"Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya." (TQS. Ali Imron: 145)
Oleh: Afiyah Rasyad
NarasiPost.com - Begitu sering kabar duka bertandang, bahkan tiba-tiba saja. Berapa banyak ulama yang telah wafat menunaikan amanahnya di dunia, berapa banyak sanak saudara yang sudah tiada. Pada akhirnya, manusia tinggal menunggu giliran dijemput pulang ke alam baka.
Banyak orang menyangka, seseungguhnya kematian adalah satu, sementara sebabnya banyak. Ada yang mengira kematian datang karena penyakit kronis, ada yang mengira karena disiksa, kecelakaan, terjatuh, terbakar, terpenggal, dan beribu sebab lainnya. Keyakinan sebab kematian di tengah masyarakat harus diubah. Kematian bukan karena sebab yang banyak, akan tetapi hanya satu sebab saja, yakni ajal.
Adapun sesuatu yang terjadi hingga mengantarkan kepada kematian adalah keadaan (kondisi) yang bukan menjadi sebab kematian itu. Seseungguhnya, sebab pasti menghasilkan musabab (akibat). Namun demikian, tidak semua sebab kematian yang diyakini kebanyakan orang bisa mengantarkan pada kematian itu sendiri. Misal, orang sakit bisa mengantarkan pada kematian, tetapi banyak pula orang sakit yang sembuh. Bahkan, ada orang yang meninggal tanpa didahului sakit.
Kematian semacam itu sangat banyak. Betapa vonis dokter sudah membuat sedih keluarga, namun ternyata bertahun-tahun lamanya masih hidup, justru yang tidak sakit mendahului. Betapa kecelakaan dahsyat terjadi, semua menyangka dia akan mati, namun ternyata hidup. Masih banyak kasus semisal terkait kondisi-kondisi yang bisa mengantar pada kematian, namun ternyata masih hidup. Sedangkan, banyak pula orang yang mati tanpa didahului kondisi-kondisi tersebut.
Tidak terjadi kematian karena kondisi atau terjadi kematian tanpa kondisi tersebut menunjukkan bahwa kondisi-kondisi itu bukanlah sebab kematian. Sebab hakiki kematian tak mampu dijangkau akal karena di luar jangkauan indera yang terbatas. Oleh karena itu, wajib bagi kaum Muslim meyakini sebab datangnya maut, yakni kematian datang hanya karena ajal, sedang yang Maha Mematikan hanya Allah Swt. Semua ini banyak disebutkan dalam nash syara'. Sebagaimana firman Allah Swt:
"Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya." (TQS. Ali Imron: 145)
"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya." (TQS. Az Zumar: 42)
"Kami telah menentukan kematian di antara kamu." (TQS. Al Waqiah: 60)
"Tuhanku ialah Yang Menghidupkan dan Mematikan." (TQS. Al Baqoroh: 258)
"Sesungguhnya ketetapan Allah apabila telah datang ajal tidak dapat ditangguhkan." (TQS. Nuh: 4)
"Katakanlah: " Sesungguhnya kematian yang kamu lari darinya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu." (TQS. Al Jumuah: 8)
Semua ayat di atas menunjukkan bahwa Allah sajalah Yang Maha Mematikan, sebab datangnya kematian adalah ajal, bukan kondisi-kondisi tersebut.
Dengan demikian, wajib atas seorang Muslim untuk beriman, baik secara akal maupun syara' bahwa apa yang disangka sebab-sebab kematian hanyalah sebuah kondisi saja. Pemahaman yang benar adalah keyakinan bahwa kematian berada di tangan Allah dengan datangnya ajal.
Jika ajal telah datang, maka tak seorangpun kuasa menolaknya. Kaum Muslim juga tak kan mampu lari dari darinya. Kematian pasti menemuinya. Ajal adalah pemutus kenikmatan dunia. Sesungguhnya kaum Muslim yang hanya mengejar kenikmatan dunia akan rugi selamanya.
Oleh karenanya, agar tidak terjadi penyesalan selama hidup di dunia, hendaknya kematian disongsong agar berakhir dengan kemuliaan dan kebaikan. Ajal seseorang akan datang tanpa aba-aba ataupun kode, sehingga tak seorangpun mengetahui bagaimana akan mengakhiri kehidupan ini.
Wallahu a'lam
Picture Source by Google