Hilirisasi Nikel, Untung atau Buntung?

Hilirisasi Nikel

Di balik keuntungan hilirisasi nikel, nyawa buruh menjadi korban, upah buruh rendah, masyarakat kehilangan mata pencahariannya, dan hewan kehilangan habitatnya.

Oleh. Nur Hajrah M. S.
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Hilirisasi industri, khususnya hilirisasi nikel, menjadi hal yang penting bagi Indonesia. Selain untuk mendukung kekuatan industri dalam negeri, hilirisasi juga mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Buktinya, sejak hilirisasi diberlakukan Presiden Joko Widodo pada 2020, nilai ekspor hasil hilirisasi nikel mencapai Rp500 triliun. Sedangkan sebelum hilirisasi diberlakukan, nilai ekspor nikel pada periode 2017-2018 hanya mencapai Rp50 triliun. Jumlah smelter yang ada di Indonesia per 1 Februari 2023 mencapai 91 smelter. Terdapat 48 smelter yang sudah beroperasi, 25 di antaranya ada di Sulawesi Tengah, 22 smelter di Maluku, dan sisanya berada di Kalimantan dan Sulawesi Utara. (Detikfinance, 25-6-2024)

Daymas Arangga Radiandra selaku Direktur Eksekutif Energy Watch juga mengatakan bahwa hilirisasi banyak memberikan dampak positif yang baik dalam bidang ekonomi, teknologi, dan sosial. Dengan demikian, hilirisasi ini layak untuk dilanjutkan dan ditingkatkan dalam mengelola sumber daya alam  Indonesia. (cnbcindonesia.com, 21-6-2024).

Selain itu, Menteri Perdagangan (2020-2022) Muhammad Lutfi pun mengatakan, hilirisasi industri merupakan solusi atau tiket kesuksesan bagi Indonesia menuju negara maju. Juga tiket untuk keluar dari perangkap pendapatan ekonomi menengah atau middle income trap. Buktinya, bisa dilihat bagaimana Indonesia mampu mengekspor nikel yang diolah menjadi baja tahan karat atau stainless steel.

Namun, benarkah hilirisasi nikel benar-benar membawa dampak positif bagi Indonesia, khususnya bagi masyarakat?

Fakta Terlupakan Akibat Hilirisasi Nikel

Hilirisasi industri khususnya dalam bidang industri nikel memang makin gencar dilakukan pemerintah. Mereka bahkan sampai ugal-ugalan dalam bidang ini demi mewujudkan Indonesia maju dan peningkatan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hasil dari hilirisasi industri nikel memang begitu menggiurkan sehingga tak heran jika Presiden Joko Widodo sangat mendukung hilirisasi industri ini. Bahkan pasangan presiden dan wakil presiden terpilih periode 2024-2029 (Prabowo-Gibran) siap melanjutkan program ini dan menjadikan hilirisasi industri sebagai program prioritas.

Pertanyaannya, apakah hilirisasi ini hanya memberikan dampak positif? Lalu, bagaimana dengan dampak negatifnya? Bagaimana dengan alam dan segala mahkluk yang ada di sekitarnya, apakah mereka akan merasakan dampak positifnya pula? Atau justru malah sebaliknya? Bukankah setiap aktivitas itu ada risikonya? Lantas, apakah mereka telah mempertimbangkan semua dampak negatif dari hilirisasi ugal-ugalan tersebut?

Memang benar, berdasarkan data terakhir dari Data Pusat Sumber Daya Mineral Batubara dan Panas Bumi (PSDMPB) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) 2023, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, yaitu sebanyak 17,33 miliar ton dan jumlah cadangannya sebanyak 5,03 miliar ton. Namun faktanya, kekayaan yang melimpah ini tidak hanya memberikan dampak positif, tetapi juga negatif. Buktinya, sepanjang 2013-2022 luas hutan Indonesia mengalami deforestasi seluas 4,5 juta hektare yang dialihfungsikan menjadi wilayah tambang nikel. Deforestasi besar-besaran akibat tambang nikel terjadi pada 2012 ketika luas hutan yang hilang mencapai 4.000 hektare. Pengalihan fungsi hutan ini terjadi di Papua, Maluku Utara, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Selatan. Sedangkan deforestasi terbesar serta pemberian izin aktivitas pertambangan nikel terbanyak berada di Sulawesi Tengah. (Kompas.id, 13-2-2024)

Lantas, jika tujuan utama dari hilirisasi industri nikel ini untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara, daerah, dan masyarakat pada khususnya lalu mengapa Sulawesi Tengah sebagai wilayah tambang nikel terbesar di Indonesia dan berhasil menempati urutan kedua daerah dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia, justru masuk ke dalam daftar 10 daerah termiskin di Indonesia? Persentase angka kemiskinan di Sulawesi Tengah mencapai 12,33 persen.

Dua Sisi Hilirisasi

Ini membuktikan bahwa tambang nikel yang menjadi kebanggaan pemerintah bagaikan dua sisi koin. Di satu sisi berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menarik sejumlah investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Namun, di sisi yang lain angka kemiskinan masih tinggi. Ya benar, hilirisasi industri yang begitu diagungkan nyatanya tidak bisa menekan angka kemiskinan dan menyejahterakan masyarakat.

Selain itu, penambangan nikel yang begitu ugal-ugalan juga menyebabkan rusaknya ekosistem, baik itu ekosistem yang ada di hutan, di laut, dan juga sungai. Akibatnya, kebutuhan air bersih untuk masyarakat berkurang dan atau tercemar, seperti yang dialami masyarakat di Wawoni, Sulawesi Tenggara, mereka mengalami krisis air bersih akibat tambang nikel yang masuk ke daerahnya. Para petani dan nelayan pun juga dirugikan dan terancam kehilangan mata pencahariannya akibat rusaknya lingkungan.

Selain itu, akibat rusaknya ekosistem hutan juga berdampak pada kehidupan primata endemik Sulawesi Tengah, yaitu Macaca Tonkeana atau biasa disebut boti. Tak jarang primata jenis ini ditemui masuk ke permukiman warga untuk mengais sampah, bahkan sampai masuk ke rumah warga demi mendapatkan makanan. IUCN pun mencatat Macaca Tonkeana terus mengalami penurunan populasi hingga 30 persen.

Tidak hanya itu, akibat hilirisasi industri yang ugal-ugalan adalah masalah Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) pun kurang diperhatikan. Contohnya saja pada 22 Desember 2022, terjadi kecelakaan kerja yang begitu tragis hingga menelan korban jiwa di PT GNI, Morowali Utara, Sulawesi Tengah. Akibat ledakan tungku smelter, dua operator crane terjebak dalam kebakaran tersebut dan tidak bisa diselamatkan.

Lalu pada tahun berikutnya, tepatnya pada 24 Desember 2023, tungku smelter milik PT ITSS yang berada di kawasan PT IMIP juga mengalami ledakan. Akibatnya, 21 orang pekerja menjadi korban jiwa dan 38 orang pekerja dinyatakan luka-luka. Tragedi ledakan tungku smelter ini pun menjadi duka yang begitu mendalam dan menjadi sorotan tentang buruknya prosedur keselamatan kerja di kawasan industri.

Sungguh sangat disayangkan, lima bulan setelah duka tersebut, tepatnya pada 13 Juni 2024, ledakan tungku smelter justru kembali terjadi di tempat yang sama. Terdapat dua pekerja yang menjadi korban dan mengalami luka bakar akibat kecelakaan kerja tersebut.

Lihatlah, di balik keuntungan materi hilirisasi industri nikel yang begitu dibanggakan, ada nyawa buruh yang menjadi korbannya. Ada upah buruh yang tak sebanding dengan tenaga yang mereka berikan terhadap perusahaan. Ada masyarakat yang tidak bisa menikmati air bersih dan kehilangan mata pencahariannya dan ada mahluk hidup lain yang kehilangan habitatnya. Lantas, dari semua dampak negatif ini, apa yang perlu dibanggakan dengan keuntungan triliunan itu, jika pada kenyataannya hanya pihak-pihak tertentu yang merasakan dampak positifnya, para oligarki misalnya?

Hilirisasi Akibat Kapitalisme

Beginilah kondisi ketika suatu negeri menerapkan kapitalisme. Kapitalisme tidak pernah memperhatikan kesejahteraan masyarakat secara utuh karena pada dasarnya prinsip ekonomi kapitalisme adalah mencari keuntungan yang besar dengan modal yang kecil. Dengan demikian, tidaklah heran jika kapitalisme justru lebih menguntungkan para oligarki daripada masyarakat. Oligarki untung, rakyat buntung.

Kebijakan-kebijakan yang mereka buat bersama para penguasa pun seolah-olah memperhatikan masyarakat. Mereka membangga-banggakan keberhasilan pertumbuhan ekonomi ke mata dunia, tetapi melupakan kesejahteraan masyarakat. Kata kesejahteraan bagaikan mimpi di siang bolong yang mustahil didapatkan masyarakat. Kapitalismelah si biang kerok yang membawa negeri ini masuk dalam kerusakan.

Para penguasa pro kapitalis pandai membuat kebijakan, tetapi kebijakan tersebut tidak sejalan dengan kebijakan yang lain sehingga menimbulkan masalah yang baru. Contohnya saja kebijakan hilirisasi industri yang berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi keberhasilan tersebut diperoleh karena para penguasa membuka pintu selebar-lebarnya bagi pihak asing untuk menanamkan modalnya di negeri ini dengan alasan bisa membuka lapangan kerja. Namun pada kenyataannya, masyarakat lokal justru bersaing dengan tenaga kerja asing. Buktinya angka pengangguran di Indonesia masih terbilang tinggi, yaitu mencapai 7,86 juta jiwa per Agustus 2023.

https://narasipost.com/opini/07/2023/ekspor-nikel-jebol-negara-tekor-bukti-kapitalisme-eror/

Kekayaan alam negeri ini tidaklah sepenuhnya dinikmati ibu pertiwi. Pada saat pihak asing berhasil mengangkut kekayaan negeri ini, tinggallah masyarakat yang menderita. Masyarakat dan buruh jauh dari kata sejahtera, lingkungan rusak, harga barang-barang mahal, dan sebagainya. Negara yang seharusnya menjadi pengurus masyarakat dan pembela hak-hak rakyat, justru mendukung para kapitalis. Buktinya, RUU Omnibus Law Cipta Kerja yang begitu ditentang kaum buruh karena melemahkan hak-hak buruh, pada akhirnya disahkan menjadi UU demi kepentingan para kapitalis. Lantas, inikah yang disebut dengan wakil rakyat yang mendengar setiap aspirasi rakyat?

Solusi Islam Kaffah terhadap Hilirisasi Nikel

Sebagai negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia dan para pemimpinnya pun sebagian besar muslim, tentulah mereka tahu bahwasanya Islam adalah agama yang mengatur seluruh lini kehidupan, termasuk bagaimana dan siapa yang seharusnya mengelola kekayaan alam negeri ini. Rasulullah saw. bersabda, "Kaum muslim berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api." (HR Abu Dawud dan Ahmad).

Ini artinya segala kekayaan terkait sumber daya alam dan mineral adalah harta milik umum yang harus dikelola oleh negara dan tidak boleh diserahkan ke pihak asing atau dimiliki individu. Hasilnya pun harus dikembalikan ke masyarakat, misalnya dengan membangunkan sarana dan prasarana kesehatan dan pendidikan secara gratis, bukan malah dijadikan ladang bisnis yang hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu.

Namun, pemikiran para penguasa saat ini telah terkontaminasi paham sekularisme kapitalisme sehingga agama hanyalah dianggap sebagai urusan individu yang hanya mengatur urusan spiritual. Agama menurut mereka tidak akan sejalan dengan urusan ekonomi negara dan juga berpolitik.

Pengelolaan kekayaan alam negeri ini yang betul-betul dikerjakan secara halal dan benar tanpa merugikan mahluk lainnya hanyalah dengan penerapan syariat Islam secara kaffah. Haram hukumnya jika harta kepemilikan umum diserahkan ke pihak asing atau dimiliki individu. Namun, penerapan ini tidak akan bisa diterapkan jika negeri ini masih menerapkan kapitalisme.

Pada dasarnya prinsip ekonomi kapitalisme adalah keuntungan pribadi yang sebanyak-banyaknya, bukan memperhatikan kesejahteraan masyarakat. Satu-satunya jalan agar kekayaan negeri ini dikelola dengan baik dan tanpa merugikan mahluk yang ada di sekitarnya adalah penerapan syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiah.

Wallahua'lam bishawab. []

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasIpost.Com
Nur Hajrah MS Kontributor NarasiPost.Com
Previous
PDN Diretas, di Mana Jaminan Keamanan Data?
Next
Janji yang Belum Tunai
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

2 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Yuli Sambas
Yuli Sambas
1 month ago

Hilirisasi industri pertambangan, tak terkecuali nikel alih-alih menyejahterakan dan memberi maslahat bagi rakyat, yang ada sebaliknya.

Deforestasi, dampak kerusakan lingkungan, keseimbangan ekosistem hutan terusak, potensi bencana bagi pekerja, dst menjadi harga mahal untuk hilirisasi nikel di alam kapitalis sekuler.

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram