Keadilan Hanya Ada Dalam Islam

Keadilan adalah sifat yang melekat erat pada Islam. Keadilan adalah bagian dari Islam itu sendiri, dan tidak ada sistem yang menegakkan keadilan layaknya Islam menegakkannya, karena Islam adalah sistem kehidupan yang berasal dari Rabb yang Maha Adil.


Oleh: Aya Ummu Najwa
(Kontributor Tetap NarasiPost.com)

NarasiPost.Com-Hari ini kita seakan sedang melihat drama ketidakadilan yang begitu nyata di depan mata. Seakan keadilan adalah hal yang mewah serta langka di negeri ini. Para pembuat keputusan seakan buta mata dan nurani ketika berhadapan dengan kasus rakyat jelata, namun akan begitu luluh dan berprikemanusiaan ketika berhadapan dengan para pejabat dan pemilik harta.

Ketika seorang ulama didakwa melakukan kerumunan ia divonis tak manusiawi, namun di lain pihak, banyak pejabat negara melakukan dan mengadakan hal yang sama, namun mereka aman sentosa. Begitupun kasus yang menjerat penegak hukum perempuan, begitu mudahnya ia mendapatkan potongan penahanan, padahal ia telah melakukan kejahatan besar dengan menerima suap dari koruptor kakap, begitu timpang jika dibandingkan dengan para ibu yang melakukan kesalahan hanya karena dituduh merusak sebuah pabrik, yang bahkan mereka langsung ditahan padahal mereka sama-sama mempunyai balita. Bahkan kasus narkoba yang baru-baru ini kembali meresahkan, karena tersangka adalah para pemilik uang, maka rakyat pun seakan sudah bisa membaca dengan mudah ke mana arah putusannya, tentu ini akan berbanding terbalik jika ada seorang jelata melakukan hal yang sama.

Inilah fakta yang terjadi sekarang ini. Pada kasus yang sama bisa berbeda vonis dan keputusan, hanya karena terdakwa antara yang disenangi atau dibenci, yang punya uang atau hanya rakyat bawahan, atau mungkin karena para hakim mudah untuk dipesan. Begitulah sejatinya pengadilan dunia di negeri ini. Sebuah pengadilan palsu nan semu. Ia hanya sebuah alat yang sering digunakan untuk menghukum rakyat kecil atau musuh politik. Sedang bagi para pejabat negara yang korupsi ia seakan kehilangan fungsinya. Padahal kadang begitu jelas para koruptor yang telah melakukan penggelapan dana milyaran bahkan triliunan, seolah mereka kebal hukum dan tak tersentuh. Inilah pengadilan dunia, ia laksana pisau yang tajam ke bawah namun begitu bebal dan tumpul ke atas.

Keadaan para penegak hukum dalam sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini pun bermental rendah. Mereka mudah disuap, dan mudah takluk para rayuan kenikmatan dunia. Mereka mudah dibeli dengan harga yang murah. Sungguh tidak ada rasa takut kepada Allah dalam diri mereka. Merasa jumawa dunia dalam genggaman, lupa bahwa kelak mereka akan merasakan hukuman pada pengadilan Allah yang sebenarnya.

Sistem rusak ini membuat manusia seakan merasa hebat jika telah berkuasa. Ia akan lupa bahwa setiap jabatan dan kedudukan akan dimintai pertanggungjawaban, termasuk seorang hakim. Ia yang dipercaya, memutuskan urusan manusia kemudian ia melakukan kezaliman maka sungguh telah mengundang murka Allah dan kelak ia akan dituntut atas hal tersebut, apalagi jika yang dizalimi mengadukan kezalimannya kepada Allah. Sungguh doa orang-orang yang terzalimi tak ada penghalang dirinya dengan Allah.

Padahal, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam telah mengingatkan, "Hakim itu ada tiga jenis, dua berada di neraka dan satu berada di surga. Seorang hakim yang menghukumi secara tidak benar, sementara ia tahu mana yang benar maka ia akan berada di neraka. Seorang hakim yang bodoh, kemudian ia menghancurkan hak-hak manusia karena kebodohannya, maka ia akan berada di neraka, dan seorang hakim yang ia dengan benar dalam menghukumi maka akan ia masuk surga." (HR At-Tirmidzi, shahih lighairihi).

Dalam hadis lain pun beliau shallallahu 'alaihi wasallam juga bersabda:

"Dari Abu Said Al-Khudri (W. 65 H). Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam (W. 11 H) bersabda: "Sesungguhnya manusia yang paling dicintai oleh Allah pada hari kiamat, serta yang paling dekat di sisi Allah adalah seorang pemimpin yang adil. Sedang orang yang paling dibenci oleh Allah, serta sangat jauh dari Allah adalah seseorang pemimpin yang zalim terhadap rakyatnya." (HR. At-Tirmidzi)

Hadis ini telah menekankan bahwa syarat adil dalam diri seorang pemimpin begitu utama. Tanpa menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan oleh seorang pemimpin, maka kepemimpinan selamanya tidak akan berhasil mengangkat kesejahteraan bagi rakyatnya. Inilah sebabnya mengapa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berkali-kali mengingatkan pentingnya berlaku adil bagi seorang pemimpin yang mengurusi urusan umat.

Dalam hadis ini pula dijelaskan bahwa keadaan seorang pemimpin yang adil akan teramat sangat dekat sekali kedudukannya dengan Allah Subhanahu Wa Ta'ala, namun sebaliknya keadaan pemimpin yang zalim, Allah Subhanahu Wa Ta'ala sangat membencinya dan ia akan ditempatkan di tempat yang teramat jauh dari-Nya. Kedua imbalan ini, yaitu pahala dan ancaman tersebut merupakan cerminan penghargaan Allah yang begitu besar kepada seorang pemimpin.

Rasulullah telah mengingatkan kepada para pemimpin terkait jabatan dalam banyak hadis bahwa, siapa saja serta dalam jabatan apa saja, seorang pemimpin wajib melaksanakannya dengan sebaik-baiknya, dengan penuh amanah dan juga tanggung jawab.

Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah seorang hamba yang diberi amanah sebuah kepemimpinan oleh Allah, namun tidak melaksanakannya dengan baik, melainkan ia tak akan mendapatkan bau surga" Dan dalam hadis yang lain beliau pun mengingatkan, "Tidaklah seorang pemimpin yang memimpin umat muslim, kemudian dia mati dalam keadaan menipu rakyatnya, melainkan Allah mengharamkan surga untuknya." (HR Al-Bukhari).

Islam Dan Keadilan

Islam dengan sistemnya yang paripurna telah terbukti selama kurang lebih 14 abad menjadi mercusuar tertinggi peradaban manusia. Segala keberhasilan dan kejayaan ada dalam naungan Islam, salah satu puncak kejayaan Islam dengan negara Khilafahnya, adalah sistem peradilannya. Kejayaan dan keberhasilan khilafah dalam menghadirkan keadilan yang nyata telah terbentang sejak zaman Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam hingga kekhalifahan Utsman, yakni dari tahun 622 M sampai tahun 1918 M, setelah kekhilafahan Utsmani dihancurkan oleh musuh Islam. Kegemilangan tersebut tidak lain karena hukum yang diterapkan adalah hukum terbaik yang datang dari pencipta alam semesta, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

أَفَحُكْمَ الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُون

"Apakah hukum jahiliyah yang mereka inginkan? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS. Al-Maidah: 50).

Berkata Syaikh Wahbah Az-Zuhaili, ayat ini memiliki makna bahwa tak seorang pun yang lebih adil dari pada Allah Subhanahu Wa Ta'ala, serta tak ada hukum apa pun yang lebih baik dari pada hukum Allah. (Az-Zuhaili, At-Tafsir al-Munir, 6/224).

Dari sini sudah sangat jelas sekali bahwa keadilan adalah sifat yang melekat erat pada Islam. Keadilan adalah bagian dari Islam itu sendiri, dan tidak ada sistem yang menegakkan keadilan layaknya Islam menegakkannya, karena Islam adalah sistem kehidupan yang berasal dari Rabb yang Maha Adil.

Akan tetapi keadaan sebaliknya jika Islam ditinggalkan dan dijauhi sebagaimana saat ini. Ketika Al-Qur'an hanya menjadi bacaan dan tidak dijadikan sebagai rujukan hukum, maka yang terjadi adalah ketimpangan hukum dan merebaknya kezaliman. Sedang ancaman bagi manusia yang tidak mau menerapkan hukum Allah adalah sangat berat.

"Dan siapa pun yang tidak berhukum dengan apa yang telah diturunkan oleh Allah (al-Qur'an), maka mereka adalah orang-orang zalim" (QS. Al-Maidah: 45)

Sungguh Islam dan keadilan adalah kesatuan yang tak terpisahkan, demikianlah para ulama telah mendefinisikan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, keadilan adalah apa pun yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan Sunnah, baik dalam kaitannya dengan hukum-hukum hudud mau pun dalam kaitannya dengan hukum-hukum yang lain. (Ibnu Taimiyah, As-Siyasah as-Syar’iyyah: 15).

Sejarah pun telah membuktikan penerapan hukum Islam dengan keadilannya yang berlaku di tengah-tengah umat manusia. Antara lain adalah kisah Khalifah keempat yaitu Ali bin Abi Thalib Radhiallahu 'Anhu yang bertikai dengan seorang Yahudi sebab sebuah baju besi. Dikisahkan bahwa baju besi sang Khalifah telah hilang pada peristiwa Perang Jamal. Beliau ternyata mendapati baju besinya berada di tangan seorang Yahudi. Ketika mereka membawa kasus tersebut kepada hakim Syuraih, Khalifah hanya dapat mengajukan dua saksi yaitu bekas budaknya dan putranya Al-Hasan, yang akhirnya hanya kesaksian sang bekas budak yang diterima oleh hakim sedang kesaksian Hasan ditolak. Sehingga hakim Syuraih pun memenangkan si Yahudi atas Khalifah Ali, dan dia berhak membawa pulang baju besi tersebut. Namun si Yahudi malah menolak dan mengakui bahwa baju besi itu adalah milik sang Khalifah, bahkan langsung menyatakan keislamannya dengan mengucapkan dua kalimat syahadat saat itu juga, sebagai kesaksiannya atas kebenaran dan keadilan hukum Islam. (Al-Kandahlawi, Hayah ash-Shahabah, 1/146).

Betapa kisah di atas telah menunjukkan kepada dunia bahwa keadilan tetap harus ditegakkan meskipun yang bersengketa adalah seorang Pemimpin Negara Islam dengan rakyat jelata yang bahkan bukan seorang muslim. Hakim Syuraih memahami dan mematuhi syariat Islam yang tidak menerima kesaksian seorang anak untuk orang tuanya, inilah yang ia pegang teguh dalam perkara tersebut. (Ahmad Da’ur, Ahkam al-Bayyinat, hlm. 23).

Namun agungnya keadilan dan ketegasan penegak hukum yang adil tersebut, hanya dapat ditemukan jika Islam diterapkan untuk mengatur negara. Jika negeri masih meneruskan kesalahan dengan menerapkan hukum manusia, maka keadilan hanya akan menjadi khayalan tanpa kenyataan. Maka itu adalah sebuah kewajiban bagi setiap kaum muslim untuk bersatu memperjuangkan agar Islam kembali diterapkan, tidak hanya dalam ranah individu semata, namun juga secara komunal dan universal. Dan negara hebat yang akan menerapkan kehebatan Islam itu tidak lain hanyalah Khilafah Rasyidah 'ala minhaji annubuwah.

Wallahua'lam.

Picture Source by Google


Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Kabocha, Menu MPASI bernutrisi
Next
(Jangan) Menyerah!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram