Pembatasan Da'i dalam Siaran Ramadan, Bentuk Ketakutan pada Dakwah Ideologis

"Ramadan adalah bulan perjuangan, momentum perubahan hakiki. Semua orang berlomba-lomba meningkatkan amalan dan meraih ampunan. Di bulan penuh berkah ini kaum muslim juga membutuhkan ilmu, tsaqofah Islam dan nasihat takwa agar jiwanya selalu termotivasi dalam kebaikan"


Oleh. Nina Marlina, A.Md
(Penulis Bela Islam)

NarasiPost.Com-Bulan Suci Ramadan sudah tiba. Umat Islam bergembira menyambut kehadirannya. Berharap lebih baik dalam meningkatkan amalan dan ketakwaannya. Namun sungguh ironi, pemerintah bermaksud membatasi dai dan materi dakwah pada siaran televisi dan radio.

Dikutip dari Pikiranrakyat.com, (28/03/2021), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diketahui menerbitkan Surat Edaran (SE) no 2 tahun 2021 mengenai Siaran di Bulan Suci Ramadan. Dalam SE tersebut KPI melarang TV dan Radio memberikan tempat bagi pendakwah dari organisasi Islam terlarang, seperti yang tertuang dalam Pasal 6 poin d, yang isinya adalah "Mengutamakan penggunaan dai/pendakwah kompeten, kredibel, tidak terkait organisasi terlarang sebagaimana telah dinyatakan hukum di Indonesia, dan sesuai dengan standar MUI, serta dalam penyampaian materinya senantiasa menjunjung nilai-nilai Pancasila dan ke-Indonesiaan. "

Menurut Ketua KPID Jawa Barat, Adiyana Slamet sebenarnya KPID Provinsi Jawa Barat sudah melakukan MoU dengan MUI Provinsi Jawa Barat tentang Dakwah Sejuk. Selain itu, menurutnya dalam menghadapi bulan suci Ramadan, poin di dalam SE tersebut menjadi sangat penting. Hal ini dikarenakan memang pendakwah harus sesuai dengan apa yang sudah dianjurkan MUI Provinsi Jawa Barat yang harus menyuarakan Islam wasathiyah. Ia juga mengatakan bahwa pendakwah yang nantinya mengisi dalam program TV dan radio mampu mendorong, tidak hanya pemahaman tentang agama, namun nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945.

Langkah pemerintah dalam menyeleksi para dai untuk program siaran Ramadan menunjukkan ketakutan rezim pada dakwah ideologis. Dakwah sejuk dianggap lebih aman. Padahal dakwah adalah menyeru pada kebenaran dan mencegah kemungkaran, bukan masalah sejuk atau tidak. Jika dakwah sejuk adalah dengan membiarkan kemungkaran atau memaklumi kemaksiatan tentu patut dikritisi. Dakwah adalah tidak menyembunyikan kebenaran dan tidak diam melihat kezaliman.

Penguasa hari ini merasa gerah dengan dakwah ideologis yang konsisten diserukan oleh para ustaz, khususnya di media sosial. Mereka pun risih dengan geliat hijrah kaum muda yang mulai istiqomah berhijab dan mengkaji Islam. Atas dasar ini, mereka berupaya menghalangi kebangkitan umat agar tetap merasa nyaman dengan kondisi yang ada. Dakwah yang mereka anggap sejuk akan meninabobokan dan melenakan umat dari fakta kerusakan di depan mata. Ini adalah upaya musuh Islam yang menginginkan umat Islam tidak bangkit secara politik karena dianggap berbahaya dan akan meruntuhkan hegemoni para kapitalis dan sistem kapitalisme yang selama ini mereka pertahankan dan agungkan.

Ramadan adalah bulan perjuangan, momentum perubahan hakiki. Semua orang berlomba-lomba meningkatkan amalan dan meraih ampunan. Di bulan penuh berkah ini kaum muslim juga membutuhkan ilmu, tsaqofah Islam dan nasihat takwa agar jiwanya selalu termotivasi dalam kebaikan. Salah satunya penyampaian dakwah dari media. Namun, faktanya dalam sistem sekuler ini, banyak tayangan tidak mendidik dan mengumbar aurat. Termasuk di bulan Ramadhan. Seharusnya pemerintah fokus melarang tayangan mengandung maksiat, bukan dengan membatasi gerak para da'i dalam menyampaikan dakwah Islam.

Tayangan berbau pornografi, pornoaksi, hedonisme dan kemaksiatan tentu amat berbahaya dalam merusak generasi. Sementara dengan membatasi ruang pendakwah justru akan semakin menjauhkan umat dari pemahaman Islam kafah. Dalam sistem Islam, media menjadi sarana untuk menyebarkan informasi, ilmu pengetahuan dan dakwah Islam. Fungsi media ini akan dioptimalkan oleh negara untuk tersebar kepada masyarakat luas. Negara pun akan mencegah tayangnya konten negatif atau berbau maksiat.

Dengan demikian, dakwah harus terus digencarkan. Terlebih di bulan Ramadan. Jadikan Ramadan sebagai momentum perubahan dan kebangkitan umat. Wallahu a'lam bishshawab.[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
Kesetaraan Gender yang Hakiki
Next
Joseon Excorsist The-End, Sekularisme Kapan?
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram