Kesampingkan Eksistensi, Maksimalkan Aktualisasi

Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak sholeh yang berdoa baginya.” (HR. Muslim)

Oleh : Banisa Erma Oktavia

NarasiPost.Com-Hai Millenials!
Siapa di antara kalian yang aktif di media sosial? Mau main, update. Mau belajar, update, sedang sedih, senang, khawatir, pokoknya sedikit-sedikit, update. Ya, namanya juga anak muda, iya, kan?

Fitur-fitur di media sosial yang unik, lucu, dan menarik, bikin kita makin percaya diri untuk eksis di dunia maya. Rasanya, kalau tidak update sehari saja, seperti ada yang kurang.
Nah, kira-kira, kamukah di antaranya?

Di zaman sekarang, kita difasilitasi dengan teknologi untuk semakin kreatif dan inovati, mulai dari sekadar bikin caption, challenge, sampai jadi influencer! Wah, keren ya?

Berbicara tentang media sosial, tentu tidak lepas dari pembahasan mengenai pengaruh dari media sosial itu sendiri. Media sosial bisa memberikan pengaruh yang positif dan negatif.

Dewasa ini, banyak sekali influencer yang terkenal justru bukan karena kebaikan yang dilakukan, melainkan karena tindakan-tindakan yang tidak patut dicontoh. Mulai dari membully, menyombongkan diri, terlibat kasus prostitusi, hingga persoalan pribadi yang menjadi konsumsi masyarakat luas.

Namun, banyak juga yang memanfaatkan media sosial untuk membagikan informasi yang bermanfaat, seperti akun dakwah, akun berisi ilmu pengetahuan, sampai akun-akun motivasi.

Dari kedua tipe di atas, kira-kira kita memiliki akun yang mana? Yang menggunakan media sosial hanya untuk eksis, atau untuk memaksimalkan aktualisasi diri?

Aktualisasi diri bisa dibilang sebagai bentuk nyata kemampuan kita dalam mewujudkan visi hidup. Misalnya, ketika bervisi menjadi orang yang bermanfaat, maka kita akan sering menggunakan media sosial untuk hal-hal bermanfaat. Sebaliknya, ketika kita tidak mempunyai visi hidup, tentu media sosial hanya sebatas fitur eksistensi.

Dari kedua tipe inilah, muncul apa yang dinamakan "Personal Branding". Personal branding adalah image diri yang bisa dibangun dari beberapa aspek, seperti media sosial, circle atau lingkungan. Kita tentu tidak bisa menilai seseorang lewat media sosialnya. Namun, ketika konten media sosial bermanfaat bagi pembaca, maka, kita akan mendapatkan Personal Branding yang bermanfaat bagi kita.

Misalnya, ketika memutuskan untuk bervisi menjadi orang yang bermanfaat dalam bersosial media, kita akan lebih sering membagikan konten-konten positif, seperti ilmu pengetahuan. Tentu ini bermanfaat bagi yang membaca dan berpeluang menjadi amal jariyah bagi kita.

Begitu juga ketika kita menjadikan media sosial sebagai media dalam mensyiarkan Islam. Bayangkan, apabila ada satu orang saja yang diberi hidayah lewat konten kita, kemudian ia bertaubat dan melakukan amalan-amalan yang sesuai syariat, maka pahala terus mengalir untuk kita! Masyaallah!

Dari Abu Hurairah Rasulullah bersabda:

Apabila manusia itu meninggal dunia maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga: yaitu sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan doa anak sholeh yang berdoa baginya.” (HR. Muslim)

Sudahkah kita menjadikan amalan-amalan di atas sebagai investasi di akhirat?
Namun, yang perlu kita pahami bahwa kepribadian seorang muslim tidak terbatas pada “branding” nya saja. Seorang muslim harus memiliki kepribadian Islam atau disebut Syaksiyah Islamiyah.

Syaksiyah Islamiah adalah kepribadian seorang muslim yang memiliki dua unsur yaitu Aqliyah Islamiyah (akal), dan Nafsiyah Islamiyah (Jiwa). Artinya, perilaku dan akal seorang muslim harus berlandaskan pada syariat Islam.

Jadi, seseorang yang mengaku muslim, seharusnya memiliki Syaksiyah Islamiyah. Nah, kalau yang terjadi sekarang adalah justru berlomba-lomba untuk menunjukkan eksistensi diri tanpa menimbang baik-buruknya. sudah pantaskah kita disebut sebagai muslim yang berkrepribadian?

Tentu kita harus mengedepankan aktualisasi diri sebagai muslim, bukan hanya sekadar membagikan konten kebaikan, tetapi juga bentuk nyata berkontribusi untuk umat.

Bukan sekadar "terkenal", tapi juga menginspirasi, terus belajar dan memaksimalkan aktualisasi diri seperti melakukan penggalangan donasi untuk saudara kita yang membutuhkan, menjadi relawan bencana, rutin bersedekah serta ikut berkontribusi dalam kegiatan dakwah.

Jadi, sudahkah kita mengedepankan aktualisasi diri untuk kepentingan umat? Dan sudahkah kita membentuk pribadi berdasarkan pemikiran Islam? Karena generasi yang taat, butuh ibu yang hebat, dan ibu yang hebat, berawal dari diri yang bermanfaat, bagi umat, dan anak-anak kelak.[]

Photo : Pinterest

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Banisa Erma Oktavia, S.AP Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Dunia Tanpa Khilafah; Nestapa
Next
Cinta Palsu
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram