Jabatan Komisaris Tanpa Kelayakan, Menuju Kehancuran

"Fakta ini semakin membuka jati diri rezim, bahwa negara ini telah diurus dengan sistem buruk, yaitu praktik oligarki. Pengelolaan harta negara tidak lagi demi kemaslahatan rakyat, tetapi dalam rangka meraup keuntungan untuk segelintir pihak dan golongan tertentu, yaitu kroni-kroni penguasa dan elite politik yang berada di lingkaran rezim"


Oleh. Ita Mumtaz

NarasiPost.Com-"Masa musisi Indonesia enggak boleh naik kelas?," ujar Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir ketika menyikapi pengangkatan musisi Abdi Negara Nurdin atau yang lebih dikenal sebagai Abdee Slank menjadi Komisaris PT.Telkom Indonesia (Persero) Tbk.

Dia pun memastikan bahwa pemilihan dewan direksi dan komisaris BUMN memiliki tujuan baik bagi perusahaan milik negara itu. "Jadi kita harus beri kesempatan kepada Abdee Slank."  ungkapnya. (Kompas.com, 02/06/2021)

Menyedihkan sekali memang, ketika menyaksikan orang-orang yang tidak memiliki kapabilitas diberi amanah dan tanggung jawab yang super penting dan genting, yaitu terkait hidup dan matinya sebuah Badan Usaha Milik Negara. Bahkan sekadar  mencoba-coba dan main-main. Padahal Komisaris adalah jabatan yang membutuhkan keilmuan, wawasan, dan pengalaman yang mumpuni sesuai bidangnya. Untuk menjabat sebagai komisaris di sebuah perusahaan telekomunikasi, mestinya wajib mengantongi ijazah dari Telkom University.

Jabatan komisaris saat ini sempat menjadi bahan candaan di media sosial. Pasalnya, amanah yang seharusnya tidak diberikan kepada orang sembarangan, di zaman rezim ini malah dibagi-bagi untuk para pendukungnya yang telah berjasa mengantarkan kesusksesan dalam gelanggang Pilpres. Tahun 2014 Abdee menggelar “Konser Akbar Salam 2 Jari” di Gelora Bung Karno, Jakarta. Pada Pilpres 2019, Abdee pun masih setia memberikan dukungannya terhadap rezim ini.

Sebelumnya juga ada sederetan nama-nama tim sukses Jokowi yang telah mendapatkan kue legit komisaris. Berikut ini sosok-sosok yang mendapat sorotan publik karena duduk di kursi jabatan tanpa memiliki kapabilitas di bidangnya. Said Aqil Siradj (PT Kereta Api Indonesia), Fadjroel Rachman (Waskita Karya), Dyah Kartika Rini (PT Jasa Raharja),   Dini Shanti Purwono (PT Perusahaan Gas Negara), Bambang Brodjonegoro (Telkom Indonesia), Budiman Sujatmiko (PT Perkebunan Nusantara V), Ahmad Erani Yustika (PT Waskita Karya), Zuhairi Misrawi (PT Yodya Karya), Gatot Eddy Pramono (PT Pindad), Wishnutama (Telkom Indonesia), Eko Sulistyo (PT PLN).

Kritikan juga datang dari tokoh umat, Waketum Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas. Beliau menyatakan, “Akhir-akhir ini yang banyak terabaikan, di mana yang didudukkan untuk menjadi pimpinan dari BUMN tersebut terutama untuk posisi sebagai komisaris adalah orang-orang yang dinilai oleh banyak pihak tidak tepat, tidak kompeten dan tidak mumpuni. Penunjukannya terkesan lebih banyak bernuansa sebagai balas budi, karena yang bersangkutan telah berkontribusi di dalam pilpres dan atau pemilu yang baru lalu.”(CNN Indonesia, 30/5/2021).

Memang demikian fakta yang dipertontonkan di depan rakyat. Nyata-nyata penunjukan Abdee sebagai komisaris Telkom adalah politik balas budi. Betapa Abdee sudah banyak berkorban demi menyukseskan Jokowi maju menjadi orang nomor 1 sejak awal. Jika tidak, mengapa harus memilih sosok yang tidak memiliki kualitas keilmuan, pengalaman, dan pengabdian sama sekali di PT. Telkom? Sehingga Erick Thohir membentuk BUMN Leadership and Management Institute (BLMI) sebagai bentuk pelayanan pelatihan bagi komisaris yang tidak berpengalaman.

Tentu saja hal ini membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Bertambah lagi beban negara untuk sesuatu yang semestinya tidak perlu dilakukan. Mengingat masih banyak sosok-sosok cerdas, hebat, dan berpengalaman yang telah menempuh pendidikan selama bertahun-tahun, lalu mengabdi di perusahaan yang sesuai dengan bidang keilmuannya.

Fakta ini semakin membuka jati diri rezim, bahwa negara ini telah diurus dengan sistem buruk, yaitu praktik oligarki. Pengelolaan harta negara tidak lagi demi kemaslahatan rakyat, tetapi dalam rangka meraup keuntungan untuk segelintir pihak dan golongan tertentu, yaitu kroni-kroni penguasa dan elite politik yang berada di lingkaran rezim. Dengan gaji fantastis dari seorang komisaris maka dirasa cukup sebagai balas budi yang manis. Tanpa memikirkan lebih jauh dampak buruk yang akan menimpa negeri ini ketika sebuah amanah diberikan kepada seseorang yang tidak memiliki kemampuan dan kelayakan. Padahal dana untuk menggaji komisaris adalah dari rakyat, namun rakyat dipaksa menerima buruknya pengelolaan. Kerugian pun akan ditanggung oleh seluruh rakyat, sementara pejabat sibuk mengumpulkan pundi-pundi sebagai bekal ketika jabatannya telah sekarat. Mereka tidak peduli jika negeri ini menuju kehancuran.

Rasulullah Saw., “Jika suatu urusan diserahkan pada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya.” (HR Bukhari).

Jabatan adalah Amanah

Politik balas budi dalam penyerahan jabatan niscaya terjadi dalam sistem kapitalis demokrasi. Bagi mereka, jabatan adalah kesempatan untuk mendulang keuntungan sebanyak-banyaknya. Sebab itulah sejatinya kebahagiaan menurut para pemuja materi.

Dalam pandangan Islam, jabatan adalah amanah yang akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah. Apalagi amanah yang berkaitan dengan kepentingan rakyat, sungguh berat beban yang dipikul. Namun jika seorang pejabat mampu menunaikan tugasnya, maka Allah telah menyediakan pahala dan kemuliaan yang tidak sedikit. Namanya akan dikenang baik sepanjang zaman, menjadi kisah yang menginspirasi para generasi sesudahnya. Sebagaimana Khalifah Umar bin Abdul Aziz dengan segala kemurahan dan keadilannya. Wallahu a'lam bish-shawwab.[]


Photo : Pinterest

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
I Want Something Just Like This
Next
Balada Umat Islam Di Negeri Mayoritas Muslim
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram