang orang tua hanya mengejar keberhasilan anaknya dari capaian angka-angka di sekolah. Namun, lalai dalam membekali anaknya kecakapan hidup.

Ada anak yang pandai, tetapi tidak bisa mengelola emosi, tidak peka dengan kesulitan orang lain, tidak supel, dan seterusnya. Nilai-nilai seperti inilah yang dilupakan dalam dunia pendidikan saat ini. Hal ini diperparah dengan cara orang tua mendidik yang hanya memberikan umpan, bukan kail. Orang tua dengan alasan sayang sering kali memberikan solusi instan daripada mengajarkan kemandirian.

"Kamu pasti mau bilang, aku kok bisa pakai baju cewek kayak gini?" ucap Datus.

"Enggaklah! Setiap cewek pasti cocok dengan baju muslimah, tinggal dia mau atau enggak."

"Ya, benar kamu, Yu! Aku sadar kalau perempuan tidak boleh menyerupai laki-laki. Seperti hadis yang pernah aku dengar, 'Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai laki-laki.' (HR. Ahmad)."

"Wah, salut aku sama kamu, Tus, sudah hafal berapa hadis nih?" pujiku kagum.

"Ah, enggak, Yu! Cuma kebetulan saja, cuma itu yang aku tahu." jawab Datus sambil menyalakan motornya. "Oke aku harus berangkat kerja, nih! Lain kali aku main ke rumahmu ya! Aku mau belajar jadi wanita salihah kayak kamu!" bisiknya.

"Siap! Hati hati di jalan, ya!" jawabku dengan rasa senang, ada secercah harapan untuk kawan yang mau belajar, semoga Datus istikamah.

Pertemuan nan Singkat

Akhirnya aku pulang dengan membawa pelajaran hidup yang berharga, aku nyalakan motorku. Esok hari semoga ada pertemuan lagi di antara kami. Brak! Tiba-tiba kudengar sebuah dentuman keras, kuputar kepalaku agar bisa melihat apa yang terjadi, sepertinya ada kecelakaan, kuberanikan mendekat.

"Innalillahi wa inna ilaihi rajiun, Datus!" aku memekik dan tercengang. Kulihat tubuh Datus tergeletak bersimbah darah di jalan aspal. Motornya rusak parah. Rupanya sebuah mobil menabraknya. Kuperiksa napas dan denyut nadi Datus. Nihil. Ya Allah, secepat inikah kita berpisah kawan? Siapa sangka pertemuan kita yang tidak disengaja dan terselip keinginan untuk taat pada-Nya menjadi pertemuan terakhir.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
maftucha Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Menjadi Pasangan yang Kompeten
Next
Musibah Usai Terbitlah Berkah
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

9 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Isty daiyah
Isty daiyah
22 days ago

Barakallah. Datus, semoga banyak Datus- Datus yang sadar untuk menjadi lebih salehah

Yuli Sambas
Yuli Sambas
22 days ago

cerpen sarat makna, barakallah

Novianti
Novianti
22 days ago

Pertemuan terakhir meninggalkan kenangan indah.

Netty
Netty
22 days ago

Subhanallah...

Atien
Atien
22 days ago

Pertemuan terakhir yang penuh makna. Perjalanan hidup seseorang memang selalu menjadi misteri yang tak bisa ditebak oleh siapa pun. Barakallah mba @Maftucha

Maftucha
Maftucha
Reply to  Atien
22 days ago

Jazakillah khoir

Deena
Deena
22 days ago

Ajal memang tidak ada yg tahu. Manusia tidak berhak menghakimi manusia lain. Tak ada yg tahu bagaimana akhir hidup setiap manusia.

Mbak Maftucha.. terlalu singkat ini kayaknya.. baru juga baca, eh sudah berakhir aja.. hehehe..

Maftucha
Maftucha
Reply to  Deena
22 days ago

Nggeh mbak,, ide mending cerita tiba-tiba datang... Kudu banyak inspirasi nih

Jazakillah mbak sdh mampir

Maftucha
Maftucha
Reply to  Maftucha
22 days ago

Ending maksudnya

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram