Saatnya Perempuan Berdaya dalam Perjuangan Tegaknya Khilafah

"Pemenang kedua naskah Challange ke-3 NarasiPost.Com dalam rubrik Opini dengan tema "Keseteraan Gender dalam Perspektif Islam"


Oleh: Nurjamilah, S.Pd.I.

NarasiPost.Com-Potret perempuan masa kini, semakin berat derita yang harus ditanggungnya. Perempuan dinistakan, diperlakukan bagai komoditas. Mereka terjebak dalam ranjau eksploitasi guna menopang tegaknya hegemoni kapitalisme, dengan menjadikan mereka sebagai mesin penggerak industri sekaligus objek pasar para kapitalis. Gemerlap dunia dan gaya hidup hedonisme bagai sihir, perempuan berlomba untuk meraihnya.

Akhirnya tercerabut lah fitrahnya sebagai ummun warabbatul bait, pilar keluarga dan penyangga masyarakat. Proyek pemberdayaan perempuan telah menyeret perempuan keluar dari ranah domestik, karena tenaga dan waktu mereka dicurahkan untuk bekerja. Kewajiban mencari nafkah seakan berpindah kepada perempuan. Kini tulang rusuk menjadi tulang punggung. Terjadi pertukaran peran dan disfungsi keluarga.

Membongkar Kelamnya Ide Kesetaraan Gender ala Feminis

Ide kesetaraan gender muncul sebagai respon dari sikap diskriminatif yang menimpa perempuan. Pasca Revolusi Industri 1776 dan Revolusi Prancis pada 1792 berkembang suatu opini, dalam realitas sosial kedudukan perempuan lebih rendah daripada laki-laki. Pada tahun 1837 Charles Fourier, mencetuskan sebuah gerakan yang dinamai feminisme demi mengusung ide kesetaraan gender. Ide ini masuk ke negeri-negeri muslim melalui orang-orang yang mendapatkan pendidikan di Eropa, sehingga ketika kembali ke negerinya mereka menjadi pengusung ide liberalisasi perempuan.

Dunia mengalami sejarah panjang untuk sekadar menyetarakan hak perempuan. Bersamaan dengan pendirian PBB dibentuklah Commission on the Status of Women (CSW). Berderet konferensi diadakan untuk menentukan langkah efektif mewujudkan kesetaraan gender. Seperti CEDAW (1979), ICPD (1994), BPfA (1995), MDGs (2000), dan SDGs (2015). Sepanjang tahun 2019-2020 digelar berbagai agenda untuk memperingati 25 tahun Deklarasi Beijing.
Bagai racun berbalut madu. Berkesinambungannya berbagai agenda demi menggencarkan ide kesetaraan gender ala feminis dibalut dalam mitos-mitos yang menyihir perempuan agar terbuai di dalamnya. Berikut mitos-mitos palsu yang selalu diembuskan feminis pada agenda kesetaraan gender:

Pertama, isu diskriminasi paling laku bila dijajakan pada perempuan. Tak aneh karena kaum feminis yang berasal dari Barat memang dahulunya memiliki trauma berat berkaitan dengan diskriminasi antara perempuan dan laki-laki. Ini menerjang kehidupan pribadi dan sosialnya. Walhasil mereka terus memperjuangkan kesetaraan gender.

Parahnya mereka dengan gegabah menyeret Islam dalam pusaran polemik ini. Mereka menuduh Islam juga berbuat diskriminatif, karena tidak mengakui persamaan hak dan kewajiban antara perempuan dan laki-laki.
Di antara yang sering dipermasalahkan adalah perihal tugas perempuan di ranah domestik sebagai ummun warabbatul bait, pakaian perempuan, pembagian waris, hak poligami bagi laki-laki, pemimpin perempuan dll. Semua produk hukum itu ditentang keras, karena dinilai diskriminatif.

Kedua, isu kekerasan. Sasaran utamanya adalah menghilangkan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan, baik di ranah pribadi ataupun ranah publik, seperti perdagangan manusia (trafficking) dan eksploitasi seksual (pemerkosaan, pedofilia dll). Bahkan mereka turut menyeret perihal pernikahan anak, sunat perempuan dll.
Jika mau jujur, semua bentuk kekerasan disebabkan oleh penerapan sistem kapitalisme liberal yang berlandaskan sekularisme. Kebebasan berperilaku dan berekspresi membuat perempuan selalu menjadi objek kekerasan, baik verbal atau seksual.

Ketiga, produktivitas dan partisipasi. Di antara target global kesetaraan gender adalah menjamin partisipasi penuh dan efektif, kesempatan yang sama bagi perempuan untuk memimpin di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi dan masyarakat. Tak dipungkiri, munculnya jargon 'perempuan harus mandiri secara finansial dan jangan bergantung pada laki-laki/suami'. Ini membius perempuan. Demikianlah mitos-mitos palsu yang harus dijauhi perempuan, ini jebakan batman.

Sistem kapitalisme menumbuhsuburkan persaingan antara perempuan dan laki-laki. Ide kesetaraan gender yang digadang-gadang dapat menyolusikan semua permasalahan perempuan. Faktanya malah menghancurkan sendi-sendi kehidupan perempuan. Setidaknya ada beberapa dampak yang sangat terasa, yaitu:

Pertama, menurunnya tingkat pernikahan dan merebaknya hubungan-hubungan di luar pernikahan. Paradigma yang dideraskan kaum feminis tentang gambaran pernikahan sebagai struktur yang menindas dan patriarkal. Istri diperbudak suami. Stigmatisasi peran istri sebagai peran yang tidak produktif, karena tidak bisa menghasilkan uang.
Semua itu menyebabkan perempuan enggan menikah. Padahal secara fitrahnya dia memiliki naluri melestarikan jenis (gharizah nau) untuk disalurkan pada jalur ikatan resmi, yaitu pernikahan. Sehingga jika ikatan ini tak ada, peluang untuk terjadinya perzinaan dan penyimpangan seksual sangat terbuka lebar.

Kedua, kebingungan dan konflik dalam pernikahan. Pertukaran peran antara perempuan dan laki-laki dalam bingkai pernikahan menyebabkan perceraian dan kehancuran keluarga. Kental dengan suasana persaingan bukan harmonisasi.

Ketiga, menyeret perempuan keluar dari ranah domestik (keluarga) dan menyibukkannya di ranah publik (bekerja). Kaum feminis dengan ide kesetaraan gendernya menyamakan posisi perempuan dan laki-laki tanpa mengindahkan kodratnya. Bahkan perempuan dinilai maju jika telah memiliki kemandirian secara finansial.
Akibatnya pengurusan terhadap keluarga terlalaikan. Karena perempuan lebih banyak beraktivitas di luar untuk bekerja. Fitrah perempuan sebagai ibu tercerabut, generasi hancur, keluarga sebagai benteng terakhir porak-poranda. Kapitalisme menjadikan perempuan sebagai mesin penggerak industri sekaligus objek pasar. Perempuan dieksploitasi dari sisi tenaga, waktu, pikiran, dan sisi seksualitasnya.

Kesetaraan gender nyatanya tak mampu menaikkan status sosial dan keamanan ekonomi perempuan karena banyak perempuan bekerja dengan bayaran rendah, kualitas yang buruk, dan pekerjaan yang eksploitatif. Bahkan gajinya pun akhirnya habis untuk membayar orang lain untuk merawat anak-anaknya.

Keempat, pelalaian terhadap hak-hak anak. Kurangnya waktu yang dihabiskan oleh ibu yang bekerja dalam mengasuh anak-anak menyebabkan degradasi moral, antisosial, free seks, terjerat pada kasus narkoba dll.

Kelima, perempuan hidup di bawah tekanan. Cita-cita kesetaraan gender utopis dan irasional, karena menyamakan dua makhluk yang secara natural berbeda fisiknya. Stress dan depresi kebanyakan menimpa perempuan yang bekerja, karena hidup di bawah tekanan dan berjibaku dalam karir, suami, dan anak-anak.

Keenam, lunturnya tanggung jawab laki-laki dalam keluarga. Perempuan yang bertindak sebagai wonder women, merasa tidak membutuhkan laki-laki sebagai pelindung dan pemberi nafkah. Menyebabkan banyak laki-laki yang meninggalkan anak dan istrinya dari pemenuhan kebutuhan. Akibatnya perempuan berjuang sendiri secara finansial. Bahkan masyarakat dan negara pun tidak memberikan dukungan ekonomi sebagaimana mestinya.

Demikianlah sekelumit dampak dari adanya ide kesetaraan gender. Daya rusaknya sungguh luar biasa! Ide ini muncul dari sistem kapitalisme sekuler yang telah merasuki sendi-sendi kehidupan kita. Wajar saja karena ide dan sistem ini bukan berasal dari Islam, artinya tidak bersumber dari wahyu. Hasil pemikiran manusia semata. Maka hasilnya pun cacat dan irasional.

Islam Memuliakan Perempuan, Khilafah Merealisasikannya

Sistem kapitalisme dengan ide feminisme dan jargon kesetaraan gendernya telah terbukti gagal memuliakan dan menyejahterakan perempuan. Ketamakan sistem ini menyeret perempuan menjadi bemper dari eksisnya hegemoni ini. Sehingga mustahil berharap bahagia dan sejahtera di bawah sistem ini.

Hanya ada satu harapan, yaitu Islam dengan sistem Khilafahnya. Yang terbukti pernah menempatkan perempuan pada posisi mulia sebagai arsitek peradaban dan gilang-gemilang selama 13 abad. Lantas bagaimana pengaturan Islam dengan kekuasaan Khilafahnya terhadap perempuan? Berikut penjelasannya:

Pertama, Khilafah menjamin kehormatan perempuan dengan memberlakukan sistem pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Seperti kewajiban menutup aurat serta mengenakan jilbab (QS. Al-Ahzab:59) dan khimar (QS. An-Nur: 31), menjaga pandangan (QS. An-Nur: 30-31), tidak tabarruj (QS. An-Nur: 60), larangan berkhalwat (HR. Bukhori, 4832), larangan safar tanpa mahram lebih dari sehari (HR. Muslim, 2388) dan aturan lain.

Kedua, Khilafah menjamin perempuan untuk melestarikan keturunan dengan hukum-hukum seputar pernikahan dan nasab. Melalui pernikahan syar’i perempuan akan mendapatkan kehidupan yang tuma’ninah. Fungsi reproduksinya akan dioptimalkan untuk beribadah dan melahirkan generasi beriman dan berkualitas demi mengisi peradaban Islam yang gilang-gemilang.

Ketiga, Khilafah menjamin kesejahteraan perempuan. Khilafah mewajibkan laki-laki menafkahi perempuan dan anak-anak. Sebagaimana firman Allah Swt: "Kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang makruf." (TQS. Al-Baqarah: 233)

"Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka (untuk) menyempitkan (hati) mereka. " (TQS. at-Thalaq: 6)

Jika laki-laki tidak mampu bekerja mencari nafkah untuk diri, istri, dan anak perempuannya, maka beban tersebut dialihkan kepada ahli warisnya. Firman Allah Swt: "Ahli waris pun berkewajiban demikian" (TQS. al-Baqarah: 233).

Jika ahli waris juga tidak mampu atau bahkan tidak ada sama sekali, maka beban itu ditanggung negara melalui lembaga Baitul Mal.

Keempat, Khilafah menjamin pelayanan pendidikan bagi perempuan. Pendidikan adalah hak bagi seluruh warga negara, termasuk perempuan. Terlebih menuntut ilmu itu diwajibkan syara’ kepada setiap orang (HR. Ibnu Majah, 220). Pendidikan dalam Islam erat kaitannya dengan kesempurnaan ibadah. Jadi bukan demi mendapatkan pekerjaan semata. Bahkan dengan posisi strategis perempuan sebagai ummun warabbatul bait, madrasatul ula, dan arsitek pencetak generasi peradaban, mengharuskan Khilafah menyediakan akses pendidikan yang berkualitas bagi perempuan dan seluruh warganya (HR. Bukhori, 844).

Kelima, Khilafah memberikan jaminan kepada perempuan untuk berpolitik. Amar ma’ruf nahyi munkar kepada penguasa merupakan bagian dari aktivitas politik yang wajib dilakukan perempuan (QS. At-Taubah: 71). Hak politik perempuan seperti memilih Khalifah, memilih dan dipilih sebagai anggota majelis umat, menduduki jabatan tertentu dalam pemerintahan (selain penguasa dan hakim mazhalim), menjadi anggota partai politik (QS. Ali-Imran: 104).

Keenam, Khilafah menjamin keamanan perempuan ketika berkiprah di ruang publik. Hukum peradilan diberlakukan bagi siapa pun yang melakukan pelanggaran. Termasuk bagi orang yang melecehkan dan mencemarkan nama baik perempuan tanpa bukti. Perempuan dibolehkan bekerja, berjihad, dan berpolitik, selama tidak melalaikan kewajiban utamanya di ranah domestik.
Semua pengaturan dan jaminan tadi hanya bisa direalisasikan dengan adanya institusi Khilafah. Karena Khilafah satu-satunya institusi yang mampu menumbuhkan ketakwaan individu, kontrol sosial dari masyarakat, kontrol media sebagai corong untuk menciptakan suasana keimanan bukan kekufuran, dan penegakan sanksi peradilan dengan adil.

Oleh karena itu semua pihak, termasuk perempuan harus sekuat tenaga mengoptimalkan segenap usaha demi tegaknya Khilafah yang akan menerapkan aturan Islam kafah. Inilah jalan untuk menghentikan rangkaian penderitaan perempuan yang terus mendera. Serta meraih kebahagiaan dan keberkahan hidup di dunia dan akhirat kelak. Inilah kebutuhan kita, kewajiban agung yang dijamin kemenangannya oleh Allah (QS. An-Nur: 55) dan bisyarah Rasulullah. Lantas masihkah kita ragu untuk memperjuangkannya?
Wallahu ‘alam bi ash-showwab[]


Photo : Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Previous
Tinggal di Rumah Pelayan Tuhan
Next
Remaja Berperan Bukan Baperan
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram