Botulisme adalah penyakit langka yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri ini mengeluarkan racun yang sangat mematikan.
Oleh. Mariyah Zawawi
(Tim Penulis Inti NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Wabah botulisme melanda Moskow, Ibu Kota Rusia. Sebanyak 120 orang mencari pertolongan medis. Sedikitnya, 30 orang di antaranya harus menjalani perawatan intensif.
Wabah itu terjadi setelah warga mengonsumsi salad yang didistribusikan oleh layanan pesan antar daring. Untuk memudahkan investigasi, layanan pesan antar yang populer itu diminta untuk menghentikan operasionalnya pada Minggu (16-06-2024). Sebuah penyelidikan telah dilakukan oleh Kantor Kejaksaan Moskow atas pelanggaran standar keamanan konsumen. (kompas.com, 17-06-2024)
Apa wabah botulisme itu? Bagaimana dampaknya terhadap manusia? Bagaimana pula penjagaan Islam atas hak konsumen?
Apa itu Botulisme?
Botulisme, seperti yang dijelaskan dalam laman alodokter.com merupakan penyakit yang langka. Penyakit ini disebabkan oleh racun yang diproduksi oleh bakteri Clostridium botulinum (C. botulinum). Racun ini termasuk salah satu jenis racun yang kuat. Racun ini akan menyerang sistem saraf sehingga menyebabkan paralisis atau kelumpuhan otot. Racun atau toksin ini tersebar di tanah serta air yang tidak dimasak. Selain itu, bakteri ini juga dapat hidup di lingkungan yang cocok, seperti dalam makanan kaleng.
Ada tiga jenis botulisme:
- Food botulisme, yaitu botulisme yang disebabkan oleh makanan yang terkontaminasi bakteri botulinum. Beberapa jenis makanan yang sering terkontaminasi oleh bakteri botulinum adalah sayuran kalengan rumahan, ikan mentah atau ikan asap, madu, sirup jagung, serta babi atau ham yang diawetkan.
- Wound botulisme, yaitu botulisme akibat masuknya bakteri melalui luka yang terbuka. Pengguna narkoba suntik berisiko terkena botulisme jenis ini.
- Infant botulisme, terjadi karena bayi mengonsumsi makanan yang mengandung bakteri atau sporanya.
Gejala awal botulisme adalah mual, muntah, dan diare. Setelah itu akan diikuti oleh sembelit serta distensi perut. Distensi perut adalah istilah medis untuk menggambarkan kondisi perut yang penuh dengan gas sehingga tampak membesar melebihi ukuran normal.
Pada food botulisme, gejala akan muncul antara 12–36 jam setelah mengonsumsi makanan yang terkontaminasi bakteri. Pada infant botulisme, gejala akan muncul 28–36 jam setelah terpapar. Sedangkan munculnya gejala wound botulisme membutuhkan waktu lebih lama, yaitu 10 hari setelah terpapar racun.
Gejala neurologis botulisme pada orang dewasa, umumnya sama. Gejala neurologis yang muncul biasanya adalah penglihatan ganda atau kabur, mulut kering, disfagia (kesulitan menelan), tidak jelas saat berbicara, kelopak mata terkulai, lumpuh di wajah. Sedangkan pada bayi dapat berupa sembelit, kesulitan mengontrol kepala, sering mengeluarkan air liur, kesulitan menelan, dan lumpuh.
Sejarah Singkat Botulisme
Kasus botulisme pernah terjadi di Jerman pada 1735 dan 1793. Beberapa orang meninggal setelah mengonsumsi sosis darah mentah yang disebut “blunzen”. Makanan ini terbuat dari perut babi yang mengandung darah yang dicampur rempah-rempah.
Pada tahun 1895, Emile van Ermengem yang menjadi profesor bakteriologi di Universitas Ghent berhasil menemukan bakteri ini. Ia menamakannya Bacillus botulinus. Kata botulinum diambil dari bahasa Latin botulus yang berarti sosis. Ia menemukan bakteri tersebut setelah berhasil mengisolasinya dari sisa ham yang dikonsumsi oleh mereka yang keracunan serta dari jenazah korban.
Kasus botulisme meningkat setelah munculnya makanan kaleng. Hal itu karena bakteri ini merupakan bakteri anaerobik. Proses pengalengan yang kurang baik membuat bakteri yang mematikan ini dapat berkembang dengan baik. Celakanya, makanan yang tercemar bakteri ini tidak menampakkan tanda-tanda khusus, sehingga sulit dideteksi. Bakteri ini tidak menyebabkan kaleng mengembung atau mengubah rasa dan warna makanan.
Makanan kaleng mulai muncul di Prancis pada awal abad ke-19. Industri makanan kaleng ini kemudian dipindahkan ke Amerika Serikat pada tahun 1825. Makanan yang awalnya diproduksi untuk logistik perang ini kemudian banyak dikonsumsi oleh masyarakat.
Pada akhir tahun 1919 hingga awal 1920 telah terjadi kasus botulisme di beberapa wilayah di Amerika Serikat. Kasus terbesar terjadi di Michigan, Ohio, dan New York. Sebanyak 18 orang meninggal dunia karenanya. (halodoc.com, 02-03-2021)
Cara Penularan, Dampak, serta Pencegahannya
Botulisme tidak dapat ditularkan dari satu orang ke orang lain. Botulisme akan menyerang seseorang melalui makanan yang telah terpapar bakteri ini. Selain itu, bakteri ini juga dapat menyerang tubuh melalui luka yang terbuka.
Botulisme dapat menyebabkan kelumpuhan. Hal ini diawali dengan lemahnya otot di wajah. Setelah itu, otot tubuh yang lain juga menjadi lemah, sehingga menyebabkan kelumpuhan.
https://narasipost.com/food/03/2022/sehatkah-daging-mentah-atau-setengah-matang-untuk-dikonsumsi/
Jika hal ini tidak segera diatasi, otot-otot pernapasan juga melemah dan lumpuh. Dalam kondisi seperti ini, penderita akan mengalami gagal napas. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya kematian.
Untuk mencegah terpapar bakteri botulinum, ada beberapa hal yang dapat kita lakukan. Pertama, memastikan kebersihan makanan. Hal ini dimulai dari kebersihan alat masak serta bahannya. Kedua, memasak dengan suhu yang tepat agar bakteri mati. Ketiga, menyimpan makanan dengan benar serta menjaga kebersihan tempat penyimpanannya, seperti lemari es, dan sebagainya. Keempat, menghindari makanan kaleng yang telah rusak. Kelima, memperhatikan makanan untuk bayi. Salah satunya adalah dengan tidak memberi madu kepada bayi di bawah satu tahun.
Pentingnya Pengawasan Negara
Kasus botulisme ini menunjukkan pentingnya pengaturan negara dalam pengawasan makanan. Hal ini dilakukan untuk mencegah masyarakat dari terkena serangan wabah melalui makanan. Bukan hanya mengawasi kebersihan makanan, tetapi juga kehalalannya.
Dalam kasus botulisme yang pernah terjadi di Jerman, masyarakat terkena botulisme karena mengonsumsi makanan dari perut babi yang mengandung darah. Bagi seorang muslim, babi dan darah merupakan benda yang diharamkan. Oleh karena itu, dalam sistem Islam, negara akan mencegah umat Islam mengonsumsi makanan yang terbuat dari bahan-bahan ini.
Mereka yang nonmuslim memang tetap diperbolehkan untuk mengonsumsi makanan tersebut. Namun, mereka tidak boleh melakukannya di sembarang tempat. Mereka juga tidak boleh melakukan jual beli barang-barang yang haram itu di wilayah kaum muslim.
Selain itu, negara juga akan melakukan pengawasan terhadap makanan yang dijual di tengah-tengah masyarakat. Seperti yang dilakukan oleh Rasulullah saw. yang melakukan pengecekan makanan yang dijual di pasar, seperti yang dikisahkan dalam HR. Muslim. Saat itu, Rasulullah saw. melewati tumpukan makanan yang dijual di pasar. Beliau kemudian memasukkan tangannya ke dalam tumpukan makanan tersebut. Ternyata, jari-jari beliau basah karena terkena makanan yang berada di bagian bawah. Beliau pun bertanya kepada penjual makanan tersebut,
فَقَالَ مَا هٰذَا يَا صَاحِبَ الطَّعَامِ؟ قَالَ اصَابَتْهُ السَّمَاءُ يَا رَسُوْلَ اللّٰهِ أفَلَا جَعَلْتَهُ فَوْقَ الطَّعَامِ كَيْ يَرَاهُ النَّاسُ؟ مَنْ غَشَّ فَلَيْسَ مِنّا
Artinya: “Beliau pun berkata, ‘Apa ini hai pemilik makanan?’ Pemilik makanan itu pun menjawab, ‘Makanan itu terkena air hujan, ya Rasulullah.’ Beliau pun bertanya, ‘Mengapa kamu tidak meletakkannya di bagian atas agar orang melihatnya? Siapa yang menipu, bukanlah golongan kami.”
Setelah Rasulullah saw. wafat, para khalifah pun terus melakukan pengawasan. Mereka menugaskan seorang kadi yang disebut kadi hisbah, yaitu kadi yang bertugas untuk mencegah pelanggaran atas hak-hak umum. Semua itu dilakukan untuk menjaga keamanan makanan yang diperjualbelikan di tengah-tengah masyarakat.
Inilah peran penting negara dalam melakukan pengawasan terhadap makanan yang dijual di pasaran. Dengan pengawasan seperti ini, masyarakat akan terhindar dari makanan yang haram dan merusak kesehatan. Dengan demikian, kesehatan masyarakat akan terjaga. Di samping itu, mereka akan merasa tenang dan tidak waswas saat membeli dan mengonsumsi makanan. Wallaahu a’lam bishawab. []
Wah, ngeri juga ya penyakit Botulisme. Intinya memang seorang muslim harus menjaga makanannya agar terhindar dari penyakit tersebut. Kalau sekarang karena tidak ada pengawasan ketat dari negara, semua makanan yang berpotensi mengandung penyakit bebas tersebar.
Ya mbak, betul. Jangankan makanan, yang lebih penting dari makanan saja nggak diawasi.