Kesejahteraan Terwujud dengan UU KIA?

Kesejahteraan Terwujud dengan UU KIA

Kesejahteraan bagi perempuan dan anak mustahil diwujudkan sekalipun UU KIA diberlakukan karena UU ini lahir dari rahim kapitalisme.

Oleh. Arum Indah
(Kontributor NarasiPost.Com)

NarasiPost.Com-DPR RI telah mengesahkan UU KIA (Kesejahteraan Ibu dan Anak) dalam Rapat Paripurna Masa Persidangan V Tahun 2023—2024. Wakil Ketua Komisi VIII, Diah Pitaloka mengatakan bahwa UU ini merupakan wujud interpretasi kepedulian pemerintah terhadap kesehatan para ibu dan anak, terutama pada fase 1.000 hari pertama kehidupan.

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), I Gusti Ayu Bintang Darmawati juga turut menyampaikan dukungan terhadap UU KIA. Ayu mengatakan bahwa UU ini merupakan wujud nyata kehadiran pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak sehingga sumber daya manusia dan penerus generasi yang unggul dapat diwujudkan bersama-sama. (Hukumonline.com, 4-6-2024).

Namun, hal tak senada justru disampaikan oleh Ketua Umum Federasi Serikat Buruh Perempuan Indonesia (FSBPI) Jumisih. Ia justru meragukan terealiasinya UU tersebut. Keraguannya bukan tak berdasar. Selama ini, minimnya pengawasan dari negara menyebabkan pihak perusahaan justru sering memberhentikan buruh yang berstatus kontrak demi menghindari kewajiban pembayaran upah cuti melahirkan selama tiga bulan. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bob Azam pun membenarkan adanya praktik demikian di dalam perusahaan. (Bbc.com, 7-6-2024)

Seakan-akan mengerti dengan kekhawatiran para buruh, Diah Pitaloka pun menjamin jika terjadi pemberhentian kerja atau buruh yang tidak dibayarkan upahnya, pemerintah akan memberi bantuan hukum untuk memperjuangkan hak pekerja.

Apakah benar UU KIA ini akan memberikan kesejahteraan bagi para ibu dan anak? Mengingat dualisme UU KIA yang saling kontradiktif. Di satu sisi tampak menguntungkan bagi para perempuan, tetapi di sisi lain UU ini dinilai makin membebani perusahaan. Pemerintah ingin dicap sebagai pihak yang peduli dan memperhatikan nasib ibu dan generasi, tetapi kewajiban menyejahterakan masyarakat justru dibebankan pada pihak perusahaan. Tak ayal, UU ini justru menciptakan angin ribut di dunia kerja.

Mengenal UU KIA

UU KIA mengatur sejumlah hak dan kewajiban antara ibu sebagai seorang pekerja dengan pihak perusahaan sebagai pemberi kerja. UU ini memberikan aturan pada saat ibu sedang dalam masa proses persalinan. Ketentuan aturan ini dituliskan dalam pasal 4, yang berbunyi:

“Setiap ibu yang bekerja berhak mendapatkan: a. Cuti melahirkan dengan ketentuan 1. Paling singkat selama 3 (tiga) bulan pertama dan 2. Paling lama selama 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter.”

Kondisi khusus yang dimaksudkan, diatur dalam pasal 5 berikutnya, seperti ibu yang mengalami masalah atau gangguan kesehatan, komplikasi pascapersalinan, serta keguguran. Kemudian anak yang dilahirkan mengalami gangguan atau masalah kesehatan atau komplikasi. Cuti minimal tiga bulan dan maksimal enam bulan wajib diberikan oleh  pemberi kerja.

https://narasipost.com/opini/07/2022/ruu-kia-solusi-atau-justru-petaka/

Sedangkan bagi ibu yang mengalami keguguran, berdasarkan surat rekomendasi dari dokter atau bidan terkait, berhak mendapatkan cuti selama 1,5 bulan atau sesuai arahan dari dokter dan bidan tersebut.

Selama masa cuti ini, seorang ibu berhak mendapatkan upah penuh dari tempat kerjanya selama empat bulan pertama. Sedangkan dua bulan selanjutnya berhak mendapatkan upah sebesar 75%.

Kesejahteraan Mustahil dalam Kapitalisme

Posisi perempuan dalam kapitalisme dianggap sebagai pendongkrak laju ekonomi. Dengan dalih pemberdayaan perempuan, para perempuan dipaksa untuk berjibaku dengan kerasnya kehidupan agar lepas dari momok kemiskinan. Para perempuan ditarik dari fitrahnya sebagai seorang ibu demi mengejar kesejahteraan. Alih-alih sejahtera, program pemberdayaan perempuan justru makin menyeret perempuan ke lembah kehinaan. Mereka bekerja hampir sepanjang waktu, tetapi kesejahteraan tak kunjung mereka dapatkan.

Kesejahteraan bagi perempuan dan anak adalah hal yang mustahil diwujudkan sekalipun UU KIA diberlakukan. Ini karena UU lahir dari rahim kapitalisme. Keberadaan UU KIA tak ubahnya merupakan tambal sulam kebobrokan sistem kapitalisme.

Indikator kesejahteraan tidaklah hanya sekadar diukur dari lamanya masa cuti. Melainkan dari pemenuhan kebutuhan pokok, termasuk di dalamnya pemenuhan gizi harian, pakaian yang layak, hunian yang nyaman, jaminan kesehatan, dan jaminan pendidikan. Lalu, bagaimana mungkin kesejahteraan ibu dan anak akan terwujud, sedangkan untuk memenuhi kebutuhan gizi harian saja begitu sulit, meskipun gaji tetap diberikan full, tetap habis jua karena tuntutan hidup makin besar dan membuat para ibu kesulitan mengatur keuangan keluarga.

Kondisi ini makin diperparah dengan retorika dari pemerintah. Pemerintah yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat, justru cuci tangan dan menyerahkannya kepada pihak pemberi kerja. Pemerintah seolah peduli dengan nasib para pekerja, padahal yang mereka lakukan tak lebih dari sekadar transfer tanggung jawab. Terang saja, pihak pemberi kerja enggan dan berat menerima keputusan pemerintah. Pasalnya, banyak kebijakan pemerintah yang dinilai memberatkan para pemberi kerja. Pajak, tunjangan hari besar, tapera (jika benar akan disahkan), dan ditambah lagi dengan pemberian upah penuh bagi ibu yang cuti.

Kapitalisme Tak Ramah Perempuan

Sampai kapan pun, kapitalisme tak akan pernah mampu memuliakan perempuan. Paradigma materialistis dalam sistem ini telah mengakibatkan pandangan yang salah terhadap perempuan. Perempuan justru dipandang sebagai sumber cuan sehingga apa pun yang ada di dalam tubuh perempuan senantiasa dieksplorasi dan dieksploitasi, termasuk fitrah mereka. Kapitalisme sungguh-sungguh telah menjadikan para perempuan sebagai roda penggerak perekonomian mereka. Sang tulang rusuk dipaksa untuk menanggung beban yang harusnya bukan tanggung jawabnya.

Secantik dan sebagus apa pun kapitalisme membungkus ide pemberdayaan perempuan, tetap saja tujuannya satu, yakni menjadikan perempuan sebagai penghasil pundi-pundi rupiah sebab ide-ide itu masih mengandung spirit materialistis.

Islam Mewujudkan Kesejahteraan

Ada perbedaan mendasar antara sistem kapitalisme dengan Islam. Dalam kapitalisme, ketika perempuan memutuskan untuk bekerja, alasan yang paling sering ialah karena keterpaksaan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sedangkan dalam Islam, perempuan yang memutuskan bekerja semata-mata untuk mengaplikasikan ilmu yang dia punya dalam kehidupan masyarakat, bukan sebagai jalan untuk memperoleh kesejahteraan atau memenuhi kebutuhan pokok.

Mengapa bisa demikian? Karena Daulah Islam telah berhasil menjamin pemenuhan kebutuhan pokok bagi seluruh warganya. Pemenuhan kebutuhan pokok ini diwujudkan dengan mekanisme kewajiban mencari nafkah bagi kaum lelaki dan penyediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan oleh negara.

Hukum wanita bekerja dalam Islam adalah mubah sebab peran utama seorang perempuan adalah ibu dan manajer rumah tangga. Nafkah seorang perempuan wajib dipenuhi oleh ayahnya, suaminya, atau saudara laki-laki. Jika perempuan tersebut sebatang kara, Daulah Islam yang akan memenuhi kebutuhannya. Ini sebagaimana firman Allah dalam surah An-Nisa ayat 34,

اَلرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاۤءِ بِمَا فَضَّلَ اللّٰهُ بَعْضَهُمْ عَلٰى بَعْضٍ وَّبِمَآ اَنْفَقُوْا مِنْ اَمْوَالِهِمْ ۗ فَالصّٰلِحٰتُ قٰنِتٰتٌ حٰفِظٰتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّٰهُ ۗ

Artinya: “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri) karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka laki-laki telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang saleh adalah mereka yang taat kepada Allah dan menjaga diri saat suaminya tidak ada karena Allah telah menjaga mereka.”

Islam sangat menjaga muruah seorang perempuan dan melarang segala hal yang dapat mengeksploitasi sisi keperempuanannya. Dengan mekanisme yang telah dijelaskan di atas, bukanlah masalah besar tatkala seorang perempuan ingin berhenti bekerja pascapersalinan tanpa perlu waswas terhadap pemenuhan kebutuhan hariannya.

Khatimah

Profil ibu yang hebat dan generasi yang unggul  hanya bisa tercapai dengan penerapan Islam secara kaffah sebab Islam tidak menjadikan perempuan sebagai penggerak laju perekonomian, melainkan sebagai ujung tombak kemajuan bangsa, yakni sebagai ibu generasi. Peran ini akan direalisasikan oleh Daulah Islam dengan pelaksanaan seluruh sistemnya, baik itu ekonomi, politik, pendidikan, dan lain sebagainya.

Oleh karena itu, jika pemerintah serius ingin menyejahterakan para ibu dan anak, tidak ada pilihan lain kecuali dengan menerapkan sistem Islam di bawah panji Khilafah Islamiah.

Wallahua'lam bishawab. []

#MerakiLiterasiBatch2
#NarasiPost.Com
#MediaDakwah

Disclaimer

Www.NarasiPost.Com adalah media independent tanpa teraliansi dari siapapun dan sebagai wadah bagi para penulis untuk berkumpul dan berbagi karya.  NarasiPost.Com melakukan seleksi dan berhak menayangkan berbagai kiriman Anda. Tulisan yang dikirim tidak boleh sesuatu yang hoaks, berita kebohongan, hujatan, ujaran kebencian, pornografi dan pornoaksi, SARA, dan menghina kepercayaan/agama/etnisitas pihak lain. Pertanggungjawaban semua konten yang dikirim sepenuhnya ada pada pengirim tulisan/penulis, bukan Www.NarasiPost.Com. Silakan mengirimkan tulisan anda ke email narasipostmedia@gmail.com

Kontributor NarasiPost.Com Dan Pegiat Pena Banua
Arum Indah Kontributor NarasiPost.Com
Previous
"All Eyes on Papua", Selamatkan Rimba dari Ekosida
Next
Operasi Bariatrik Solusi Masalah Obesitas
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

4 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
Sartinah
Sartinah
3 months ago

Perempuan cuma jadi alat bantu untuk menggerakkan ekonomi dalam sistem kapitalisme. Kebijakan apa pun yang digadang-gadang bisa menyejahterakan perempuan rasanya tidak mungkin berdampak efektif bagi kesejahteraan perempuan saat ini.

Dewi Kusuma
Dewi Kusuma
3 months ago

Makin miris saja nasib perempuan di era now. Pastinya bkita harus berpikir jernih dan memilih salusi yang sesuai dan tepat. Dan tidak lain adalah solusi yang datangnya dari Allah. Dengan back to sistem Islam kaffah

Arum indah
Arum indah
Reply to  Dewi Kusuma
3 months ago

Benar, bunda.. makin menyedihkan kondisi perempuan.. syukron sdh mampir dan komen, bundaa..

bubblemenu-circle
linkedin facebook pinterest youtube rss twitter instagram facebook-blank rss-blank linkedin-blank pinterest youtube twitter instagram