Potensi learning loss bisa terjadi karena berkurangnya interaksi guru dan siswa saat proses pembelajaran jarak jauh. Namun, di sisi yang lain persoalan kesehatan juga merupakan kebutuhan yang sangat urgen bagi masyarakat.
Oleh. Ana Mujianah
NarasiPost.Com-Pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi Covid-19 tak pernah sepi dari beragam persoalan. Salah satu dampak PJJ berkepanjangan yang dikhawatirkan banyak pihak adalah learning loss yaitu berkurangnya pengetahuan dan keterampilan secara akademis pada anak didik. Disamping dampak lainnya, yaitu putus sekolah dan KDRT terhadap anak.
Dilansir dari laman Kemendikbud, 31/2/2021, potensi learning loss bisa terjadi karena berkurangnya interaksi guru dan siswa saat proses pembelajaran jarak jauh. Namun, di sisi yang lain persoalan kesehatan juga merupakan kebutuhan yang sangat urgen bagi masyarakat.
Upaya yang dilakukan pemerintah dalam rangka mengatasi learning loss serta mendata sekolah-sekolah mana yang membutuhkan bantuan adalah dengan menyelenggrakan Asesmen Nasional (AN) pada September 2021 mendatang sebagai pengganti Ujian Nasional (UN).
Asesmen Nasional (AN) merupakan program penilaian terhadap mutu setiap sekolah, madrasah, dan program kesetaraan pada jenjang dasar dan menengah. Mendikbud, Nadiem Makarim, menyebutkan, Asesmen Nasional tidak lagi mengevaluasi capaian peserta didik secara individu, akan tetapi mengevaluasi dan memetakan sistem pendidikan berupa input, proses, dan hasil.
Mutu satuan pendidikan nantinya dinilai berdasarkan hasil belajar murid yang mendasar yakni kemampuan literasi, numerasi, dan karakter serta kualitas proses belajar mengajar. (Kompas.com, 24/12/2020)
Tak hanya Kemendikbud, Kemenag pun merespon dampak PJJ akibat Covid-19 ini dengan membuat kurikulum darurat yang berlaku dari jenjang Raudhatul Athfal (RA) hingga Madrasah Aliyah (MA). Adapun titik tekan dari kurikulum darurat Kemenag ini ada pada pengembangan karakter, akhlak mulia, ubudiyah, dan kemandirian siswa (Republika.co.id, 7/2/2021).
Kurikulum darurat seakan menjadi harapan pasti untuk mengatasi dampak PJJ ini. Pertanyaannya, benarkah kurikulum darurat ini mampu menjadi solusi, jika pijakan dasar yang digunakan dalam menyusun kurikulum masih tetap sama yaitu sekulerisme?
Sebagaimana kita tahu, sekulerisme merupakan paham yang memisahkan peran agama dari kehidupan dan pemerintahan. Alhasil, agama hanya dilihat sebatas perkara ibadah dan ruhiyah. Sementara untuk perkara yang lain peran agama dinihilkan.
Hal ini bisa kita lihat pada tujuan pendidikan yang ingin diraih. Kemendikbud menekankan capaian pendidikan pada aspek kualitas SDM agar mampu berkompetisi dalam dunia industri dan kewirausahaan. Sementara, Kemenag menitikberatkan pada aspek ibadah dan ubudiyah. Padahal, dalam proses pendidikan, untuk menghasilkan output generasi yang tangguh butuh agama sebagai pijakan. Pembelajaran agama tidak bisa hanya ditekankan pada aspek ruhiyah semata, tapi agama juga harus dijadikan landasan berpikir untuk menyelesaikan seluruh problem kehidupan.
Jika kita cermati, agama yang sekaligus merupakan sistem kehidupan adalah Islam. Islam tidak sekadar mengatur masalah ibadah dan ubudiyah semata, tapi Islam memiliki seperangkat aturan untuk seluruh aspek kehidupan.
Islam mengatur masalah pendidikan, ekonomi, sosial, pergaulan, pemerintahan, bahkan sangsi terhadap sebuah pelanggaran. Maka, dalam Islam tidak ada pemisahan antara agama dan kehidupan. Karena sejatinya Islam datang untuk memudahkan manusia mengatur kehidupannya.
Demikian pula dalam sistem pendidikan Islam. Untuk membentuk karakter generasi yang tangguh, agama tidak boleh dipisahkan dalam proses pembelajarannya. Karena terbentuknya generasi yang kuat terlebih di saat pandemi, sejatinya berawal dari ketaatannya kepada Allah Swt. Sehingga anak-anak akan mampu melihat kehidupan dengan cara pandang yang benar karena mereka memiliki landasan kuat untuk apa sejatinya hidup ini.
Dengan sistem pendidikan Islam, kekhawatiran terjadinya learning loss dalam kondisi pandemi akan bisa diminimalisasi. Karena dari awal proses pembelajaran, titik tekannya bukan sekadar menciptakan SDM untuk memenuhi kebutuhan dunia industri semata, tapi menyiapkan generasi tangguh yang memiliki kepribadian kuat. Generasi seperti ini tidak akan mudah patah semangat dalam kondisi apapun termasuk dalam kondisi pandemi.
Dan semua itu tentu saja hanya akan bisa dicapai, jika Islam diterapkan untuk mengatur kehidupan.
Wallahu'alam bish shawab.[]