“Sunset Industry” Manufaktur dalam Negeri, Mengapa Terjadi?

Sunset Industry manufaktur dalam negeri

“Sunset industry” manufaktur Indonesia akan hilang jika ada keinginan kuat negara untuk mandiri.

Oleh. Irma Sari Rahayu
(Kontributor NarasiPost.Com dan Penulis Get Up, Guys!)

NarasiPost.Com-Kabar menyedihkan datang dari industri manufaktur dalam negeri. Industri sepatu olahraga Indonesia kabarnya pernah mengalami masa keemasan dengan merambah pasar berbagai negara di dunia. Berbanding terbalik dengan kondisi saat ini, industri ini kini lesu tak berdaya.

Menteri Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Menkop UKM), Teten Masduki, menyampaikan bahwa industri manufaktur Indonesia pernah menguasai 20% sepatu olahraga dunia. Kondisi ini berbanding terbalik saat ini yang hanya tersisa 2% saja. Menkop UKM mengungkap kondisi ini ketika membahas masalah industrialisasi negara pada 15th Kompas 100 CEO Forum. (finance.detik.com, 12-10-2024)

Lebih lanjut, Teten Masduki menyebut kondisi industri sepatu olahraga Indonesia yang saat ini tidak lagi dilirik dunia sebagai “Sunset Industry” karena mengalami penurunan ekstrem. “Sunset Industry” sendiri adalah sebuah istilah untuk menggambarkan sebuah industri yang sudah lama berjalan tetapi mengalami penurunan atau stagnasi dalam keuntungan dan pertumbuhan produksi. Dengan kata lain, industri tersebut kurang sukses dibandingkan dengan waktu sebelumnya.

Pasang Surut

Pada pertengahan tahun 1990-an, industri manufaktur Indonesia terutama sepatu olahraga pernah mengalami masa kejayaan. Dengan konsep relokasi investor asing, industrialisasi sepatu olahraga dalam negeri menggandeng investor asing dengan menyediakan bahan mentah dan teknologi dari luar, sedangkan Indonesia menyediakan tenaga kerjanya.

Konsep ini ternyata memberikan profit yang besar kepada industri dalam negeri. Sepatu olahraga Indonesia menguasai 20% pasar luar negeri. Namun seiring berjalannya waktu, industri mengalami penurunan drastis. Penyebabnya adalah makin kuatnya persaingan di pasar internasional dan hengkangnya para investor ke negara lain yang menawarkan biaya produksi lebih rendah, terutama gaji pekerja.

Sudah bukan rahasia lagi, enggannya investor asing menanamkan modalnya untuk industri dalam negeri salah satunya adalah mahalnya upah pekerja. Belum lagi masalah skill pekerja dan penggunaan teknologi yang makin maju, juga menjadi pertimbangan lain. Keterampilan dan kecakapan yang dimiliki pekerja Indonesia dinilai masih belum memenuhi standar dunia industri saat ini. Itulah sebabnya Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim membuat kurikulum pendidikan vokasi yang dianggap selaras dengan kebutuhan dunia industri.

Manufaktur Maju dengan Smart Factory, Benarkah?

Menteri Teten Masduki memberikan solusi bagi kemajuan industri manufaktur Indonesia adalah dengan menerapkan IOT (Internet of Things). Ia menilai, penerapan IOT bisa mendongkrak kembali kejayaan manufaktur dalam negeri karena berbagai negara seperti Korea dan Jepang telah melakukannya, dan berhasil. “Sunset industry” manufaktur dalam negeri akan hilang jika ditangani dengan tepat.

Industri 4.0 telah mengubah wajah industri dunia dari industri berbasis mesin dan tenaga kerja, menjadi berbasis teknologi. Konsep Smart Factory disebut-sebut sebagai evolusi dari revolusi industri, yang menggabungkan teknologi canggih seperti IOT (Internet of Things), kecerdasan buatan (AI), dan otomatisasi.

Smart factory digadang-gadang dapat memberikan keuntungan yang besar bagi negara dan industri manufaktur karena dapat menghasilkan produksi yang lebih cepat, efisien, akurat, dan rapi. Tak hanya keuntungan berupa materi, penerapan smart factory dalam industri dalam negeri dapat menempatkan posisi Indonesia sebagai kartu as dalam perdagangan dunia.

Hanya saja, perlu effort brsar bagi Indonesia jika ingin menerapkan konsep ini. Selain membutuhkan dana  besar untuk menyiapkan perangkat teknologinya, pemerintah juga harus menyiapkan tenaga kerja andal yang menguasai teknologi tersebut. Maka pembenahan secara besar-besaran memang harus dilakukan.

Nasib Industri Manufaktur dalam Genggaman Kapitalisme Global

Sejak diberlakukannya perdagangan bebas (free trade) oleh negara maju, persaingan industri makin ketat. Di satu sisi dapat memicu semangat meningkatkan mutu produk agar bisa bersaing di tengah pasar internasional, tetapi di sisi lain menjadi alat penjajahan bagi negara maju terhadap negara berkembang.

Faktanya, negara berkembang hanya dijadikan sebagai pasar bagi penjualan produk negara lain juga sebagai mesin produksi karena berlimpahnya tenaga kerja. Kalaupun diberi kesempatan untuk maju, jeratan utang dengan dalih investasi dijadikan senjata untuk menguatkan penjajahan ekonomi.

Dalih bahwa negara berkembang tidak memiliki modal, keterbatasan teknologi, dan keterampilan tenaga kerja yang rendah, seolah menjadi mantra yang makin melemahkan posisinya.  Maka wajar jika maju dan mundurnya industri negara berkembang tergantung pada permainan negara maju. Selama kapitalisme global masih kuat mencengkeram, industri manufaktur dalam negeri hanyalah alat untuk meraup keuntungan bagi negara maju.

Industri Manufaktur dalam Pengasuhan Daulah Islam

Pada dasarnya Islam memasukkan industri ke dalam private property atau kepemilikan individu jika bahan yang diolah bukanlah milik umum seperti bahan tambang. Oleh karena itu, Islam mengizinkan seseorang memiliki industri selama bahan mentahnya bukan termasuk kepemilikan umum. Semua hal yang berkaitan dengan industri mulai dari mendapatkan bahan mentah, pengolahan, manajemen perusahaan hingga pemasaran diserahkan kepada individu selama tidak menyalahi hukum syarak.

Jika perolehan bahan mentah dan pemasaran produk masih dilakukan di dalam negeri, daulah menyerahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar dan hanya berfungsi sebagai pengontrol saja. Namun, jika sudah terjadi ekspor dan impor, maka intervensi negara diperlukan karena berkaitan dengan politik luar negeri daulah.

Pengusaha manufaktur hanya boleh melakukan aktivitas ekspor impor kepada negara yang melakukan perjanjian damai dengan daulah atau kepada negara yang tidak memusuhi dan memerangi Islam. Penjualan produk pun tidak boleh terlepas dari unsur dakwah dan keindahan akan hukum Islam. Seperti tidak boleh menipu, menjual produk dengan hasil terbaik, bermanfaat, tidak menjual produk cacat, dsb.

Apabila pengusaha mengalami kendala produksi misalnya kekurangan modal untuk mengembangkan usaha, memiliki kelemahan dalam manajerial perusahaan, kesulitan pemasaran dll, maka daulah seyogianya membantu. Memberikan pinjaman lunak kepada pengusaha atau bahkan memberikannya secara cuma-cuma yang diambil dari harta milik negara bisa dilakukan daulah. Daulah juga bisa mendirikan sebuah lembaga pelatihan yang diperuntukkan bagi individu rakyat yang ingin meningkatkan keterampilan diri.

Daulah harus tetap menjaga kedaulatannya dengan tidak memberi kesempatan kepada pihak asing untuk mengintervensi melalui jeratan utang atas nama penanaman modal. Jika dibutuhkan tenaga ahli dan teknologi dari negara lain, daulah bisa melakukan kerja sama antarnegara dengan sistem ijaroh atau menyewa sesuai perjanjian.

Negara berperan penuh sebagai pengasuh bagi pengusaha dan dunia industri sebagai bentuk tanggung jawab kepada rakyatnya. Ia bertanggung jawab untuk menghilangkan berbagai kesulitan dan penderitaan rakyatnya. Rasulullah bersabda: “Imam (khalifah) adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya” (HR. Bukhari).

Khatimah

Industri manufaktur maupun industri lainnya akan senantiasa tergilas oleh keserakahan sistem ekonomi kapitalisme. “Sunset industry” manufaktur Indonesia akan hilang jika ada keinginan kuat negara untuk mandiri. Selain itu berupaya keras mencetak tenaga kerja yang ahli dan profesional dalam asuhan sistem Islam yang bersih.

Wallahu a’lam bish-shawaab []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com
Irma Sari rahayu Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Yahya Sinwar dan Perjuangan Tiada Akhir
Next
Pemerintahan Baru, Ekonomi Melesat?
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

7 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Netty
Netty
24 days ago

Semua dipandang biasa di sistem buatan manusia ini. Wis pokoke aturen terus awuren, katanya stiker. He he he

Tami Faid
Tami Faid
30 days ago

Perekonomian kapitalis hanya mengeruk keuntungan saja

Irma sari rahayu Rahayu Irma
Irma sari rahayu Rahayu Irma
Reply to  Tami Faid
29 days ago

Benar mbak. Kalau sudah tidak menguntungkan, ditinggal

Deena
Deena
1 month ago

Pengelolaan industri dalam kapitalisme hanya fokus mencari untung atau materi. Akibatnya orang menjadi serakah dan melakukan segala cara untuk mendapatkan keuntungan.
Beda halnya dalam Islam yg membangun industri untuk kemaslahatan umat.

Irma sari rahayu Rahayu Irma
Irma sari rahayu Rahayu Irma
Reply to  Deena
29 days ago

Sahih

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
1 month ago

Semua industri akan hancur saat pandangannya hanya kapitalis semata. So dunia perdagangan akan maju hanya dengan sistem Islam.
Keren naskahnya

Irma sari rahayu Rahayu Irma
Irma sari rahayu Rahayu Irma
Reply to  Dewi Kusuma
29 days ago

Terima kasih Bun

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram