Korupsi, Vulgar di Sistem Kapitalisme

Dengan sistem Islam peluang untuk korupsi tak ada, karena kepemimpinan yang amanah dan zuhud dengan menerapkan aturan syariat secara menyeluruh.


Oleh: NS. Rahayu (Pengamat Sosial)

NarasiPost.com -- Korupsi saat ini sudah bukan lagi rahasia yang dapat ditutup-tutupi. Ibarat tontonan vulgar yang setiap waktu dapat disaksikan dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja. Sego jangan (nasi ketemu sayurnya) hal yang lazim dipertontonkan secara umum.

Sebenarnya kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus dilakukan, yaitu berkeliling untuk melakukan kunjungan audit sebagai upaya untuk mencegah terjadinya korupsi di setiap ranah. KPK melakukan kunjungan dari pusat hingga ke daerah-daerah.

Salah satunya adalah kunjungan di Kabupaten Ponorogo pada Jumat (9/10/2020). Dilansir dari ponorogo.go.id, KPK mendatangi Pemkab Ponorogo dan menggelar kegiatan koordinasi dan supervisi pencegahan gabungan (Korsupgah). Semua dilakukan dalam rangka mencegah terjadinya korupsi.

Kunjungan KPK ini, patut diapresiasi sebagai upaya pencegahan korupsi di lingkungan Kabupaten Ponorogo dan wilayah lainnya. Namun ternyata, kasus korupsi sudah menjamur mulai dari tingkat pusat hingga tingkat terkecil seperti kecamatan.

Namun agaknya ada pesimisme umat untuk dapat memberantasnya. Meski kinerja KPK telah banyak yang tertangkap tangan, namun perkara korupsi tak pernah usai. Tidak salah jika kemudian publik pesimis terhadap kinerja penegak hukum dan KPK dalam menangani kasus korupsi.

Akar Masalah Korupsi tak Pernah Tuntas

Kunjungan pencegahan itu tak pernah menyelesaikan masalah secara tuntas. Penanganan dan penyelesaian kasus korupsi trilunan uang rakyat hanya ramai dipermukaan, kemudian menguap entah kemana kasusnya. Hal itu terjadi karena memberantas korupsi tidak sampai pada akar-akarnya.

Adanya korupsi bukan semata kurangnya iman, namun ada sistem yang membuat seseorang melakukan korupsi, secara sistemik dan terang-terangan. Semisal fakta yang sering ditemukan di tengah masyarakat.

Pertama, saat pemilu berlangsung serangan fajar menyasar seluruh masyarakat dengan amplop ataupun sembako, masyarakat yang materialistik menganggap hal tersebut sah-sah saja, meskipun kehidupannya akan tergadai 5 tahun ke depan. Sehingga ketika memenangkan pemilihan, wajarlah menjadi yang oligarki oportunis.

Kedua, hukuman bagi para koruptor tak sebanding dengan uang yang dirampok dari rakyat bahkan masih bisa menikmati kemewahan, meski hidup di penjara.  

Ketiga, pelemahan KPK. Meski telah didemo oleh Mahasiswa dan anak STM, tak mengubah apapun. Pelemahan fungsi KPK terus berjalan yang agaknya demi melindungi para koruptor dari jerat hukum.

Keempat, mega korupsi dan kasus sejenisnya sering menguap tanpa kejelasan proses hukum. Bahkan kasus terbaru, korupsi di Jiwasraya.

Mudah dan ringannya proses hukum para pelaku korupsi, jelas tak akan mampu memberantas dan menghentikannya secara tuntas. Terlebih jika terbukti bersalah, hukuman tak sebanding dengan apa yang telah dicuri dari rakyat.

Sistem yang rusak pasti akan melahirkan kerusakan-kerusakan lainnya. Termasuk maraknya korupsi tersistemik, dari tingkat pusat hingga ke daerah-daerah kecil. Jika ditelisik lebih dalam, sistem yang diterapkan di negeri ini adalah sistem kapitalis demokrasi. Sistem tersebut menjadikan kekuasaan sebagai jalan meraup manfaat (keuntungan). Maka di sistem ini tidak ada ruang kosong untuk memperjuangakan nasib rakyat. Sehingga tidak mengherankan, jika banyak produk kebijakan yang dibuat justru lebih berpihak kepada pemilik modal bukan kepada rakyat.

Islam Meniadakan Korupsi

Berbeda dengan sistem Islam, yang memiliki aturan sempurna dari Sang Pencipta segala sesuatu, termasuk manusia. Di dalam Islam untuk menjadi pemimpin tidak perlu melakukan politik uang, karena dia dipilih bukan karena uangnya tapi karena kemampuannya dalam memimpin.

Amanah kepemimpin adalah bentuk pilihan langsung dan atas baiat dari rakyat. Seorang pemimpin pun bersifat zuhud terhadap dunia. Mereka memimpin dengan tidak digaji sehingga yang mereka cari bukanlah kehidupan dunia, namun kehidupan akhirat.

Pemimpin harus siap menanggung beban berat, yaitu bertanggungjawab atas rakyatnya. Sehingga dalam kepemimpinan mereka terus berupaya untuk amanah dengan tidak membuat kebijakan yang berasal dari hawa nafsunya (manusia). Namun ketika membuat kebijakan, UU itu  berasal dari nash-nash Alquran dan hadist.

Adapun pelanggaran atas kebijakan yang sudah disahkan akan dikenakan sanksi sesuai dengan syariat Islam dan jenis-jenis pelanggarannya tanpa tebang pilih. Jadi hukum berlaku bagi seluruh rakyat, tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Rasul Saw bersabda : “Wahai manusia, sesungguhnya yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah jika ada orang yang mulia (memiliki kedudukan) di antara mereka yang mencuri, maka mereka biarkan (tidak dihukum), namun jika yang mencuri adalah orang yang lemah (rakyat biasa), maka mereka menegakkan hukum atas orang tersebut. Demi Allah, sungguh jika Fatimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR. Bukhari)

Maka dengan sistem Islam peluang untuk korupsi tak ada, karena kepemimpinan yang amanah dan zuhud dengan menerapkan aturan syariat secara menyeluruh. Dan sistem ini hanya ada di khilafah bukan di sistem demokrasi. Wallahu a'lam bishshawab.[]

Picture Source by Google

Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected].

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Previous
29 Hari Jago Bahasa Arab
Next
Kita Beda Jalan, Enggak Usah Memaksa!
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram