"Salah satu kue tradisional nusantara yang memiliki daya tarik tersendiri. Isian kue putu adalah gula jawa, ditaburi dengan parutan kelapa muda, dan tepung beras butiran kasar. Kue ini dikukus dengan cara yang unik, di dalam tabung bambu yang dipadatkan."
Oleh : Miladiah al-Qibthiyah
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Indonesia dengan ragam adat dan budaya membuat negeri ini memiliki beraneka macam kue tradisional. Kue tradisional biasanya kita temui di berbagai jajanan pasar yang hampir tak pernah lekang oleh zaman. Meskipun kue modern menjamur di berbagai tempat, namun tidak cukup berhasil menggeser posisi kue tradisional yang ramai digemari oleh semua kalangan.
Selain harganya yang murah meriah, bahan yang digunakan untuk membuat kue tradisional adalah bahan yang sangat mudah ditemukan di mana pun seperti santan, tepung ketan, beras, singkong, ubi. Beberapa kalangan menilai kue tradisional kuno, namun kue warisan nenek moyang dari cita rasa yang nikmat dan lezat tetap membuatnya istimewa.
Ya, seperti keistimewaan kue putu. Salah satu kue tradisional nusantara yang memiliki daya tarik tersendiri. Isian kue putu adalah gula jawa, ditaburi dengan parutan kelapa muda, dan tepung beras butiran kasar. Kue ini dikukus dengan cara yang unik, di dalam tabung bambu yang dipadatkan.
Suara khas uap yang ditimbulkan dari suitan alat ini terdengar seperti suara orang menangis. Suara khas menangis kue putu inilah yang menjadi daya promosi bagi para pedagang yang berjualan sekaligus menjadi daya tarik bagi para pembeli.
Asal Muasal Kue Putu
Sejak tahun 1200 yang lalu, kue putu sudah dikenal di masa Dinasti Ming. XianRoe Xiao Long adalah nama kue ini dahulu, yaitu kue yang terbuat dari tepung beras, diberi isian kacang hijau yang lembut serta dimasak atau dikukus dalam cetakan bambu.
Kue berusia ratusan tahun ini dikenal dengan nama "Puthu" di Indonesia. Di masa kerajaan Mataram, Nama "Puthu" telah ada dalam Serat Centhini yang ditulis pada 1814. Di dalam tulisan itu, kata puthu muncul saat para santri diminta oleh Ki Bayi Panurta menyediakan hidangan atau sarapan pagi. Kue putu adalah salah satu makanan pembuka atau camilan kala itu.
Sebutan puthu juga diambil dari peristiwa yang terjadi di Desa Wanamarta, Jawa Timur sekitar tahun 1630 silam. Dalam riwayat disebutkan Nyai Daya dan Nyai Sumbaling tengah menyiapkan kudapan setelah mereka salat Subuh. Seiring perubahan zaman, isian puthu juga ikut berubah yang semula kacang hijau menjadi gula jawa yang lebih mudah didapatkan saat itu.
Asal muasal kue tradisional nusantara yang ketika dibuat mengeluarkan suara suitan yang nyaring. Inilah yang membuat kue putu unik dan memiliki daya tarik sendiri. Jadi, bukan karena harganya yang murah meriah yang membuat kue putu menangis, akan tetapi dari suara suitan khas yang dihasilkan alat uap kue putu tersebut.
Kandungan Gizi Kue Putu
Kandungan gizi yang diperoleh dari kue putu dengan penambahan sari bit setelah melalui uji coba di laboratorium antara lain.
Pertama, kue putu mengandung serat.
Proses pencernaan makanan dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh serat. Sehingga, tiap 100 gram kue putu yang dikonsumsi dapat membantu sekitar 15-20% kebutuhan serat harian untuk semua kalangan usia.
Kedua, kue putu mengandung lemak.
Kue putu memiliki kandungan lemak yang berguna untuk membantu penyerapan vitamin A, D, E dan K, meningkatkan jumlah energi, serta menambah lezatnya hidangan. Kue putu memiliki kadar lemak yang tidak terlalu tinggi.
Ketiga, kue putu mengandung besi (Fe).
Unsur vital yang amat dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan hemoglobin adalah besi (Fe). Komponen penting pada sistem enzim pernafasan juga dipengaruhi oleh zat besi (Fe). Kandungan zat besi pada kue putu sangat penting bagi pertumbuhan anak. Selain itu, kandungan zat besi dapat mengurangi anemia, yang dapat menyebabkan kelemahan, kelelahan, serta mudah marah. Zat besi yang terkandung di dalamnya juga dapat mempengaruhi perkembangan otak pada anak.
Kue Putu dan Peradaban Islam
Kue putu yang memiliki komponen tepung, beras, dan kelapa telah didaftarkan ke LPPOM MUI oleh Sedapi. Kue putu ini masuk ke dalam produk dalam kategori Roti dan Kue (Bakery). Ya. Meskipun secara spesifik kita tidak menemukan kue putu di dalam al-Qur'an maupun hadis, namun komponen-komponen yang melengkapi kue putu ini ternyata sangat erat kaitannya dengan masa peradaban Islam.
Pertama, kue putu masuk dalam kategori roti.
Penampakan kue putu memang berbeda dengan roti pada umumnya. Berkat kreativitas dan perkembangan zaman, orang-orang berhasil membuat inovasi berupa makanan yang berbahan dasar tepung. Sebagaimana roti yang terbuat dari tepung, kue putu juga terbuat dari tepung.
Olahan tepung berupa roti merupakan makanan favorit Rasulullah dan di masa Khilafah Abbasiyah. Roti yang terbuat dari tepung gandum yang kemudian diberi daging merupakan makanan kesukaan Rasulullah Saw. dan masyarakat Islam kala itu.
Kedua, semua jenis tepung pernah diproduksi di dunia Islam. Bahan pangan utama yang dikembangkan negeri-negeri Islam serta tercatat di era kekhilafahan adalah gandum. Bahan dasar dalam pembuatan tepung dan roti dikembangkan dengan pemanfaatan tepung gandum.
Menurut Al-Hassan, semua jenis tepung sudah mampu dihasilkan di dunia Islam, termasuk tepung semolina dan tepung putih. Ketika itu, aneka jenis makanan yang terbuat dari beragam jenis tepung banyak disantap oleh masyarakat Islam.
Ketiga, beras dalam ekspansi kekuasaan Islam.
Padi turut serta dibawa dalam ekspansi kekuasaan Islam pada abad ketujuh dan delapan Masehi ke Afrika Utara, Andalusia, lalu ke Pulau Sisilia, Portugal, Prancis, lalu ke Italia. Namun, keberadaan padi di Italia bagian utara, bertahan lebih lama dibandingkan di Mediterania. Kawasan, lanskap, ekonomi, dan kuliner warga setempat tentunya juga berubah akibat keberadaan padi.
Ibrahim al-Awwam, seorang ahli pertanian di Sevilla pada abad ke-12, dalam bukunya berjudul Kitab al-Filaha (Buku Pertanian) menulis tentang musim tanam padi, termasuk irigasi dan drainase yang dibutuhkan, pemeliharaan dari hama, cara panen, hingga penyimpanannya. Al-Awwam juga menulis, cara terbaik untuk memasak beras adalah dengan menambahkan mentega, minyak, lemak, dan susu ke dalamnya.
Demikianlah keunikan dari kue putu. Komponen utama kue ini ternyata sangat erat kaitannya dengan era kejayaan Islam. Bahkan, menjadi salah satu makanan favorit Rasulullah Saw. Berkat kecanggihan alat dan teknologi di masa Khilafah Abbasiyah, para ilmuan mampu menghasilkan banyak sekali jenis tepung, termasuk tepung putih yakni tepung beras dan lain-lain yang sudah banyak dikonsumsi saat ini.
Komponen utama kue putu yang eksis di masa kejayaan Islam tentu saja membuat kue putu ini halal dan thayyib untuk dikonsumsi. Tidak ditemukan keharaman dalam bahan-bahan yang digunakan dalam membuat kue putu. Bahkan, komponen utama kue putu seperti tepung menjadi makanan utama bagi khalifah dan rakyatnya kala itu. Wallaahu a'lam bi ash-shawab.[]