Nabi Muhammad saw. berasal dari kalangan yang dimuliakan. Nasab yang mulia tersebut menjadi nilai plus dalam perjalanan dakwah beliau.
Oleh. Rosmiati, S.Si.
(Kontributor NarasiPost.Com)
NarasiPost.Com-Nabi Muhammad saw. adalah rasul (utusan Allah Swt.). Allah Swt. tentu tidak sembarangan memilih orang yang membawa risalah-Nya. Berdasarkan buku Sirah Nabawiyah karya Prof. Dr. Muhammad Rawwas Qol’ahji, Allah Swt. telah memberi proyeksi yang tepat dan akurat terhadap Nabi Muhammad saw. Berikut beberapa hal yang berkaitan dengan Nabi Muhammad saw. yang harus kita ketahui.
Nabi Muhammad Saw. Berasal dari Nasab yang Terhormat
“Kami tidak mendapati seorang pun yang mengetahui nasab Muhammad setelah ‘Adnan dan tidak pula Qahthan, kecuali kalau dia mereka-reka,” kata Sayyidah Aisyah ra.
Nabi Muhammad saw. memiliki urutan nasab sebagai berikut: Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muththalib bin Hasyim (‘Amrul ‘Ula) bin Abdi Manaf (al-Mughirah) bin Qushai (Zaid) bin Kilab bin Murrah bin Ka’ab bin Luai bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah bin Ilyas bin Mudhar bin Nizar bin Mu’ad bin ‘Adnan.
‘Adnan adalah cucu Ibrahim as., putra dari Ismail as. Jadi nasab mulia Nabi Muhammad saw. sampai kepada Nabi Ibrahim as. Dari jalur ibu pun sama. Silsilah keturunan dari Aminah juga sampai kepada Nabi Ibrahim as. Dengan demikian, nyatalah bahwa Nabi Muhammad saw. berasal dari kalangan yang dihormati dan dimuliakan di muka bumi.
Di kemudian hari nasab ini akhirnya menjadi nilai plus dalam kehidupan Nabi saw. dalam menyampaikan risalah Allah Swt. Beliau akan mudah didengar sebab saat itu, keberadaan nasab amat diperhitungkan dan bisa dikatakan sebagai modal utama untuk mendapatkan tempat di hati masyarakat.
Di samping itu, karena nasabnya yang mulia ini pula Nabi Muhammad saw. yang terlahir yatim piatu tidak terlihat rendah dan hina di tengah pergaulan kehidupan. Nabi Muhammad saw. juga akhirnya tumbuh dengan penuh percaya diri dan tidak segan dalam mengutarakan pendapatnya.
Kelak ketika risalah turun, keberadaan nasab yang mulia ini memudahkan orang-orang untuk menyambut seruannya dan bergabung di bawah payung dakwah Islam. Orang-orang yang bergabung dalam barisan dakwah Nabi pun tidak ditemukan kecacatan dan kesalahan dari mereka.
Begitu pun dengan Nabi Muhammad saw. karena dalam dirinya tidak terlihat kecacatan, juga nasabnya yang tinggi dan terhormat maka orang-orang Makkah mengangkat Nabi saw. sebagai hakim. Ketika terjadi perbedaan dalam urusan akidah maka urusan itu diserahkan kepada Nabi saw. Dengan demikian, secara tidak langsung, kepemimpinan dan kekuasaan beliau tidak dapat diingkari.
Begitu pun, dalam kacamata Islam, hakim harus dari kalangan yang terhormat karena dengan begitu kepercayaan masyarakat akan terus mengalir. Ini sebagaimana kalimat Umar bin Khaththab dalam sebuah suratnya yang berbunyi,
“Angkatlah qadhi dari kalangan orang yang berharta dan terhormat karena mereka yang berharta tidak akan silau dengan harta orang lain yang dipimpinnya. Begitu pula dengan mereka yang berasal dari keluarga yang terhormat tidak akan khawatir dengan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan terjadi kelak di tengah kehidupan masyarakat.”
Nabi Muhammad saw. bahkan pernah mengatakan bahwa naiknya orang miskin sebagai pemegang kendali kekuasaan adalah salah satu tanda datangnya hari akhir. Inilah pentingnya keberadaan nasab dan pengaruhnya dalam menjalankan roda kepemimpinan dan itulah yang terjadi pada diri nabi kita, Muhammad saw.
Hari ini kita melihat fakta dalam kehidupan bahwa ada orang-orang yang sudah hidup "bermandikan harta", tetapi masih serakah dengan materi dan jauh dari kata puas. Mereka bahkan terus menumpuk pundi-pundi harta. Tak jarang kekuasaan pun kini berubah menjadi jalan untuk meraih keberlimpahan materi. Inilah buah dari sistem kehidupan yang kian kapitalistik.
Keturunan dari Dua Orang yang Disembelih
Siapa sangka, dari silsilah keturunan Nabi saw. ada dua sosok yang mengalami kejadian nyaris disembelih. Siapa saja mereka? Yang pertama adalah Nabi Ismail putra Nabi Ibrahim as. Namun, berikutnya siapa? Ternyata ayah Nabi Muhammad saw. Bagaimana kisahnya?
Kakek Nabi Muhammad saw. yakni Abdul Muththalib pernah bernazar jika ia dikaruniai sepuluh orang anak laki-laki dan hidup semuanya, ia akan menyembelih satu di antara mereka sebagai wujud persembahannya kepada Allah.
Ketika sepuluh anak itu telah lahir dan semuanya tumbuh dengan sehat, tibalah Abdul Muththalib untuk melaksanakan nazarnya. Kakek Nabi Muhammad saw. ini mengira bahwa dari sepuluh anaknya tidak akan ada yang mau disembelih. Abdul Muththalib mulai mengumpulkan anaknya seraya mengutarakan nazarnya. Ia pun mulai menjelaskan jika nazar ini dilakukan karena Allah Swt.
Dari kesepuluh anak Abdul Muththalib tidak ada satu pun yang menolak. Mereka bahkan bertanya kepada ayah mereka bagaimana cara untuk melakukannya. Sang ayah pun memerintahkan masing-masing dari mereka untuk mengambil satu anak panah yang sudah ditulisi nama mereka.
Ayah mereka pun memasukkan anak panah itu ke dalam berhala yang biasa disembah oleh orang-orang Quraisy. Abdul Muththalib sangat berharap agar anak panah yang keluar bukan nama Abdullah karena ia adalah anak yang paling disayanginya. Sayangnya yang terjadi justru sebaliknya. Yang keluar adalah anak panah milik Abdullah.
https://narasipost.com/surat-pembaca/04/2022/kala-islam-melindungi-nasab-dan-nyawa/
Abdul Muththalib pun bersedih. Namun, ia harus melakukannya sebab ini adalah janjinya pada Allah Swt. Mulailah ia mendekati putranya dengan menggenggam pisau. Orang-orang Quraisy yang melihat hal itu langsung berteriak dan melarang Abdul Muththalib melakukannya.
Orang-orang Quraisy bahkan mengingatkan Abdul Muththalib bahwa ia akan menyesal jika menyembelih Abdullah. Abdullah kelak akan menjadi Ayah dari Nabi Muhammad saw. maka tepatlah ucapan orang-orang Quraisy kala itu. Jika saja Abdul Muththalib kukuh melakukannya, sejarah tentu akan berubah. Namun, Allah tentu tidak akan membiarkannya sebab rencana-Nya telah tersusun rapi.
Lantas beberapa orang-orang Quraisy mendekati Abdul Muththalib dan memerintahkannya untuk ke Hijaz agar bertemu dengan seorang peramal yang akan membantunya untuk menyelesaikan urusannya ini. Orang itu berkata kepada kakek Nabi Muhammad saw. bahwa semua tergantung peramal tersebut. Jika ia menyuruhnya untuk menyembelih Abdullah, ia harus melakukannya. Akan tetapi, jika ia tidak diperintahkan demikian, ia tidak perlu melakukannya sekalipun itu nazarnya kepada Allah.
Perlu kita ingat bahwa peristiwa ini terjadi sebelum masa kenabian. Sedangkan setelah Islam datang, kebiasaan mendatangi peramal untuk meminta ramalan dan solusi tidak boleh dilakukan. Kebiasaan tersebut telah dilarang dari segi akidah kita sebagai seorang muslim. Larangan itu dapat kita jumpai dalam HR. Imam Ahmad,
“Siapa saja yang mendatangi peramal (dukun) lalu mempercayai apa yang dikatakannya maka ia telah kafir kepada apa yang diturunkan Muhammad.”
Wallahua'lam bishawab. []
Sumber: M. Rawwas Qolahji, 2014, Sirah Nabawiyyah Sisi Politis Perjuangan Nabi, Al-Azhar Press.
#MerakiLiterasiBatch1
#NarasiPost.Com
#MediaDakwah
Allahuma sholli 'ala Muhammad.
Allahummasholli'alaMuhammad
Barakallah Mbak atas tulisan sejarahnya. Keren pisan
Jazakillahkhayr, Bu.