“Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya ke mana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya, dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya,” (HR. Tirmidzi).
Oleh: Ismawati
(Penulis dan Aktivis Dakwah
NarasiPost.Com-Dear, di era digital sekarang ini, kemajuan teknologi semakin berkembang pesat. Dahulu, adanya perangkat elektronik hanya sekadar sarana komunikasi jarak jauh. Semakin berkembangnya zaman, perangkat elektronik seperti handphone mulai berinovasi menyajikan berbagai aplikasi bagi pengguna. Bukan hanya sebagai sarana komunikasi dan informasi, handphone juga bisa menjadi sarana hiburan. Terlebih di masa pandemi, kehadiran salah satu aplikasi dalam perangkat elektronik ini membawa angin segar bagi pengguna.
Salah satunya adalah aplikasi Tik Tok yang semakin digandrungi kaum muda. Aplikasi ini menyajikan konten video pendek bagi para penggunanya. Sebagian besar para pengguna Tik Tok memanfaatkannya sebagai sarana hiburan dengan berjoget sesuai musik efek yang dipilih. Namun sayang konten yang disajikan minim edukasi, justru semakin lama hanya sekadar mengejar target FYP.
FYP itu singkatan dari For You Page. Di sini, konten yang terpiih akan masuk ke beranda utama. Artinya, jika konten video kita masuk FYP, maka akan menjadi viral, seperti yang sedang popular di platform Tik Tok.
Jika sudah viral, maka seseorang lebih mudah terkenal, diundang ke TV, punya banyak followes, banjir endorsan dan punya banyak duit. Bisa tuh, buat beli rumah, mobil mewah, atau bahkan jalan-jalan ke luar negeri pakai duit sendiri. Duh! Siapa sih, yang tidak ingin? Sebut saja salah satu konten creator Tik Tok terkenal dari seorang mantan driver ojek online (ojol), Ismi N Hidayah atau yang lebih dikenal dengan Tante Ismi. Konten creator dengan followers 4,6 juta ini sukses membeli rumah tiga lantai dengan harga Rp 1,6 M. Wah mupeng tidak, Dear?
Standar Bahagia
Tak bisa dimungkiri, keberadaan media sosial bak pisau bermata dua. Jika kita tidak bisa memanfaatkannya dengan baik, justru akan berdampak buruk bagi diri kita. Pembuat konten misalnya, akan terobsesi membuat konten apa pun, yang penting bisa viral, sampai-sampai mengorbankan moral. Terlebih jika dia adalah seorang muslimah, tak layak berjoget-joget alay mengikuti tren biar viral, bahkan ada yang sampai meregang nyawa demi konten. Nauzubillah!
Kemudian, jika posisinya sebagai penikmat konten, jika sering melihat konten di dunia maya, lama-lama akan terbentuk pola pikir dan kebiasaan baru bagi dirinya, bisa baik, bisa buruk sesuai konten yang dikonsumsi. Jika kita sering melihat kesuksesan mencari cuan (baca: uang) lewat media sosial dengan sekadar membuat konten ‘asal viral’, lambat laun, itu akan berkontribusi besar membentuk pemahaman kita.
“Ah! Enak ya … punya rumah mewah duit sendiri.”
Seperti itu kira-kira rasanya, mulai membayangkan jadi si A, si B.
Kita mulai teralihkan dengan standar bahagia duniawi, yakni mencari materi. Alhasil, banyak kaum muda yang ‘gila konten’ demi materi. Wajar saja, untuk menjadi terkenal angka followers, likers, viewers bahkan subscribers sangat amat diperhitungkan. Maka, dicarilah konten semenarik mungkin untuk memperbanyak penonton, bahkan komentar. Begitulah Dear, kita semakin dijejali pemahaman bahwa hidup itu untuk punya banyak materi. Sistem kapitalisme semakin merusak moral demi viral.
Pandangan Islam
Dear, sejatinya tidak salah membuat konten di media sosial. Mengekspresikan diri di media sosial sah-sah saja, kok. Eksistensi diri merupakan fitrah yang sudah dimiliki oleh manusia. Allah Swt. memberikan kita naluri baqa’ yakni naluri (kecenderungan) untuk mempertahankan diri. Wajar saja ketika kita membuat konten di media sosial ada like, comment, senangnya luar biasa, apalagi sampai viral dan terkenal. Pasti senang, dong! Hayo, ngaku!
Namun, semestinya itu tidak menjadikan diri kita budak konten yang tidak memperhatikan standar halal dan haram dalam suatu perbuatan. Ingat, Dear, bahwa setiap perbuatan yang kita lakukan senantiasa terikat dengan hukum syariat. Maka, buatlah konten yang senantiasa meningkatkan keimanan bagi kita dan bermanfaat bagi followers kita. Sebab, jika itu bermanfaat bagi orang lain, maka akan menjadi tabungan amal bagi kita. Coba bayangkan, satu konten bermanfaat yang kita buat, dilihat oleh puluhan, ratusan atau bahkan ribuan followers kita. Betapa banyak pahala yang bisa kita panen. Sementara jika konten yang kita buat mengandung maksiat, betapa banyak dosa yang kita tuai?
Ingatlah, segala perbuatan yang kita lakukan senantiasa ada pertanggungjawabannya. Sabda Rasulullah saw.
“Tidak akan bergeser dua telapak kaki seorang hamba pada hari kiamat sampai dia ditanya (dimintai pertanggungjawaban) tentang umurnya ke mana dihabiskannya, tentang ilmunya bagaimana dia mengamalkannya, tentang hartanya, dari mana diperolehnya dan ke mana dibelanjakannya, serta tentang tubuhnya untuk apa digunakannya,” (HR. Tirmidzi).
Oleh karena itu, hadis ini sudah cukup mengingatkan kita untuk senantiasa memikirkan bekal akhirat. Jangan sia-siakan sosial media yang kita punya. Ambil bagian untuk mendakwahkan Islam melalui konten yang kita buat. Jadikanlah sebagai sarana mencerdaskan umat melalui media sosial kita.
Wallahu a’lam bishawab.[]