Pemanfaatan dana wakaf untuk mengatasi devisit anggaran negara ini membuktikan bahwa sistem kapitalisme yang bercokol di negeri ini sudah kolaps. Dan menunjukan juga ketidakmampuan menghadapi perekonomian negeri akibat pandem
Oleh. Meitya Rahma, S. Pd
NarasiPost.Com-Suatu rumah tangga jika terlibat utang piutang yang cukup banyak pasti akan pontang-panting. Apalagi pinjamannya berbunga. Utang banyak, bungapun juga banyak. Akhirnya cuma bisa bayar bunganya, utang pokoknya tidak bisa dibayar. Maka makin menumpuk lah utangnya. Gali lubang, tutup lubang, sampai lubang yang digali begitu dalam sekali. Ujung-ujungnya adalah konflik rumah tangga. Ini potret yang terjadi dalam skala kecil rumah tangga masyarakat.
Bagaimana dengan rumah tangga "negara" yang merupakan skala besar? Utang yang semakin banyak akan berimbas pada kesejahteraan rakyat. Seperti negeri kita ini, sudah terjebak dalam utang ribawi, ingin lepas dari jeratan utang sudah tidak mampu lagi. Ibarat kata, gali lubang terus, namun tidak bisa menutup lubangnya. Kini para ekonom dan pemegang kewenangan ekonomi pun bingung, mencari solusi untuk membayar utang yang menggunung. Dari mulai penarikan pajak kecil-kecilan sampai pengurangan subsidi bagi rakyat. Ini pun belum cukup ternyata untuk membayar utang negara. Tak habis ide, kini pemerintah mengeluarkan program wakaf tunai.
Ramai berita tentang wakaf tunai "cash wakaf link" yang menjadi program baru pemerintah dengan menerbitkan cash waqaf linked sukuk (CWLS) seri SWR001 kepada wakaf individu dan institusi untuk pengembangan investasi sosial maupun wakaf produktif di Indonesia. Sri Mulyani mengatakan potensi wakaf secara nasional senilai Rp217 triliun atau setara 3,4 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Potensi tersebut berasal dari 74 juta penduduk kelas menengah saja. Ia mengajak seluruh masyarakat untuk memulai melakukan gerakan wakaf, salah satunya melalui instrumen surat berharga negara syariah (SBSN) atau sukuk (Republika.co.id,24/1/21).
Sri Mulyani menjelaskan instrumen sukuk memiliki jangka waktu dua tahun sampai enam tahun. Artinya aset yang diwakafkan tidak diserahkan selamanya kepada pemerintah (republika.co.id,24/1/21). Wakil Presiden Maruf Amin juga mengatakan pemerintah berencana membuat gerakan nasional untuk pengumpulan wakaf tunai melalui Gerakan Nasional Wakaf Tunai (GNWT) untuk memperluas partisipasi seluruh masyarakat. Menurutnya dana wakaf tersebut dikembangkan supaya menjadi dana besar yang bisa diinvestasikan dan dikembangkan jangka panjang, ini bisa memperkuat sistem keuangan nasional kita. Menurutnya dana yang terkumpul melalui wakaf tunai tersebut merupakan dana yang bersifat abadi, atau dana abadi umat. (kompas.com,30/01/21 )
Pemanfaatan wakaf uang dikatakan bahwa tak hanya terbatas untuk tujuan ibadah, tetapi juga sosial dan ekonomi. Dengan harapan bisa memberikan dampak pada pengurangan angka kemiskinan dan ketimpangan sosial di masyarakat.(kompas.com,30/01/21 )
Melihat potensi wakaf secara nasional memang sangat menggiurkan, untuk itu pemerintah gerak cepat mencanangkan Gerakan Nasional Wakaf Tunai Tunai (GNWT) yang digadang-gadang untuk memperkuat sistem keuangan nasional kita. Potensi luar biasa sesungguhnya tidak lain adalah dari kaum Muslim di negeri ini. Mengingat penduduk negeri ini mayoritas muslim dan wakaf adalah salah satu tuntunan amalan bagi kaum muslim yang bernilai pahala. Luar biasa memang potensi perekonomian kaum muslim di negeri ini.
Maka inilah yang dipilih oleh pemerintah sebagai upaya penyelamatan perekonomian di negeri ini. Sekaligus ini juga mengindikasikan bahwa sebenarnya sistem perekonomian Islam dilirik oleh para ekonom dan stake holder negeri ini. Hanya saja masih mencampuradukkan dengan metode kapitalis. Misalnya menggagas ekonomi syariah, namun bank syariah tetapi masih tetap memakai sistem ribawi dengan mengatasnamakan bagi hasil.
Adapun wakaf tunai yang akan menjadi dana abadi umat diklaim akan berguna untuk memperkuat sistem keuangan nasional. Namun sayangnya masih dicampuradukkan dengan sistem ekonomi kapitalis. Padahal sampai kapanpun sistem perekonomian Islam dengan sistem ekonomi kapitalis tak akan bisa beriringan atau jadikan satu dalam sebuah wadah kemudian diberi nama baru. Dari dasarnya saja sudah tidak sama, maka untuk beriringan pun tak akan pernah memberi penyelesaian.
Wakaf tunai yang diprogramkan oleh pemerintah mungkinkah bisa menyelamatkan perekonomian negeri yang sudah karut-marut ini? Solusi parsial selalu menjadi andalan negeri ini dan terbukti tidak bisa menyelesaikan permasalahan perekonomian. Ibarat perahu yang bolong tak layak pakai, hanya ditambal dan diperbaiki saja, tidak mengganti dengan yang baru. Maka ketika berlayar akan membahayakan penumpangnya. Begitulah gambaran penyelesaian problematika di negeri ini, tak terkecuali ekonominya. Pemanfaatan dana wakaf untuk mengatasi devisit anggaran negara ini membuktikan bahwa sistem kapitalisme yang bercokol di negeri ini sudah kolaps. Dan menunjukan juga ketidakmampuan menghadapi perekonomian negeri akibat pandemi.
Jika memang sistem ekonomi Islam merupakan solusi alternatif maka tidak hanya mengambil bagian-bagian kecil dari Islam, seperti wakaf ini. Namun seharusnya sistem ini diambil semua. Karena sistem Islam adalah sistem yang menyeluruh, tidak bisa mengambil bagian -bagian yang dibutuhkan saja jika ingin selesai masalah ekonominya. Jika mengiginkan solusi tuntas dalam mengatasi perekonomian negeri ini, maka penerapan Islam di segala sektor mutlak diperlukan. Islam hadir sebagai problem solving di semua lini kehidupan. Namun watak penguasa hari ini terbiasa mengambil yang bagi mereka menguntungkan dan mengokohkan eksistensi kapitalis saja. Sebaliknya jika mengancam eksistensi mereka, syariat Islam pun dipermasalahkan. Semoga syariat Islam segera tegak agar mampu menjadi solusi bagi negeri ini dari krisis multidimensi.[]