“Salah satu naskah motivasi dalam Challenge ke-2 NarasiPost.Com dengan tema “Valentine dalam Perspektif Islam”
Oleh: Rindoe Arrayah
NarasiPost.com - Di penghujung bulan Januari, aroma syahwat mulai menguar dalam rangka menyambut bulan Februari, tepatnya pada tanggal 14 yang dikenal sebagai bulan kasih sayang atau Valentine’s Day. Atas nama cinta, para pasangan yang berlawanan jenis memadu kasih tanpa ikatan pernikahan. Suatu hal yang dianggap biasa. Bahkan, menjadi sebuah keharusan. Karena, bagi yang tidak turut ambil bagian untuk merayakan dianggap tidak mengikuti perkembangan zaman.
Nuansa pink dan sajian coklat dengan berbagai macam bentuk dipajang di etalase banyak toko. Tak cukup itu saja, media sosialpun dijadikan sebagai ladang promo demi suksesnya acara tersebut. Alhasil, keuntungan akan banyak diraup oleh para produsen dari bisnis yang merusak generasi bangsa ini.
Bermodal coklat yang dipadupadankan dengan bunga mawar dijadikan sebagai mahar meraih cinta serta merayakannya bersama sang pujaan hati. Sungguh miris. Betapa tidak? Di saat menjamurnya kerusakan moral yang mendera para generasi bangsa, masih ada saja pihak-pihak yang memanfaatkan momen untuk meraih banyak laba.
Sudah masyhur adanya terkait sejarah kelam lahirnya Valentine’s Day, yaitu dipancungnya seorang pastur bernama St. Valentine oleh penguasa Roma sekitar 273 Masehi. Lalu, apa hubungannya dengan hari kasih sayang yang mengedepankan ritual seks bebas? Sungguh, sebuah aktivitas yang tidak nyambung. Kontaminasi budaya kebarat-baratan ini tanpa disadari telah membuat raibnya jati diri serta harga diri remaja Muslim. Hanya dengan sepotong coklat dan setangkai mawar dibalut bualan janji yang tak pernah berlanjut dengan bukti. Betapa murahnya harga sebuah kehormatan.
Drama roman picisan ala generasi milenial ini merupakan buah dari liberalisasi dalam hal pergaulan. Dijadikannya gaya hidup Barat yang hedonis dan permisif sebagai panutan saat menjalani kehidupan. Mereka senantiasa tersibukkan dengan problema percintaan yang seolah tiada habisnya.
Telah tampak kerusakan yang dimunculkan dari aktifitas perayaan ini. Tidak ada sedikitpun kebaikan yang bisa diambil. Jika dilihat dari akar sejarahnya, tidak bisa terbantahkan lagi kalau acara ini tidak ada sangkut-pautnya dengan ajaran Islam. Tanpa sadar, para remaja telah latah untuk turut merayakannya.
Allah Swt berfirman:
“Janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak ketahui tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS. Al Israa’:36)
Ibnu ‘Umar meriwayatkan dari Rasulullah Saw:
“Barang siapa menyerupai suatu kaum, dia termasuk dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Mengapa sampai kita dilarang meniru-niru orang kafir secara lahiriyah? Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“Keserupaan dalam perkara lahiriyah bisa berpengaruh pada keserupaan dalam akhlak dan amalan. Oleh karena itu, kita dilarang tasyabbuh dengan orang kafir” (Majmu’ Al Fatawa, 22: 154).
Maka, di sinilah wajib bagi para generasi bangsa untuk gaul juga tentang hukum-hukum Islam. Tak terkecuali, saat akan melakukan perbuatan. Ada suatu keharusan untuk mengetahui hukumnya terlebih dahulu sebelum melakukan. Hal ini sebagaimana sebuah kaidah syar’iyah yang berbunyi, “Asal (pokok/dasar) suatu perbuatan adalah terikat dengan hukum syara’.”
Jadi, sikap yang harus diambil adalah jangan membebek pada budaya yang sudah jelas tidak terlahir dari syari’at Islam. Perlu diketahui juga, bahwa banyaknya orang di seluruh dunia yang ikut merayakan Valentine’s Day bukan merupakan sebuah kelegalan bagi generasi Islam untuk turut andil di dalamnya. Namun, seluruh aktifitas yang akan dikerjakan harus disandarkan kepada syari’at Islam sebagai patokan.
Sebagai generasi Muslim yang memegang tongkat estafet perubahan demi menegakkan kembali peradaban mulia, yaitu peradaban Islam, sungguh tidak layak jika masih berkutat dengan berbagai aktifitas yang telah jelas justru semakin menjauhkan diri dari nuansa Islami. Terlebih, Valentine’s Day adalah produk peradaban Barat yang berlandaskan pada sekularisme, yaitu sebuah ajaran yang memisahkan antara agama dengan kehidupan.
Untuk itu, mari bersegera untuk menyambut seruan Ilahi dalam menggapai rida-Nya dengan jalan memperjuangkan kembali tegaknya syariat Islam di muka bumi ini.
Wallahu a’lam bishshowab.
Picture Source by Google
Disclaimer: Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya. NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]