Sekuritas saham yang merupakan aset perseroan diperoleh dari muamalah yang batil dan dilarang oleh syariat. Dengan demikian, apa pun bentuk sekuritas berharga termasuk saham adalah haram.
Oleh. Arum Indah
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Saham dalam perspektif kapitalisme dianggap sebagai sesuatu yang dapat memberikan keuntungan yang sangat besar. Bahkan peminatnya terus bertambah setiap waktu. Pada Maret 2024, investor bursa saham Indonesia tembus hingga ke angka 12,56 juta. Perbankan menjadi sektor yang diproyeksikan akan memiliki “outlook” cerah sepanjang tahun 2024. Saham perbankan juga masih menjadi primadona di bursa efek dengan kapitalisasi pasar yang besar dan kinerja yang terus menunjukkan tren positif.
Sejalan dengan kondisi di atas, sejumlah jajaran direksi PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk kompak memborong saham BRI (kode emiten BBRI) dengan jumlah yang cukup fantastis.
Sunarso selaku Direktur Utama BRI merogoh kocek sekitar Rp997 juta untuk memborong 227.700 lembar BBRI dengan harga Rp4.380,- per unit. Direktur Bisnis Konsumer BRI, Handayani juga memborong 450.000 lembar BBRI dan menggelontorkan dana sebesar Rp1,95 miliar dengan harga per unit Rp.4.324,-. Amam Sukriyanto selaku Direktur Commercial, Small, and Medium Business BRI pun juga membeli sebanyak 230.000 lembar BBRI atau setara dengan Rp966 juta dengan harga Rp4.200,- per unit. Selanjutnya ada Direktur Digital dan TI BRI, Arga M Nugaraha yang mengeluarkan dana sebesar Rp999 juta untuk memiliki 240.900 lembar BBRI dan harga per unit Rp4.150,-. Direktur Keuangan BRI, Viviana Dyah yang mengeluarkan dana hingga tembus Rp1,89 miliar untuk memborong 440.000 lembar BBRI. Selanjutnya ada Wakil Direktur Utama BRI, Catur Budi Harto yang juga membeli 230.000 lembar BBRI dan Direktur Bisnis Mikro BRI yang membeli 213.300 lembar BBRI. (Kompas.com, 23-6-2024)
Saat dikonfirmasi, pembelian yang dilakukan para direksi BRI adalah untuk kepentingan investasi pribadi. Terang saja, aksi borong saham yang dilakukan oleh para direksi BRI dengan nominal fantastis ini seolah makin mengukuhkan kedigdayaan saham sebagai instrumen yang bisa meraup untung besar.
Lalu, bagaimanakah sebenarnya saham dalam perspektif hukum Islam?
Saham dalam Perspektif Kapitalisme
Saham merupakan salah satu sekuritas berharga yang mencerminkan nilai suatu perseroan dalam satu kurun waktu tertentu. Keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari institusi perseroan, akan tetapi ia bukan bagian dari modal perseroan, ia merupakan cerminan nilai dari aset perseroan yang nilainya senantiasa berubah-ubah mengikuti fluktuasi laba rugi perseroan.
Jika kinerja perusahaan baik dan memberikan laba yang cukup signifikan, maka nilai saham akan ikut meningkat. Begitu juga sebaliknya.
Penjelasan di atas, sesuai dengan kondisi performa BRI yang dianggap memiliki pencapaian yang luar biasa. Dalam kuartal I tahun 2024, laba BRI naik sebanyak 4,5% atau setara dengan 28% perkiraan laba tahun 2024. Para investor pun tertarik untuk membeli saham bank pelat merah ini.
Analis RHB Sekuritas, Andrey Wijaya dan David Chong merekomendasikan opsi “Buy” atau beli saham BBRI dengan target harga mencapai Rp6.300,- per lembar dengan potensi kenaikan sebesar 40%. Rekomendasi ini disampaikan oleh mereka karena melihat kinerja BRI yang amat baik dan memiliki pertumbuhan yang tercepat di sektor perbankan. Berdasarkan perhitungan nilai risiko BBRI, keuntungan harga saham pun dinilai berpotensi cukup besar. (Kompas.com, 23-6-2024)
Mekanisme Jual Beli Saham
Aktivitas jual beli saham dilakukan di bursa efek menggunakan fasilitas JATS NEXT-G. Perdagangan efek hanya bisa dilakukan oleh sesama anggota bursa yang juga menjadi anggota KPEI (Kliring Penjaminan Efek Indonesia)
Pelaksanaan perdagangan dilakukan di pasar reguler dan dibuka dengan prapembukaan. Pada fase ini setiap anggota bursa boleh melakukan penawaran jual atau permintaan beli sesuai ketentuan satuan perdagangan, satuan perubahan harga (fraksi), dan ketentuan auto rejection.
Setelah itu, penawaran jual atau permintaan beli ini akan diproses di JATS NEXT-G dengan memperhatikan prioritas harga (permintaan beli pada harga yang lebih tinggi akan diprioritaskan serta penawaran pada harga yang rendah juga akan diprioritaskan) dan prioritas waktu (jika penawaran dan pembelian terjadi pada harga yang sama, maka yang diprioritaskan adalah yang terlebih dulu).
Proses negosiasi dapat berlangsung di pasar negosiasi antara sesama anggota bursa atau nasabah melalui satu anggota bursa dan nasabah dari anggota bursa. Selanjutnya harga yang dinegosiasikan akan diproses di JATS NEXT-G.
Selanjutnya, pada fase pascapenutupan, anggota bursa memasukkan harga penawaran jual dan permintaan beli dan selanjutnya JATS NEXT-G akan mempertemukan antara penawaran dan permintaan.
Saham dalam Perspektif Islam
Penting untuk diketahui, bahwa saham dalam kapitalisme diterbitkan oleh perusahaan berjenis perseroan terbuka dan ditawarkan secara bebas di bursa efek dan dapat dimiliki oleh siapa saja selama orang tersebut adalah anggota bursa. Kepemilikan saham dalam perseroan memungkinkan saham bisa dimiliki siapa saja tanpa adanya akad serah terima di antara para anggota pesero. Dengan demikian, perseroan ini merupakan perseroan modal, bukan perseroan orang/badan.
Saham dalam perspektif Islam dapat dilihat dari dua aspek, yakni:
Pertama, hukum yang berkaitan dengan sekuritas berharga itu sendiri. Apakah sekuritas tersebut mengandung alat pembayaran berupa harta yang halal atau justru mengandung unsur harta yang haram seperti sekuritas utang yang dibungakan, saham bank, atau jenis yang lain. Jika sekuritas mengandung harta halal, maka hukumnya halal, sedangkan jika sekuritas tersebut mengandung harta haram, maka hukumnya menjadi haram.
Saham dalam perseroan adalah sekuritas yang memuat alat pembayaran yang bercampur antara modal yang halal dan bunga yang haram dalam sebuah transaksi dan muamalah yang batil, yang tidak bisa lagi dipilah-pilah antara modal murni dan bunganya. Sekuritas saham yang merupakan aset perseroan diperoleh dari muamalah yang batil dan dilarang oleh syariat. Dengan demikian, apa pun bentuk sekuritas berharga termasuk saham adalah haram dan tidak boleh digunakan dalam transaksi apa pun. Berdasarkan penjelasan di atas juga, beraktivitas dan melakukan jual beli saham perseroan di bursa saham hukumnya adalah haram, apa pun dan bagaimana pun mekanismenya.
Kedua, hukum yang berkaitan dengan perseroan itu sendiri. Adapun hukum perseroan dalam Islam adalah batil (tidak sah). Bentuk perseroan ini tidak memenuhi syarat-syarat syirkah di dalam Islam. Sebab, syirkah di dalam Islam tidak boleh hanya terdiri dari sekumpulan modal saja tanpa adanya orang atau badan. Sedangkan perseroan dalam kapitalisme telah meniscayakan adanya body corporate. Oleh karena itu, seluruh aktivitas dan pengelolaan perseroan adalah batil. Semua harta yang diperoleh dari perseroan adalah harta yang batil dan tidak halal dimiliki.
https://narasipost.com/opini/02/2024/investasi-saham-benarkah-instrumen-keuangan-terbaik/
Sederhananya, jika perseroan saja hukumnya sudah batil, apalagi saham yang diterbitkan oleh perseroan yang batil tersebut. Dalam kasus ini, BBRI adalah saham yang diterbitkan oleh Perseroan Terbatas (PT) BRI.
Khatimah
Perbedaan perspektif antara kapitalisme dan Islam dalam memandang saham diakibatkan karena dua ideologi ini memiliki dasar akidah yang berbeda.
Muamalah di dalam kapitalisme sangat jauh dari timbangan hukum syarak. Sebab sistem kapitalisme dibangun di atas napas sekularisme, sehingga tak heran jika tak ada pertimbangan hukum syarak sedikit pun dalam tiap aktivitasnya.
Berbeda dengan Islam yang menjadikan hukum syariat sebagai satu-satunya hukum yang harus direalisasikan dalam kehidupan.
Sebagai seorang muslim, sudah seharusnya kita tidak terjerumus dalam aktivitas batil dan bertentangan dengan hukum syarak, sebab Allah akan senantiasa meminta pertanggungjawaban segala aktivitas kita, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Hijr ayat 92-93:
فَوَرَبِّكَ لَنَسْـَٔلَنَّهُمْ اَجْمَعِيْنَۙ عَمَّا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
Artinya: “Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua, tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.”
Namun, perlu diingat bahwa segala bentuk kebatilan yang terjadi hari ini hanya dapat dihentikan dengan menyudahi kebatilan sistem kapitalisme dan menggantikannya dengan sistem Islam dalam naungan Khilafah Islamiah.
Wallahu’alam bishowab []
Sepemahaman saya, nilai saham tidak hanya bisa naik namun juga bisa turun. Jika nilainya turun, maka bisa menyebabkan kerugian bagi pemegang saham. Namun, terlepas dari itu semua, saham adalah hal yang batil dalam Islam.
Iyes, mbak, beneer