Kerja adalah salah satu sarana dalam menjemput rezeki yang telah Allah janjikan, maka jika dirasa cukup, beristirahatlah dan tunaikan kewajiban sebagai hamba Allah
Oleh. Dia Dwi Arista
(Tim Redaksi NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Hai, kalian mau tahu berita terbaru yang bikin senang semua kalangan pekerja? Sini! Baca tulisan ini!
Tahukah kalian? Di tengah amburadulnya jam kerja di negeri sendiri, nyatanya ada kabar menggembirakan dari negeri Matahari Terbit bagi kaum mageran tapi ingin hidup nyaman. Ya, pemerintah Jepang kabarnya sedang merayu perusahaan dan pegawainya untuk menerapkan empat hari kerja dalam seminggu. Usut punya usut, ternyata wacana ini bukan wacana baru, lo. Namun, wacana ini sudah direncanakan pada tahun 2021. Kok enak banget, ya? Ada apa sih?
Balada Kerja Sampai Mati
Jangan lupa, Jepang terkenal dengan warganya yang disiplin tinggi dan gila kerja. Dari segi ekonomi, tentu kebiasaan ini bisa melejitkan perekonomian. Terbukti pasca Perang Dunia II dan pemboman Nagasaki dan Hiroshima oleh Amerika, negeri ini tetap bisa maju meski pernah porak-poranda. Akan tetapi, di sisi lain nyatanya kebiasaan ini menimbulkan petaka. Ada yang tahu?
Jam kerja di Jepang memang lebih panjang dibanding negara-negara Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD) yang rata-rata memiliki 38 jam kerja per minggunya. Sedangkan Jepang memiliki 40 jam kerja setiap minggunya. Hal ini karena masyarakat Jepang memiliki budaya kerja yang cukup unik.
Mereka menganggap bekerja sebagai kebanggaan dan menganggap kerja dengan jam pendek sebagai bentuk ketidakbertanggungjawaban. Saking gila kerjanya, mereka rela lembur kerja tanpa dibayar! Begitu loyalnya masyarakat Jepang pada perusahaan mereka.
Persoalan ini, nyatanya menimbulkan berbagai masalah. Pernah dengar ‘kan angka bunuh diri (karoshi) di Jepang itu sangat tinggi? Tentu karoshi menjadi isu serius yang ingin diatasi oleh pemerintah Jepang. Dan maraknya karoshi adalah tanda bahwa begitu tingginya tekanan kerja dan ekspektasi terhadap pekerja.
Selain itu, pernah ‘kan kalian melihat video pekerja Jepang yang tiba-tiba teriak di tengah jalan atau tertidur di pinggir-pinggir jalan? Yup! Sebegitu lelahnya mereka memacu diri untuk bekerja. Sampai-sampai kehidupan kerja dan pribadi mereka kacau, lo! Mereka tidak bisa mengimbangkan antara kerja dan kehidupan pribadi. Waktu mereka hanya digunakan fokus untuk memenuhi ekspektasi kerja.
Dan tahukah kalian? Cuti yang menjadi hak mereka, nyatanya jarang sekali diambil gegara saking dedikasinya para pekerja ini pada pekerjaannya. Andai itu di Indonesia, akankah jatah cuti itu dibiarkan menganggur? Jawab sendiri, ya!
Hal inilah yang menjadi kekhawatiran pemerintah Jepang hingga tercetus ide bekerja hanya empat hari dalam seminggu, dan mendorong mereka lebih banyak mengambil cuti untuk menikmati hidup. Duh, senangnya kalau aturan itu dipakai di sini, ya ‘kan?
Menurunnya Jumlah Pekerja di Jepang
Pernahkah kalian melihat iklan bekerja di Jepang? Tahukah kalian mengapa beberapa tahun terakhir Jepang membuka diri dengan menerima pekerja asing ke negaranya?
Mungkin 15 tahun lalu, Jepang bukanlah negara yang mudah menerima imigran untuk bekerja di negaranya. Namun, saat ini bisa ditemukan ribuan hingga jutaan pekerja asing di Jepang.
Faktor utamanya adalah perubahan demografi. Meningkatnya rasio lansia dan menurunnya angka kelahiran memberikan dampak signifikan bagi populasi jepang sehingga negara ini krisis generasi usia produktif.
Bahkan menurut berbagai survei, negeri Sakura ini mencetak rekor selama 19 tahun berturut-turut sebagai negara dengan pekerja berusia lanjut terbanyak di negara-negara maju. Jika dikelompokkan berdasarkan usia, 50,8 persen dari lansia yang berusia antara 65-69 tahun dan 33,5 persen dari usia 70-74 tahun masih berkutat dengan pekerjaan. (Idntimes.com)
Selain itu, nyatanya dampak Covid-19 juga disebut sebagai salah satu sebab menurunnya kelompok usia kerja di Jepang. Memang tak bisa dimungkiri, bahwa pandemi tahun 2019 banyak merenggut nyawa dan hal ini memperparah kondisi jumlah penduduk di Jepang.
Satu hal lagi yang menjadi kegentingan nasional bagi negara ini, meski di negara lain juga mengalami hal serupa. Pun di negara kita tercinta juga sedang mengalaminya, yakni penurunan angka kelahiran. Dilansir dari cnnindonesia.com, Jepang mengalami rekor penurunan kelahiran terparah dalam 90 tahun terakhir.
Jumlah kelahiran turun hingga 5,1 persen dari tahun sebelumnya hingga berada pada angka 785.631. Penurunan jumlah kelahiran ini mengikuti anjloknya jumlah pernikahan di Jepang, serta jumlah pasangan yang memilih child free yang meningkat. Pusing ‘kan pemerintahnya jika angka kelahiran rendah? Jumlah usia produktif terancam, pekerja minim, dan tentu akan berimbas pada ekonomi negara. Ancaman kepunahan bangsa pun di depan mata.
Untuk itu, pemerintah Jepang mengambil langkah yang tak pernah mereka ambil sebelumnya demi meningkatnya usia produktif/pekerja dan kelangsungan generasi di negeri tersebut. Salah satunya dengan mendorong kenaikan upah dan memperluas tempat penitipan anak.
Menurutmu, apakah langkah pemerintah Jepang sudah tepat? Lanjut yuk bacanya.
Lagi-Lagi Kapitalisme Biang Keroknya!
Pernah dengar ‘kan para orang tua yang bilang, ”Anak-anak zaman sekarang gak seperti dulu”. Kita ‘kan jadi penasaran ya, memang zaman dulu seperti apa? Zaman purba?
Nyatanya, zaman memang telah berubah. Peradaban dan teknologi pun berubah. Zaman orang tua dan nenek kakek kita, teknologi masih belum secanggih sekarang. Pun, budaya asing tidaklah mendobrak sekencang hari ini. Maka, nilai-nilai agama, budaya, dan adat ketimuran yang mementingkan kesopanan dan kehormatan masih dijunjung tinggi. Akibatnya, kerusakan yang terjadi hari ini, tentu sangat jarang sekali dijumpai pada waktu itu.
Perubahan besar ini tak lain didalangi oleh paham kapitalisme. Bukan, aku tidak bermaksud mengatakan bahwa jika tidak ada kapitalisme teknologi kita tidak akan berkembang. Perkembangan teknologi adalah keniscayaan. Akan tetapi, paham yang memengaruhinyalah yang punya andil besar dalam mengubah peradaban.
Kapitalisme adalah sebuah ideologi yang tercetus dari bangsa-bangsa di Barat. Ideologi ini berasaskan pada pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme). Ideologi ini juga melahirkan paham kebebasan (liberalisme). Ketika ideologi ini berkuasa, maka paham-paham yang dibawanya juga akan ikut menyebar ke seluruh dunia dengan menunggangi berbagai macam sarana.
Terkadang mereka masuk melalui pendidikan, budaya, politik, ekonomi, dan film. Pun, juga bisa masuk melalui lagu, karya tulis, hingga game yang kamu mainkan. Sangat halus sekali infiltrasi budaya dan peradaban Barat ini memengaruhimu hingga ketika kita sadar, kerusakannya sudah hampir-hampir tak bisa diperbaiki.
Contoh paling mudah yang bisa kita rasakan dan lihat sehari-hari misalnya, pajak yang terus naik, subsidi di berbagai bidang yang pelan-pelan tapi pasti tercabut, serta investasi di mana-mana. Pun, pacaran yang makin di luar nalar, hingga kebijakan pemerintah yang sering keluar dari norma agama juga adalah akibat dari penerapan sistem kapitalisme. Sebagaimana yang ramai sebelum ini, itu lo, pembagian alat kontrasepsi pada pelajar. Tahu ‘kan maksudku?
Semua itu adalah akibat dari diterapkannya kapitalisme dalam kehidupan kita. Sedangkan posisi agama dipinggirkan sedemikian rupa hingga hanya hadir di masjid dan ranah pribadi saja. Tentu saja hukum buatan manusia ini akan menimbulkan kerusakan pada peradaban dan generasi.
Lantas, sebenarnya bisakah kita memperbaiki kerusakan yang sudah terlanjur terjadi?
Intip Sistem Islam, Campakkan Kapitalisme, yuk!
Bisa! Kita bisa, Kawan. Kalau mau memperbaiki kerusakan kehidupan, yuk kita intip sistem Islam!
Ah, apakah kamu bingung? Setahumu Islam itu hanya mengajarkan ibadah mahda saja yang berputar pada salat, zakat, puasa, dan haji di bulan Zulhijjah? Wah, mainmu kurang jauh ternyata.
Nyatanya, Islam ada sebagai solusi permasalahan dunia. Kok baru tahu? Sini, gelar tikar dan ngaji bareng!
Allah berfirman dalam surah Al-A’raf ayat 96:
وَلَوْ اَنَّ اَهْلَ الْقُرٰٓى اٰمَنُوْا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكٰتٍ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ وَلٰكِنْ كَذَّبُوْا فَاَخَذْنٰهُمْ بِمَا كَانُوْا يَكْسِبُوْنَ
Artinya: ”Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti kami melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang mereka kerjakan.”
Dalam ayat ini, Allah menyampaikan bahwa andai saja umat manusia beriman dan mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya, pastilah Allah akan memberikan keberkahan yang munculnya dari segala arah. Dengan janji ini, Allah akan menunjukkan bahwa beramal sesuai syariat akan mendatangkan sesuatu yang baik dan menyejahterakan manusia.
Andai kita hanya memakai Islam sebagai aturan baik pribadi maupun negara, tentu kita tidak akan mendapati “siksa” dunia seperti yang terjadi saat ini. Dan yang paling membuat ngeri, dengan lalainya umat manusia pada hukum Allah ini, kita terkategori berbuat maksiat, lo. Karena taat itu sifatnya pasti, jika tak melakukannya pasti juga dosanya.
Allah juga menyindir keras kita dalam surah Al-Maidah ayat 50:
أَفَحُكْمَ ٱلْجَٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ
Artinya: ”Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki? Dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”
Kena mental banget sindirannya. Namun, sayangnya sindiran keras ini nyatanya belum sampai menggugah perasaan dan hati kita untuk segera berubah menyongsong hukum-hukum Allah. Padahal, setiap hukum yang Allah ciptakan untuk manusia adalah solusi jitu permasalahan yang sedang kita hadapi.
Hidup sempit karena ekonomi sulit? Pakai saja ekonomi Islam. Pergaulan bebas tanpa batas? Terapkan sistem pergaulan dalam Islam. Diuji dengan berbagai cobaan? Dekati Allah dan ikhlas pada qadla dan qadar-Nya. Intinya, Allah sudah menjamin jika Islam itu datang sebagai solusi permasalahan baik di dunia maupun nanti di akhirat.
Baca: jepang-krisis-populasi-buntut-penerapan-sistem-sekuler-kapitalis
Oleh karena itu, wajib banget buat kita untuk melanjutkan kehidupan Islam dengan menerapkan hukum-hukum Allah di dalam institusi negara. Dan jalan satu-satunya saat ini yang bisa kita lakukan sebagai rakyat jelata adalah dengan mengopinikan Islam kaffah di tengah-tengah manusia. Berdampak tidaknya usahamu, tetapi yang pasti adalah kamu telah memosisikan hidupmu pada jalan perjuangan. Jalan yang ditempuh banyak orang-orang beriman sebelum kita.
Khatimah
Jepang adalah bukti nyata yang bisa kita lihat sebagai akibat dari diterapkannya sistem kapitalisme. Rayuan akan sedikit kerja dan menikmati hidup adalah sisi buruk lain dari sadisnya sistem ini yang mengutamakan materi hingga gila kerja menjadi pilihan yang dibanggakan.
Berbeda dengan Islam, kerja adalah kewajiban bagi laki-laki dan mubah bagi perempuan. Kerja adalah salah satu sarana dalam menjemput rezeki yang telah Allah janjikan, maka jika dirasa cukup, beristirahatlah dan tunaikan kewajiban sebagai hamba Allah. Karena hidup di dunia tidaklah seabadi itu, ada saat di mana kita akan dimintai pertanggungjawaban atas semua amal yang kita kerjakan. Allahu a’lam bish-shawwab. []
Kerja sesuai porsinya saja. Wayahe kerjo, yo kerjo sing tenanan
Kerjanya tidak ngoyo, tp juga tidak asal-asalan. Kerja juga termasuk ibadah, maka harus benar, serius, dan sungguh2 diniatkan untuk dapat rida-Nya.
Barakallah Mbak Dia *_*
Ya mbak, ngoyo terus semaput, masuk ICU, dan meninggal ya buat apa. Wkwkwk
MasyaAllah, naskah sang editor kerennnn.
Sepakat hanya sistem Islam yang bisa mengatasi segala permasalahan jam kerja dan keruwetannya.
Betul2