Indonesia Hadapi Gelombang Panas, Siapkah?

Indonesia

Indonesia sebenarnya sudah terkena efek perubahan iklim. Oleh karena itu, apa yang terjadi pada tetangganya harus dianggap sebagai peringatan dini untuk mempersiapkan dan melindungi warga negaranya.

Oleh. Ummu Khaizuran
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-Gelombang panas yang melanda negara-negara tetangga Indonesia baru-baru ini adalah peringatan keras tentang kenyataan perubahan iklim yang tidak dapat diabaikan. Fenomena ini bisa dikatakan sebagai gejala dari masalah yang lebih besar yang memengaruhi kondisi bumi kita.

Bahaya Gelombang Panas

Gelombang panas tidak hanya menyebabkan ketidaknyamanan tapi juga akan memengaruhi kesehatan manusia, produktivitas, pertanian, dan kehidupan manusia pada umumnya. Gelombang panas juga akan menjadi tantangan bagi pembangunan yang membutuhkan energi dan air, yang akan sangat bergantung kepada tinggi rendahnya suhu yang ada.

Di negara-negara tetangga Indonesia, seperti Malaysia dan Australia, gelombang panas telah menyebabkan kebakaran hutan yang luas, kekeringan, dan bahkan kematian. Di Thailand suhu maksimum mencapai 52°C pada April 2024 lalu. Dan dikatakan bahwa sengatan panas (heatstroke) di sana telah menewaskan sedikitnya 30 orang di tahun ini. Hal serupa melanda Manila, Filipina, pada awal April. Temperatur di ibu kotanya mencapai 42 derajat celcius. Ini angka yang sangat tinggi sehingga Manila dikatakan berada di tingkat "bahaya". (cnbcindonesia.com, 15-06-2024)

Indonesia sendiri sebenarnya sudah terkena efek perubahan iklim. Sebagai negara kepulauan dengan populasi besar, Indonesia rentan terhadap naiknya permukaan laut, cuaca ekstrem, dan perubahan pola hujan. Oleh karena itu, apa yang terjadi pada tetangganya harus dianggap sebagai peringatan dini untuk mempersiapkan dan melindungi warga negaranya sendiri. Meskipun BMKG mengatakan bahwa fenomena gelombang panas belum akan melanda Indonesia, namun ini adalah pertanda yang jelas bahwa perubahan iklim bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga masalah kesehatan masyarakat, ekonomi, dan keamanan.

Pertanyaannya adalah apakah pemerintah kita akan memperhatikan peringatan dini ini atau memilih untuk mengabaikannya?

Penyebab Heat Wave

Cuaca panas yang terjadi di Indonesia bukan disebabkan oleh gelombang panas (heat wave), melainkan disebabkan oleh siklus gerak semu matahari yang bisa terjadi setiap tahun. Fenomenanya pun memiliki karakteristik yang berbeda.

Meskipun begitu, tidak bisa dimungkiri, gelombang panas yang melanda beberapa negara tetangga Indonesia baru-baru ini telah menimbulkan kekhawatiran. Karena itulah kita harus tetap waspada dengan cara mengetahui apa sebenarnya penyebab fenomena gelombang panas itu bisa terjadi.

Penyebab gelombang panas di antaranya:

Pertama, heat wave bisa terjadi dikarenakan peningkatan suhu global akibat perubahan iklim. Ini diakibatkan oleh emisi gas rumah kaca seperti karbondioksida (CO2), belerang dioksida (SO2), nitrogen monoksida (NO), nitrogen dioksida (NO2), gas metana (CH4), dan klorofluorokarbon (CFC). Di mana gas rumah kaca ini paling banyak dihasilkan oleh perilaku manusia yang konsumtif seperti penggunaan barang elektronik berlebihan, pabrik-pabrik dengan pencemaran yang tinggi, dan penumpukan sampah yang berlebih. (sucofindo.co.id, 1-11-2023)

Kedua, heat wave bisa disebabkan oleh penggundulan hutan untuk pertanian dan pembangunan. Perusahaan-perusahaan yang melakukan ekspansi lahan hutan secara besar-besaran, harus mendapatkan batasan dan tindak lanjut yang tegas dari pemerintah. Hal ini karena ekspansi lahan hutan akan mengurangi kemampuan lingkungan untuk menyerap panas, dan itu menyebabkan suhu meningkat.

https://narasipost.com/opini/05/2023/gelombang-panas-ekstrem-dan-ancaman-krisis-iklim/

Ketiga, pertumbuhan kota-kota besar dengan banyak beton dan aspal menciptakan “pulau panas perkotaan” yang memperburuk efek gelombang panas.

Keempat, fenomena cuaca seperti el-nino juga dapat menyebabkan peningkatan suhu sementara di kawasan Asia Tenggara.

Kelima, ketergantungan pada energi fosil dan kurangnya inisiatif energi terbarukan juga berperan dalam peningkatan suhu. Kemunculan cendekiawan dan para ilmuwan dibutuhkan untuk menciptakan inovasi energi terbarukan agar ketergantungan kepada energi fosil seperti batu bara, contohnya, bisa dialihkan kepada energi terbarukan semisal energi matahari, angin, air, dan lain sebagainya.

Persoalan hari ini memang kompleks. Lingkungan hidup yang harusnya dijaga, justru dirusak dengan pola hidup konsumtif bahkan hedonis. Allah menciptakan manusia, alam, dan kehidupan secara seimbang dan saling melengkapi. Tapi hari ini manusia sendirilah yang merusak keseimbangan itu. Benar apa yang telah disampaikan oleh Allah Swt.

"Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (TQS. Ar-ruum [30]: 41)

Pelajaran dari Fenomena Gelombang Panas

Sebagaimana yang kita tahu, paham kebebasan (liberal) hari ini, telah mengizinkan manusia berperilaku semaunya. Negara tidak memberikan batasan yang jelas tentang apa dan bagaimana cara menjaga lingkungan hidup. Selain itu, asas manfaat telah menjadikan manusia seperti hewan buas yang siap memangsa manusia yang lain yang lebih lemah. Bukan hanya manusia, hewan dan alam pun menjadi korbannya.

Siapa yang kuat (berkuasa dan punya modal) bisa bebas mengeksploitasi dan memiliki sumber daya bumi tanpa memikirkan dampak buruknya untuk lingkungan. Dan tahukah kita, muara dari kebebasan berperilaku dan kepemilikan tersebut adalah sekularisme yang tidak mengindahkan aturan agama Islam untuk mengatur manusia dan lingkungan hidupnya. Inilah pelajaran berharga dari fenomena heat wave yang sedang melanda beberapa negara di Asia Tenggara.

Mau tidak mau, peringatan dini tentang gelombang panas ini memaksa adanya perubahan tatanan hidup. Minimal negara harus menetapkan langkah-langkah praktis untuk menghadapi datangnya fenomena gelombang panas. Langkah-langkah tersebut bisa dengan mencanangkan penanaman kembali hutan untuk membantu mengurangi suhu lokal dan memperbaiki kualitas udara, pengembangan ruang hijau perkotaan, seperti taman dan atap hijau, dan beralih ke energi terbarukan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan memperlambat pemanasan global.

Lebih jauh lagi, negara harus melakukan evaluasi tentang paradigma yang menggunakan asas manfaat oleh negara dalam mengatur sumber daya bumi dan sumber daya manusia selama ini. Indonesia adalah negara dengan mayoritas muslim terbesar, maka sudah selayaknya Islam yang jadi rujukan dalam sistem kehidupan. Bukankah Islam adalah agama yang memberikan rahmat bagi seluruh alam? (QS. Al-Anbiya' [19]: 107)

Dalam masyarakat yang islami, ketakwaan individu, kontrol sosial, dan hukum yang tegas terhadap oknum perusak lingkungan, akan menjadi jaminan lestarinya lingkungan hidup dan keberlangsungan kehidupan manusia. Jika negara melakukan kesalahan, maka regulasi “muhasabah lil hukam” untuk memberikan koreksi kepada penguasa. Dengan menerapkan nilai-nilai Islam ini dalam bentuk negara, umat Islam di Asia Tenggara bahkan di dunia akan lebih mudah mencegah dan menghadapi fenomena gelombang panas (heat wave).

Wallahu a'lam bishawab.[]

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email [email protected]

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Ummu Khaizuran Kontributor NarasiPost.Com
Previous
Allah Pasti Menolong
Next
Sistem Islam Mewujudkan Generasi Emas
5 1 vote
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
trackback
9 hours ago

[…] Green roof dan cool roof memang berkontribusi terhadap pengurangan konsumsi energi, tetapi dua model atap itu bukanlah solusi tuntas untuk menyelesaikan pemanasan global. Melansir dari climate.ec.europa.eu, penyebab terbesar pemanasan global adalah efek rumah kaca, yakni atmosfer bumi bertindak layaknya kaca yang memerangkap panas matahari dan mencegahnya kembali ke ruang angkasa. Aktivitas manusia yang menghasilkan karbon dioksida, metana, oksida nitrogen, dan gas terfluorinasi meningkatkan efek rumah kaca di atmosfer bumi. Baca juga: Indonesia Hadapi Gelombang Panas, Siapkah? […]

Yuni Tarniawati
Yuni Tarniawati
5 months ago

Terimakasih untuk sharing ilmunya

Lily Rahmadhani
Lily Rahmadhani
5 months ago

Terima kasih sudah menambah wawasan. Jadi lebih sadar dengan bumi ini..

Indah Naryanti
Indah Naryanti
5 months ago

MasyaAllah tulisannya bermanfaat

bubblemenu-circle

You cannot copy content of this page

linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram