Keadaan jumud ini sangat berbahaya bagi perkembangan umat Islam karena dapat menghambat daya saing dalam menghadapi tantangan global.
Oleh. Maman El Hakiem
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Masa jahiliah peradaban Islam telah berlalu, bahkan puncak keemasan pun telah terlampaui. Kehancurannya diawali oleh pudarnya semangat berpikir dalam mencari solusi atas segala persoalan umat dan sifat malas yang menghinggapi kaum muslim. Hal yang wajar saat peradaban asing menyerang, tubuh kaum muslim tidak lagi kebal terhadap virus sekularisme.
Kaum muslim yang telah keropos akhirnya menemui titik terlemahnya dengan hilangnya kekuasaan Islam dengan menyisakan ajaran Islam yang sebatas ritual-spiritualitas. Kaum muslim menjadi jumud, yaitu keadaan stagnasi, kebekuan, atau kemandekan dalam berpikir. Dalam hal ini, jumud menggambarkan kondisi di mana seseorang atau masyarakat mengalami keterbatasan dalam beradaptasi dengan perubahan zaman, inovasi, dan perkembangan ilmu pengetahuan.
Mereka yang jumud cenderung memegang teguh suatu pemahaman tertentu tanpa terbuka terhadap pembaruan atau penafsiran ulang yang lebih relevan dengan kebutuhan zaman. Dalam kondisi jumud, umat Islam sering kali merasa cukup dengan pencapaian masa lalu dan enggan untuk mengeksplorasi potensi-potensi baru yang dapat membawa kemajuan.
Keadaan jumud ini sangat berbahaya bagi perkembangan umat Islam karena dapat menghambat daya saing dalam menghadapi tantangan global. Kaum muslim banyak yang terjebak pada pola pikir bahwa ajaran agama tidak perlu diaplikasikan sesuai konteks zaman, sehingga sering kali muncul ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah-masalah kontemporer. Padahal, Islam sebagai agama yang bersifat universal memiliki ajaran yang fleksibel dan mampu memberikan solusi bagi setiap zaman jika ditafsirkan dengan benar, baik secara tekstual maupun kontekstual.
Kebangkitan Pola Pikir Umat
Kebangkitan kembali umat Islam, baik dalam aspek sosial, politik, maupun ekonomi, harus dimulai dari kebangkitan pemikiran syariat Islam yang benar. Syariat Islam adalah sistem hukum dan etika yang mengatur kehidupan umat, mulai dari aspek ibadah, muamalah, hingga sistem pemerintahan.
Namun, penerapan syariat ini sering kali disalahpahami atau dikerdilkan menjadi sekadar formalitas hukum, tanpa memahami esensi dan tujuan sebenarnya.
Syariat Islam adalah panduan hidup yang harus selalu relevan dengan situasi zaman. Umat Islam harus berani melakukan reinterpretasi (ijtihad) terhadap hukum-hukum Islam yang bersifat dinamis. Hal ini tidak berarti merombak syariat berdasarkan hawa nafsu, tetapi menyesuaikan penafsiran terhadap situasi dan kondisi zaman sekarang dengan literasi yang akurat. Pemikiran syariat yang benar adalah pemikiran yang dapat menjawab tantangan zaman tanpa kehilangan nilai-nilai dasar Islam.
Dalam sejarah Islam, umat Islam berjaya ketika mereka menguasai berbagai cabang ilmu pengetahuan, baik umum berupa sains dan tentunya tsaqafah Islam. Pemikiran syariat Islam yang benar tidak hanya terbatas pada ilmu fikih atau tafsir, tetapi juga harus didukung oleh penguasaan ilmu-ilmu lain seperti ekonomi, sains, teknologi, dan sosial. Dengan memahami dua aspek ini secara seimbang, umat Islam dapat menghasilkan pemikiran yang komprehensif dan relevan dengan kebutuhan zaman.
Salah satu tantangan utama kebangkitan umat Islam adalah meninggalkan kejumudan dalam berpikir dan sikap taklid buta terhadap pemahaman ulama terdahulu tanpa mempertimbangkan konteks saat ini. Taklid buta adalah mengikuti pendapat ulama tanpa memahami alasan atau konteks di balik pendapat tersebut. Kebangkitan pemikiran Islam harus didasarkan pada kajian yang mendalam dan terbuka terhadap diskusi serta kritik yang sehat.
Tujuan Syariat Islam
Prinsip tujuan atau maqashid syariat merupakan tujuan dari syariat itu sendiri, yang mencakup lima hal utama, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta. Dalam kebangkitan pemikiran Islam, umat harus berfokus pada tujuan-tujuan ini sehingga setiap aturan atau hukum yang diterapkan dapat memberikan manfaat yang lebih besar dan relevan bagi masyarakat. Pemikiran yang benar harus menempatkan akidah dan syariat sebagai tolok ukur dalam setiap kebijakan atau penafsiran hukum.
Adanya perbedaan pendapat dalam Islam adalah hal yang wajar dan seharusnya dipandang sebagai kekayaan intelektual umat. Untuk membangkitkan kembali kekuatan umat Islam, perlu adanya upaya untuk mendorong dialog dan kolaborasi antarmazhab, bukan memperuncing perbedaan. Kolaborasi ini akan menghasilkan pemikiran yang lebih inklusif dan solutif dalam menghadapi tantangan-tantangan yang ada.
Dengan demikian, kebangkitan umat Islam tidak bisa hanya terjadi dalam ranah fisik atau materiel, tetapi harus dimulai dengan kebangkitan pemikiran yang sehat dan benar tentang syariat Islam. Umat Islam harus menghindari sikap jumud dan terbuka terhadap pembaruan yang didasarkan pada ijtihad yang komprehensif. Dengan pemahaman syariat yang kontekstual dan relevan, umat Islam dapat bangkit sebagai kekuatan moral dan intelektual yang mampu berkontribusi pada peradaban global.
Tantangan Sekularisme
Dalam era modern ini, kehidupan sekuler semakin mendominasi berbagai aspek kehidupan masyarakat. Sekularisme, yang memisahkan antara kehidupan beragama dan urusan duniawi, melahirkan pemisahan tajam antara agama dan politik, pendidikan, ekonomi, serta sistem sosial.
Dalam konteks ini, dakwah Islam yang berfokus pada penyebaran pemikiran dan penerapan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh) menjadi semakin penting. Syariat Islam sebagai sistem kehidupan yang komprehensif dan holistik menawarkan panduan dalam setiap aspek kehidupan manusia, baik spiritual maupun materiel, yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Kehidupan sekuler pada dasarnya memisahkan antara agama dan aktivitas sehari-hari, seperti politik, ekonomi, dan sosial. Dalam pandangan sekuler, agama dianggap sebagai urusan pribadi yang tidak perlu memengaruhi tatanan publik atau kebijakan negara. Akibatnya, nilai-nilai Islam sering kali hanya dihidupkan dalam ibadah personal, seperti salat, puasa, dan haji. Namun, tidak diterapkan dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi.
Agama dalam kehidupan sekuler sering kali dibatasi hanya pada ruang-ruang privat, sementara dalam urusan politik, hukum, dan sosial, nilai-nilai agama dianggap tidak relevan. Pemisahan ini menciptakan jurang antara ajaran Islam dengan realitas kehidupan yang dihadapi umat sehari-hari.
Oleh karena itu, dalam menghadapi tantangan sekularisme, dakwah pemikiran yang berlandaskan pada syariat Islam secara kaffah sangat mendesak. Dakwah ini harus difokuskan pada penyebaran ide-ide dan konsep-konsep Islam yang mampu menjawab persoalan-persoalan kontemporer, baik dalam bidang politik, ekonomi, hukum, maupun sosial.
Paradigma yang harus dibangun adalah Islam bukan sekadar agama ritual, tetapi juga merupakan panduan hidup yang lengkap. Sebagaimana yang diperintahkan Allah Swt. di dalam Al-Qur'an, yaitu orang-orang yang beriman masuklah ke dalam Islam secara kaffah (keseluruhan). (QS. Al-Baqarah: 208).
Dengan kata lain agar umat Islam harus menjalankan ajaran agama ini secara menyeluruh, tidak hanya dalam aspek ibadah personal, tetapi juga dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi. Dakwah pemikiran harus mampu membangkitkan kesadaran umat bahwa Islam menyediakan solusi komprehensif bagi seluruh aspek kehidupan.
Baca: Membangkitkan Umat yang Jumud
Hal ini sangat penting, mengingat pemikiran sekuler telah merasuk ke dalam banyak aspek kehidupan umat Islam. Melalui dakwah pemikiran, umat diajak untuk kembali kepada prinsip-prinsip Islam yang benar, menjauhi pemikiran yang bertentangan dengan syariat, dan membangun kesadaran bahwa syariat Islam adalah jalan yang paling baik untuk mewujudkan kehidupan yang harmonis dan sejahtera.
Dakwah pemikiran juga berperan dalam membangun masyarakat yang berbasis ilmu pengetahuan dan akhlak. Dengan pemahaman yang mendalam tentang Islam dan penerapan syariat yang kaffah, umat Islam dapat menjadi kekuatan moral dan intelektual yang mampu membawa perubahan positif dalam dunia yang penuh tantangan.
Dalam menghadapi masalah-masalah kontemporer, ijtihad atau usaha dalam menggali hukum Islam harus dihidupkan kembali. Hal ini diperlukan untuk memastikan bahwa umat Islam tidak boleh berada pada titik terlemah, yaitu pada kejumudan dalam berpikir. Dan kaum muslim harus memiliki kesadaran kembali bahwa hukum-hukum Islam yang diterapkan selalu relevan dan kontekstual dengan perkembangan zaman.
Selain itu, kaum muslim harus didorong untuk terlibat aktif dalam kehidupan politik dan sosial. Mereka harus menyadari bahwa penerapan syariat Islam secara kaffah tidak bisa terwujud jika umat Islam sendiri tidak berperan aktif dalam membentuk kebijakan dan struktur sosial yang sesuai dengan ajaran Islam.
Wallahu'alam bish Shawwab. []
Karena pemikiran yang pragmatisme itu praktis jadi lebih disukai oleh masyarakat, padahal pemikiran seperti itu menyesatkan
Merasakan banget, susah sekali umat diajak berpikir ideologis. Lebih suka pragmatis. Tantangan yang harus ditaklukan.
Banyak yang merasa cukup hadir di kajian yang menenangkan hati. Jika harus berpikir, katanya pusing. Mestinya umat sadar bahwa Allah memberikan kemampuan berpikir hanya kepada manusia untuk mendorong agar berpikir adalah langkah awal kebangkitan umat.