Kawasan Bukit Algoritma akan menjadi salah satu pusat untuk pengembangan inovasi dan teknologi tahap lanjut seperti kecerdasan buatan, robotik, drone, hingga panel surya namun ada kekhawatiran bahwa proyek pembangunan bukit Algoritma dan kawasan ekonomi khusus (KEK) kemungkinan hanya menjadi proyek prestisius, tanpa visi kemaslahatan bangsa.
Oleh : Ummul Asminingrum, S.Pd.
(Aktivis Muslimah)
NarasiPost.Com-Bagi sebagian orang, nama Bukit Algoritma mungkin masih terdengar asing. Namun akhir-akhir ini nama itu sering menjadi perbincangan publik terutama petinggi negara. Seiring dengan rencana pembangunan pusat riset dan teknologi yang bernama Bukit Algoritma. Atau juga sering disebut 'Silicon Valley' nya Indonesia. Silicon Valley sendiri adalah sebuah kawasan industri dan teknologi di Amerika Serikat yang menjadi rumah bagi perusahaan-perusahaan besar seperti Google, Apple, Netflix, dan lain-lain.
Seperti diberitakan oleh TEMPO.CO, bahwa rencananya, pembangunan Bukit Algoritma atau Silicon Valley Amerika Serikat ala Indonesia akan dilakukan di kawasan ekonomi khusus (KEK) Kecamatan Cikidang yang diperluas hingga Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. (16/06/2021)
Seperti yang diungkapkan Budiman Sudjatmiko, seorang politisi PDIP sekaligus
pendiri Gerakan Inovator 4.0. Kawasan Bukit Algoritma akan menjadi salah satu pusat untuk pengembangan inovasi dan teknologi tahap lanjut seperti kecerdasan buatan, robotik, drone, hingga panel surya.
Tujuan pembangunan kawasan ini yakni untuk meningkatkan kualitas ekonomi 4.0, meningkatkan pendidikan, penciptaan pusat riset dan pengembangan, meningkatkan sektor pariwisata di kawasan setempat, serta meningkatkan insfratruktur pertumbuhan tangguh berkelanjutan dan pembangunan SDM berbasis IPTEK.
Meskipun rencana pembangunan Bukit Algoritma ini mempunyai tujuan yang positif, namun benarkah semua itu ditujukan semata untuk kemaslahatan bangsa? Belum juga dimulai pembangunannya, namun mega proyek yang bernilai fantastis ini sudah banyak disorot.
Dikhawatirkan bahwa proyek pembangunan bukit Algoritma dan kawasan ekonomi khusus (KEK) kemungkinan hanya menjadi proyek prestisius, tanpa visi kemaslahatan bangsa.
Selain itu, seperti yang sudah digadang-gadang bahwa kawasan ini nantinya akan menjadi sarana terdepan dalam teknologi digital. Namun disayangkan bahwa kesiapan berupa independensi atau kemandirian teknologi dan dukungan terhadap riset dan inovasi justru dikebiri. Bagaimana tidak, pengadaan proyek pembangunan Bukit Algoritma ini didanai oleh pihak swasta. Tanpa sepeserpun mengambil dana dari APBN. Silicon Valley ala Jawa Barat ini akan dibangun di atas tanah seluas 888 hektar. Sedangkan untuk pembangunan tahap awal, mega proyek ini memakan dana sekitar 1 miliar euro atau setara kurang lebih 18 triliun rupiah.
Sedangkan pihak yang akan menggarap adalah PT.Kiniku Nusa Kreasi dan PT.Bintang Raya Lokalestari. Dua perusahaan itu membuat sebuah perusahaan kerja sama operasional (KSO) yang bernama PT.Kiniku Bintang Raya. Selain itu mereka juga akan menggandeng salah satu BUMN bidang konstruksi sebagai penggarap, yaitu PT Amarta Karya (AMKA).
Dari sinilah muncul kekhawatiran kita akan urgensi dari pembangunan proyek ini, yakni hanya akan dijadikan lahan bisnis para pemilik modal, para kapital yang notabene mereka berasal dari perusahaan swasta. Apalagi ada desas - desus bahwa keterlibatan perusahaan asal Amerika dan Eropa ikut andil sebagai salah investor dalam pembangunan proyek ini.
Ketika suatu negara menyerahkan pengelolaan wilayahnya kepada pihak swasta terutama asing. Maka di situlah independensi suatu negara itu dikebiri. Negara tidak akan bisa dengan lelusa mengembangkan ristek. Begitu pula segala sesuatunya akan berada di bawah kendali pihak asing. Apabila terjadi demikian, akankah pembangunan sarana ristek yang ada akan ditujukan untuk kepentingan dan kemaslahatan rakyat? Tentu mustahil bukan?
Ditambah lagi dengan ketiadaan Kemenristek sebagai instansi yang menaungi riset dan teknologi di Indonesia. Hal itu tentu semakin membuka keran selebar-lebarnya bagi penjajahan bidang ristek di negeri ini. Alhasil negeri ini akan semakin rapuh dan tergantung kepada pihak asing selaku pemilik modal.
Sudah saatnya kita terlepas dari belenggu penjajah dalam segala aspek termasuk, penjajahan di bidang riset dan teknologi. Sudah seharusnya kita sebagai negeri mayoritas muslim ini memiliki kemandirian dalam bidang ristek agar tujuan diciptakannya ristek sebagai sarana penunjang ketaatan, aktualisasi ibadah terlebih visi dakwah dan jihad dapat terlaksana.
Semua itu hanya akan terwujud apabila didukung oleh institusi negara yang menerapkan Islam secara kafah. Sebab Islam memiliki cara pandang tersendiri mengenai riset dan teknologi.
Tujuan diadakannya riset, ilmu terapan terkini dan teknologi akan mengacu pada berbagai aspek kehidupan seperti kesehatan, pertanian, industri dan keamanan. Dalam mewujudkan hal tersebut, Islam mewajibkan peran negara sebagai institusi pelayan bukan hanya regulator seperti dalam sistem kapitalisme.
Dalam sistem pemerintahan Islam akan dibangun sistem penelitian dan pengembangan, yaitu kemampuan riset/penelitian yang terintegrasi, baik dari lembaga negara, departemen-departemen, dan dari perguruan tinggi. Semua dikendalikan, didorong dan dibiayai oleh negara semata untuk kemaslahatan umat.
Wallahu'alam bish-shawab.[]
Photo : Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]