Tukar-menukar tahanan menunjukkan bahwa hukum yang dibuat oleh manusia tidak akan menyelesaikan masalah, tidak tegas, dan bisa berubah menyesuaikan kepentingan yang ada.
Oleh. Netty al Kayyisa
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Swedia dan Iran, atas mediasi yang dilakukan Oman, akhirnya bersepakat untuk menukar tahanan masing-masing negara. Tahanan yang ditukar adalah Hamid Noury, salah satu eks pejabat Iran dengan Jihan Floderus dan Saeed Azizi warga sipil Swedia.
Hamid Noury, sebagaimana diberitakan di cnnindonesia.com, ditahan di Swedia setelah ditangkap pada tahun 2019 dengan tuduhan kejahatan perang atas eksekusi massal dan penyiksaan tahanan politik di penjara Gohardasht di Karaj, Iran pada tahun 1988. Ini berarti Hamid Noury sebenarnya melakukan kejahatan di negaranya, tetapi di hukum di negara lain. Posisi Hamid Noury meski dituduh kejahatan perang, tetapi pada dasarnya kesalahan yang dilakukan tidak dalam situasi perang sehingga tidak bisa dikatakan tahanan perang.
Sementara Johan Floderes, ditangkap di Iran dengan tuduhan sebagai mata-mata Israel. Aktivitas memata-matai atau tajasus memang bagian dari perang. Tetapi jika dilakukan sebelum perang terjadi atau bukan pada situasi perang, maka bukan termasuk tahanan perang. Begitu juga dengan Saeed Azizi yang berkewarganegaraan ganda Swedia-Iran, ditangkap dengan tuduhan yang dianggap melakukan sebuah kesalahan. Maka statusnya pun sebagai tahanan biasa bukan tahanan perang.
Pertukaran tahanan ini merupakan upaya melindungi masing-masing warga negara karena tanggung jawab negara untuk menjamin kehidupan rakyatnya. Dilihat dari sisi tanggung jawab negara akan keselamatan warga negaranya, barangkali pertukaran tahanan ini bisa dianggap benar. Tetapi pada dasarnya pertukaran tahanan ini tidak membawa kebaikan bagi kehidupan berbangsa baik di Swedia, Iran maupun negara lain yang menghendaki penyelesaian yang sama terhadap warga negara mereka yang di tangkap di negara lain. Upaya tukar menukar tahanan ini justru membuat seorang warga negara akan berbuat gegabah dan bebas melakukan apa pun yang diinginkan meskipun mereka berada di luar negaranya. Dengan alasan tanggung jawab negara pada rakyatnya, negara akan berusaha membebaskan dirinya dari tahanan. Sungguh bukan sebuah pengajaran yang tepat untuk membuat jera tindak pidana yang mereka lakukan.
Lebih dari itu tukar-menukar tahanan ini justru makin menunjukkan bahwa hukum yang dibuat oleh manusia tidak akan menyelesaikan masalah, tidak tegas, dan bisa berubah menyesuaikan kepentingan yang ada. Hukuman yang dijatuhkan pada terpidana bisa berubah karena campur tangan negara lain terhadap kebijakan hukum di sebuah negara. Lalu di mana letak kedaulatan negara tersebut jika hukum di negaranya bisa diinterverensi pihak lain? Dengan dalih apa pun, pertukaran tahanan ini tidak akan membawa pada kebaikan yang diharapkan.
Hukum di Dalam Islam
Dalam Al-Qur’an surah Al-An’am ayat 57 Allah berfirman :
ٓۚ إِنِ ٱلۡحُكۡمُ إِلَّا لِلَّهِۖ يَقُصُّ ٱلۡحَقَّۖ وَهُوَ خَيۡرُ ٱلۡفَٰصِلِينَ ٥٧
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah. Dia menerangkan yang sebenarnya dan Dia Pemberi keputusan yang paling baik."
Dari ayat ini jelas bahwa pembuat keputusan termasuk sanksi di dalam Islam adalah hak Allah untuk menentukannya. Ketika Allah memberikan kewenangan kepada khalifah untuk menentukan sanksi atas pelanggaran tertentu, maka khalifah boleh berijtihad di dalamnya.
Dalam kitab Nidzam Uqubat, sanksi dibedakan menjadi empat yaitu hudud, jinayat, takzir dan mukhalafat. Pada ranah hudud dan jinayat maka hanya hukum Allah yang berlaku. Sementara pada ranah takzir dan mukhalafat dikembalikan kepada khalifah untuk memberikan sanksi yang tepat bagi pelaku kriminal. Penjara atau tahanan bisa diterapkan untuk kategori takzir dan mukhalafat, tetapi tetap pelaksanaan dan teknis tahanannya pun tidak bisa dicampuri oleh pihak lain. Jika pelaku kriminal itu melarikan diri dan tertangkap di negara lain, maka harus dikembalikan dan dihukum sesuai dengan hukum di dalam Daulah Islam karena posisinya sebagai warga negara daulah, ataupun warga negara asing yang berkunjung ke daulah tetapi melakukan tindak kriminal di dalam daulah. Maka hanya Daulah Islam yang memiliki kewenangan memberikan sanksi sesuai dengan tindak kriminal yang dilakukan.
Tidak Ada Tukar-Menukar Tahanan dalam Islam
Dengan kejelasan hukum sanksi dalam Islam, maka tidak ada kesempatan untuk tukar-menukar tahanan ataupun negoisasi terhadap tahanan negara. Apa pun status tahanannya, tahanan sipil ataupun tahanan perang maka tidak akan pernah terjadi pertukaran.
Tentang apa yang terjadi pada Abu Amr bin Abu Sufyan yang dikembalikan kepada pihak Quraisy dan di tukar dengan Sa’ad bin an-Nu’man yang sebelumnya ditahan pihak Quraisy, itu bukan pada konteks tukar menukar tahanan. Kedua orang tersebut adalah tawanan perang yang memiliki hukum khusus dalam Islam.
Hukum Tawanan Perang
Berdasarkan surah Muhammad ayat 4 Allah berfirman ;
فَإِذَا لَقِيتُمُ ٱلَّذِينَ كَفَرُواْ فَضَرۡبَ ٱلرِّقَابِ حَتَّىٰٓ إِذَآ أَثۡخَنتُمُوهُمۡ فَشُدُّواْ ٱلۡوَثَاقَ فَإِمَّا مَنَّۢا بَعۡدُ وَإِمَّا فِدَآءً حَتَّىٰ تَضَعَ ٱلۡحَرۡبُ أَوۡزَارَهَاۚ ذَٰلِكَۖ وَلَوۡ يَشَآءُ ٱللَّهُ لَٱنتَصَرَ مِنۡهُمۡ وَلَٰكِن لِّيَبۡلُوَاْ بَعۡضَكُم بِبَعۡضٖۗ وَٱلَّذِينَ قُتِلُواْ فِي سَبِيلِ ٱللَّهِ فَلَن يُضِلَّ أَعۡمَٰلَهُمۡ ٤
“Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang) maka pancunglah batang leher mereka. Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir. Demikianlah apabila Allah menghendaki niscaya Allah akan membinasakan mereka tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. Dan orang-orang yang syahid pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka.”
Dari ayat ini, bagi khalifah diberikan pilihan bagi tawanan perang, apakah mereka ditebus atau dibebaskan. Tentang berapa besar tebusan, ditebus dengan apa, maka menjadi kewenangan khalifah untuk memutuskannya. Rasulullah pernah melakukan tebusan tawanan perang dengan sejumlah harta, dengan mengajarkan membaca, hingga ditebus dengan sesama tawanan perang. Jadi apa yang terjadi pada Abu Amr dan Sa’ad adalah tebusan tawanan dengan tawanan, bukan tukar-menukar tahanan sebagaimana yang terjadi antara Swedia dan Iran.
Dalam kitab Syakhsiyyah Islamiyah jilid 2, karya Syekh Taqiyuddin An-Nabhani, juga dijelaskan bahwa apa yang dilakukan Rasulullah misalnya dengan membunuh beberapa tawanan perang Badar, pada kasus Bani Quraidhah maka itu bukan karena keberadaan mereka sebagai tawanan perang sehingga boleh dibunuh, tetapi karena keputusan kepala negara yang melihat ada bahaya ketika pelaku tindak kriminal itu tidak dibunuh. Maka khalifah boleh menjatuhi hukuman mati pada seseorang yang dianggap membahayakan Daulah Islam.
Demikian pula ketika ada sirah yang menceritakan bahwa Rasulullah memperbudak tawanan perang, maka sesungguhnya yang diperbudak adalah dari wanita dan anak-anak (baik anak laki-laki maupun anak perempuan) yang ikut dalam peperangan. Status mereka menjadi As-Sabiiy (budak). Hukum terhadap tawanan perang hanya ada dua, dibebaskan atau ditebus. Dibebaskan boleh dengan syarat ataupun tidak dengan syarat apa pun.
Khatimah
Tukar-menukar tahanan di sistem kapitalisme hari ini bisa dilakukan sesuai dengan kepentingan dan manfaat yang diperoleh dari pertukaran tersebut. Sisi positif atau negatifnya hanya diukur dari kemanfaatan yang didapat, tidak mempertimbangkan aspek lainnya. Sementara dalam Islam, setiap hukuman bagi kriminal telah jelas, tidak ada celah bagi negara lain ikut campur. Bahkan, tidak ada peluang untuk tukar-menukar tahanan kecuali tawanan perang itu pun dalam konteks tebusan. Jadi bukan praktik tukar-menukar tahanan.
Wallahu a’lam bi-showaab. []
Masya Allah Islam benar benar sempurna sampe masalah tahananpun juga ada hukumnya yang jelas
Maa Syaa Allah luar biasa syariat Islam Kaffah dalam pengaturan tahanan
MasyaAllah. Jazakillah khoir untuk ilmunya
Terimakasih atas penjelasan tentang masalah tahanan perang di dalam Islam.
Selalu jatuh cinta kalo udah belajar tentang Islam yang lebih mendetail! <3
Ayoo bareng mbake. He he
Wah, jadi harus dibedakan ya antara tukar-menukar tahanan dengan menebus. Syukran infonya, mbak Netty
Afwan kakak. Maturnuwun sdh mampir
Jazakillah khoir mom Andrea dan tim NP sudah berkenan menayangkan artikel ini
Syukron pencerahannya, mbak netty ❤️
Afwan. Matur nuwun mb sudah mampir
Poin penting yang saya dapat dari naskah di atas adalah tukar menukar tahanan tidak sama dengan tawanan perang dalam Islam. Barakallah untuk penulis.
WA fiik barakallah... Matur nuwun mb sudah mampir