"Salah satu naskah Challenge ke-3 NarasiPost.Com dalam rubrik True Story yang mendapatkan nilai cukup tinggi"
Oleh: Solehah Suwandi
NarasiPost.Com-Pesantren adalah sekolah yang aku pilih setelah lulus SMP, mengingat pergaulan remaja semakin mengerikan. Dengan kadar iman yang pas-pasan, aku khawatir tidak bisa membentengi diri dari derasnya arus pergaulan bebas di luar sana. Minimal, di pesantren lingkungan lebih islami.
Akhirnya aku resmi nyantri di salah satu pondok pesantren di Kota Kalianda, sebuah tempat yang diisi beragam karakter manusia dengan bermacam-macam cerita.
Ada sesuatu yang saat itu benar-benar tidak aku sukai. Namun, ternyata Allah punya rencana yang luar biasa.
Sejak duduk di kelas satu SMA, salah satu generasi kami ada yang sering kesurupan. Sebut saja namanya NM. Bila sudah kerasukan, tentu membuat kami resah dan takut. Bahkan, ia sampai pernah menghilang dari pesantren. Kami mencari di hutan, hingga menurunkan santri putra untuk membantu. Kanan kiri pondok memang masih belantara. Sampai larut malam, ia baru ketemu. Saat itu, ia sedang duduk di bawah pohon kelapa dekat asrama putra.
Suasananya cukup mencekam. Kadang ia kambuh setelah Isya. Setelah dirukiah, sembuhnya bisa sampai pukul 23:00 WIB, bahkan lebih. Akhirnya mau tak mau, kawan sekelasnya belajar merukiah juga. Jika sewaktu-waktu kambuh, kami bisa menyelesaikan satu masalah tersebut. Tidak mungkin jika tengah malam kesurupan, harus gedor-gedor rumah ustaz untuk merukiah. Hal ini karena rukiah membuat jin-jin yang merasukinya segera keluar. Kalau pun didiamkan, kadang keluar sendiri, tetapi lama. Snak-anak yang di asrama sudah keburu takut.
Kesurupan seolah menjadi alarm bagi para santri agar terus berzikir, tidak ada yang boleh menyanyikan lagu-lagu beraroma syahwat yang melalaikan manusia dari mengingat Allah. Karena jika NM bernyanyi atau mendengar nyanyian, ia bisa langsung kambuh.
Tahun ke dua di pondok, NM sudah membaik. Namun, ada kabar kurang menyenangkan hati. Generasi kami akan kedatangan santri baru, dengan riwayat sering kesurupan.
Kami ketar ketir karena menurut kabar yang beredar, santriwati berinisial HN ini, jika sedang kesurupan bisa menempel di dinding layaknya cicak.
Hari kedatanganya pun tiba. Aku dan salah seorang teman menyambutnya. Ternyata dia gadis yang sangat cantik. Namun, tatapan matanya kosong.
Malam pertama di pondok, HN langsung kumat. Benar saja, kondisinya sangat menyeramkan, terlebih reaksi saat dirukiah. Hal ini menyebabkan NM jadi kesetrum. Ia ikut teriak-teriak di asramanya.
Kedatangan HN benar-benar membuat pesantren semakin heboh. Nyaris kami begadang setiap malam, apalagi di waktu-waktu menjelang ujian. Seolah jin yang merasukinya tak ingin HN bisa naik kelas atau lulus ujian.
Menginjak kelas musrifah, atau setara dengan kelas 3 SMA, kami ditempatkan di asrama yang berbeda-beda.
Namun malangnya, tak ada yang mau menerima HN sebagai musrifah. Alasannya, semua takut padanya. Ia mendapat penolakan di mana-mana. Sampai akhirnya, ustazah memilih asrama kami sebagai tempat tinggalnya. Dan ia tidur di ranjang bawahku.
Mau tak mau, aku harus mau, walau awalnya ia mendapat penolakan juga dari anak-anak di asramaku.
Kejadian demi kejadian menimpa kami di sana. Pernah suatu siang, aku cekcok dengan HN. Dia tidak terima dan marah padaku. Kalian tahu, tiba-tiba ia menerkamku. Seluruh santri berteriak histeris. Aku berduel dengan HN yang sudah kesurupan. Badanku gemetar. Aku terus beristigfar dan mencoba setenang mungkin.
HN segera dipegangi oleh adik-adik kelas dan dirukiah oleh Iis, temanku. Aku pun segera merukiah air, lalu dicipratkan ke wajahnya dengan menyebut asma-Nya berkali-kali, hingga ia terkulai lemah dan kembali sadar.
Kehadiran HN membuat kami senantiasa zikrullah. Tidak ada sebaik-baik pelindung kecuali Allah Swt.
Jika rasa takut mulai mendera, sesegera mungkin ingat Allah, meyakinkan dalam hati bahwa manusia itu lebih sempurna dibanding jin. Mereka tidak akan bisa menyakiti kecuali atas izin dari-Nya.
Suatu hari, mamasku datang ke pondok. Aku dimintai tolong untuk merukiah tetangganya. Ia bilang, ibu yang minta dirukiah ini sudah berobat ke mana-mana. Dokter dan tes lab mengatakan ia tidak memiliki penyakit. Ini berbanding terbalik dengan kondisi fisik yang menjadi kurus kering, bahkan mulai hilang kewarasan. Awalnya, dia adalah orang kaya yang jatuh miskin.
Sore itu aku izin kepada mudir pondok. Usai salat Magrib, aku dibonceng mamasku dengan motor menuju rumah kerabat Ibu S.
Sampai di sana, ternyata sudah ramai orang. Aku pun dikenalkan dengan Ibu S. Subhanallah, tubuhnya kurus, matanya cekung dan menghitam. Pandangannya kosong. Bahkan saat kami datang, ia tak merespon. Entah apa yang dirasa. Kerabatnya bilang, Ibu S sering mimpi seram.
Sebelum memulai, aku meminta kepada mereka untuk ikut berzikir, dan paling utama adalah meminta pertolongan Allah, yakin kepada Allah. Semoga rukiah ini menjadi sebab terangkatnya penyakit.
Tangan Ibu S bergetar saat kusentuh ibu jarinya. Getaran itu semakin terasa saat bibirku mulai melafazkan ayat-ayat Al-Quran. Sampai pembacaan ayat kursi, Jbu S teriak dan meronta. Para lelaki termasuk mamasku segera menahannya. Ayat-ayat Al-Quran terus dibacakan dari lisanku juga mamasku.
Ibu itu merintih dan berteriak-teriak. Salah satu kerabat yang mendengar pun, tiba-tiba memberikan reaksi, yaitu muntah-muntah. Ibu S juga muntah beberapa kali, saat ada pukulan-pukulan kecil di bagian pundak.
“Keluarlah! Duhai engkau yang berada di dalam tubuh Ibu S. Bismillahi la ya dzurru ma’ashmihi syaiun fil ardli wala fissamaai wahuassami’ul ‘alim.”
Dia kembali muntah. Saat mamasku mengazani, Ibu S menangis keras, lalu kembali muntah. Sekitar satu jam lebih, ia terus memberontak dan muntah, jingga terlihat lemas.
Bacaan ayat-ayat Al-Quran kami sudahi. Perlahan kesadaran Ibu S pulih. Katanya, badannya jadi ringan.
Mamasku memberi saran agar diterapi agar jin-jin yang mengganggu keluar semua, jangan tinggalkan salat, minimal membaca ayat kursi setelah salat. Kalau bisa, rumah diisi dengan suara murotal, bukan musik atau lagu yang melalaikan dari mengingat Allah.
Setahun kemudian, saat kakak iparku lahiran, jauh-jauh dari kampus Metro aku datang untuk menyaksikan acara akikah. Tidak sengaja, aku bertemu dengan Ibu S. Beliau menyalamiku dengan mata berkaca-kaca sambil mengucapkan terimakasih. Atas izin Allah, ia kembali sehat. Tubuhnya mulai berisi. Komunikasi juga sudah normal.
Allah, inikah maksud dari ketidaksukaanku di masa lalu? Engkau memilihku untuk menjadi wasilah kesembuhan penyakit seseorang. Aku terharu, betapa rancana Allah itu jauh lebih indah, walau kadang kita tak suka pada awalnya.
Kekagumanku pada Al-Quran juga bertambah, berkali lipat. Andai ayat-ayat itu tidak hanya dibaca, melainkan diterapkan dalam kehidupan secara menyeluruh hingga ranah negara, pasti luar biasa.
Wajar saja bila Allah akan menurunkan keberkahan dari langit dan bumi. Penerapan Al-Quran dan hadis akan menggantikan kezaliman menjadi keadilan.
Teruntuk engkau para pejuang Islam, teruslah berjuang hingga Al-Qur’an dan hadis menjadi panduan hidup yang menyejahterakan, menjadi obat dari setiap permasalahan umat, sebagai wujud ketaatan kepada Allah Swt.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]